Soal Penyembahan Berhala, Ini Jawaban atas Keberatan Masyarakat Adat Minahasa
SAYA baru saja mendapat kiriman wa dari beberapa orang yang mengaku dari Masyarakat Adat Minahasa dan penghayat kepercayaan. Mereka keberatan atas pemuatan materi foto Renungan Harian pada Sabtu 12 Agustus 2023 yang berjudul “Berhala yang Tidak Berguna”.
Mereka keberatan dengan foto ilustrasi yang dimuat, dimana terdapat foto ritual di Watu Pinawetengan.
Pertama, saya mohon maaf karena foto itu hanya diambil tanpa izin dari fotografernya (kompas.id). Dan foto itupun sudah diganti dengan ilustrasi lain.
Yang jadi persoalan adalah teman-teman dari Masyarakat Adat Minahasa dan penghayat kepercayaan, keberatan bila menyebut ritual di Watu Pinawetengan adalah penyembahan berhala.
Dalam hal ini saya harus mengatakan, bahwa sejak kecil saya diajarkan oleh gereja saya, dalam hal ini GMIM, bahwa penyembahan berhala itu adalah penyembahan yang tidak sesuai ajaran Alkitab (Firman Allah). Sebagaimana dalam 10 Perintah Allah (Keluaran 20:3-6).
Begitu juga tentang larangan untuk berbicara dengan roh-roh orang mati (contoh kasus Saul).
Dan sejak Sekolah Minggu sampai saat ini gereja kami GMIM tetap mengajarkan tentang jangan percaya pada berhala. Dan salah satu contoh yang diajarkan Pendeta, Guru Agama, Penatua dan Syamas bahwa penyembahan berhala itu contohnya adalah melakukan ritual di Watu Pinawetengan.
Jadi kesimpulannya, kalau ada yang keberatan dengan pernyataan bahwa ritual di Watu Pinawetengan adalah penyembahan berhala, berarti gugatlah Alkitab. Kemudian gugat juga ajaran Kristen. Dan lebih khusus gugat juga gereja kami GMIM.
Jadi intinya ini adalah persoalan iman atau kepercayaan masing-masing. Kalau gereja dan agama kami menyatakan bahwa ritual di Watu Pinawetengan adalah berhala, itu adalah hak iman kami.
Dan bila dari Masyarakat Adat Minahasa dan penghayat kepercayaan merasa ritual di Watu Pinawetengan bukan berhala, itu juga hak dari komunitas tersebut.
Dan sebagaimana juga yang diposting komunitas Adat Minahasa dan penghayat kepercayaan di media sosial, bahwa banyak yang mengatakan mereka menyembah berhala. Itu artinya bukan hanya kami yang perlu digugat.
Dan terakhir, untuk teman-teman dari Masyarakat Adat Minahasa dan penghayat kepercayaan yang mengajak kami berdiskusi, kami belum bisa menerimanya untuk saat ini. Kami berharap kalau mau memberikan tanggapan atas tulisan di media kami, silakan sampaikan secara tertulis dan akan kami publikasikan bila memenuhi syarat.
Dan perlu diketahui juga selama ini saya juga memiliki hubungan pertemanan dengan komunitas adat Minahasa dan penghayat kepercayaan, seperti dr Bert Supit, Denni Pinontoan, Rickson Karundeng, Iswan Sual, Matulandi Supit, Bode Talumewo, dll. Dan sudah tentu bagi kami berbeda pendapat itu biasa.
Terima kasih. (Jeffry Pay)