Rocky Gerung, si Bajingan Pintar dari Manado
DI MASA Orde Baru, atau lebih tepat disebut Era Soeharto, orang-orang yang bersikap kritis tidak mendapatkan tempat yang bebas untuk berekspresi. Semuanya pasti dibungkem Soeharto, termasuk pers.
Tapi setelah memasuki era Reformasi, kebebasan berbicara mendapatkan panggung yang luas. Bahkan bisa disebut kebablasan (kebebasan berlebihan).
Maka orang-orang yang bersikap kritis mulai bermunculan. Atas dasar demokrasi dan hak asasi manusia, para kritikus mengungkapkan pikiran dan perasaan seenaknya. Bahkan menjurus pada penghinaan dan ujaran kebencian.
Ditambah lagi dengan kemajuan teknologi informasi, memberikan peluang yang makin masif dalam menyampaikan pendapat atau kritik. Media sosial menjadi alat ampuh dalam mengekspresikan dan menyuarakan semua yang diinginkan.
Karena itu dari sekian banyak kritikus, muncullah salah satu nama keren, Rocky Gerung. Ia pernah menjadi seorang Dosen tidak tetap yang mengajar filsafat di Universitas Indonesia selama 15 tahun. Berasal dari Manado, dilahirkan pada 20 Januari 1959.
Sebagai orang Manado yang kental dengan keterbukaan dan demokrasi, sudah tentu membentuk karakter seorang Rocky. Ia sudah lama aktif dalam gerakan demokrasi bersama dengan orang-orang kritis, termasuk dengan Abdurachman Wahid, mantan Presiden RI yang akrab disapa Gus Dur.
Nama Rocky Gerung sebetulnya sudah dikenal lewat tulisan-tulisannya di berbagai media dan jurnal, serta buku. Tapi namanya mulai populer saat tampil beberapa kali di media televisi lewat acara ILC (Indonesia Lawyers Club) di TV One asuhan Karni Ilyas.
Pandangan dan kritikan Rocky yang tajam seperti silet, terutama ia tujukan kepada pemerintah. Amat terlebih di era Presiden Joko Widodo. Dan terkesan ia sangat anti Jokowi, dilihat dari berbagai ucapannya.
Akibat sikap kontroversinya, ia sering dilaporkan ke Polisi.
Salah satu ucapan kontroversinya ketika ia menyebut “kitab suci itu adalah fiksi”. Dari pernyataan itu, banyak orang menganggap Rocky Gerung adalah seorang atheis. Ia sendiri tidak mengungkapkan identitas agamanya. Meskipun dalam beberapa konten berita menyebutkan dia seorang Katolik. Ia sendiri dalam salah satu wawancara mengatakan, bahwa setiap orang yang mendalami Filsafat, selalu ada anggapan atheis. Padahal menurut dia, belajar ilmu Filsafat tujuannya adalah agar kita memiliki “akal sehat”. Maka slogan “akal sehat” ini menjadi “merek dagang” Rocky Gerung.
Selain itu ia juga tidak segan-segan menyebut orang lain yang tidak sepaham dengan dia dengan kata “dungu”.
Dan yang terakhir ini ia juga seakan tidak “merasa berdosa” mengungkapkan “Bajingan Tolol” bagi seorang Presiden Joko Widodo.
Bagi saya, Rocky Gerung memang bajingan, tapi memang bajingan pintar. Bila kita mengikuti pendapat dan pikirannya, memang menunjukkan ia orang pintar. Ia mampu menghipnotis orang dengan permainan kata yang harus ditelaah secara mendalam. Dan dari kata-kata Rocky yang tajam itu, bagi orang Manado, ia memang pantas disebut Bajingan.
Kata “bajingan” memang berkonotasi jelek. Tapi bagi Rocky rupanya kata “bajingan” adalah upaya membangunkan energi baru, agar ada perubahan di dalamnya.
Akibat pernyataan-pernyataan Rocky, memang menimbulkan pro kontra dan kegaduhan. Bagi yang pro Rocky, apa yang ia lakukan adalah bagian dari kebebasan akademik dan juga kebebasan demokrasi. Tapi yang kontra, tentu akan menyimpulkan pernyataan Rocky sebagai ujaran kebencian dan bertentangan dengan sopan santun adat ketimuran.
Dari sudut pandang saya, karakter Rocky ini terbentuk karena lingkungan dan dari dalam dirinya. Sejak kecil ia dibesarkan dalam lingkungan orang Minahasa/Manado yang egaliter dan demokratis. Orang Minahasa/Manado adalah orang yang terbuka dan terdidik. Dan karena itu bersifat liberal.
Secara pribadi Rocky Gerung tidak menikah, atau belum menikah. Sehingga ia seperti binatang liar. Kalau saja ia menikah, paling tidak ia akan dilengkapi dengan “rem”, baik dari istri maupun dari anak-anaknya. Artinya ia tidak akan seenaknya bicara atau bertindak.
Sebagai orang yang mendalami ilmu Filsafat, terkadang memang terkesan dalam situasi “mendewakan” ilmu. Sehingga yang menjadi Tuhan bagi seorang penganut Filsafat adalah ilmu itu sendiri. Maka jangan heran konsep tentang Tuhan pun akan ditinjau dari sudut pandang Filsafat. Itulah sebabnya Rocky tidak segan menyebut “kitab suci adalah fiksi”.
Akankah Rocky Gerung dihukum karena ucapan dan perbuatannya? Kita tunggu saja apa yang akan dilakukan aparat hukum di Indonesia.
(Jeffry Pay)