Renungan Minggu: Hiduplah Dalam Perdamaian Dengan Semua Orang – Roma 12:9-21
ALASAN PEMILIHAN TEMA
Hidup damai dan bahagia adalah dambaan setiap orang. Hanya saja, kehidupan yang damai dan bahagia tidak dapat terwujud tanpa usaha untuk saling menghargai dan melengkapi dalam setiap relasi sosial, baik dalam keluarga, jemaat maupun masyarakat. Ada keunikan dalam diri setiap orang yang sangat berguna untuk membangun hidup bersama. Perbedaan yang majemuk adalah kekayaan. Sayangnya, perbedaan tersebut juga dapat memicu konflik dan pertikaian jika dibenturkan. Perbedaan bisa menjadi sumber keributan dan perpecahan.
Analogi jemaat sebagai Tubuh Yesus Kristus dengan banyak anggota memberi gambaran adanya keuntungan dalam setiap perbedaan. Keunikan adalah kekuatan. Seperti anggota tubuh bekerjasama dan saling menopang, demikianlah jemaat harus hidup. Tetapi, faktanya ada saja perselisihan yang menciptakan keretakan karena perbedaan.
Kerusuhan akibat pertikaian antar kelompok maupun pribadi sering terjadi di banyak tempat. Permusuhan dan aksi saling membalas teriadi di mana-mana. Kasih menjadi tawar, termasuk dalam kehidupan orang percaya. Kasih yang menjadi ciri khas umat Tuhan memudar. Tema “Hiduplah Dalam Perdamaian Dengan Semua Orang” berdasarkan Roma 12:9-21, menjadi perenungan di minggu ini hendak menuntun kita untuk menyadari panggilan hidup sebagai umat Tuhan yang mengasihi sesama dan hidup berdamai dengan semua orang.
PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Hukum Taurat menjadi sumber perdebatan dan perselisihan di jemaat Roma antara orang Kristen asal Yahudi dan non-Yahudi. Misalnya persoalan tentang pemahaman bagaimana manusia dibenarkan. Kalangan Kristen asal Yahudi mempercayai kebenaran itu bersumber dari Hukum Taurat dan memaksakan keyakinan itu kepada semua orang. Sedangkan Kristen non-Yahudi tidak menerima kebenaran tersebut. Dalam situasi ini, Paulus menyatakan “Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani” (1:16). Paulus menekankan tentang pembenaran oleh iman dan bukan karena melakukan Hukum Taurat. Hukum Taurat tidak dapat dipakai untuk menyelamatkan dan membenarkan manusia di hadapan Tuhan Allah. Tetapi kasih adalah kegenapan hukum taurat. Kasih adalah hukum yang sempurna dan tidak ada hukum yang melebihi hukum kasih.
Dalam Roma 12:9-21, Paulus menasihati jemaat tentang membangun relasi dengan sesama. Sikap mengasihi, berbuat baik dan berdamai menjadi panduan dalam hubungan sosial tersebut. Perikop ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Ayat 9
Setelah berbicara mengenai karunia yang berbeda-beda (12:6-8), Paulus mengulas tentang kasih. Kasih berasal dari kata Yunani he agape yang menunjuk pada kasih Tuhan Allah. Jemaat diajak untuk mempraktikkan kasih agape itu dengan tidak pura-pura, kata Yunani: anupokritos yang artinya without hypocrisy (tanpa kemunafikan), genuine (asli, sejati, murni, tulus ikhlas, benar, sungguh-sungguh), without pretence (tanpa kepura-puraan), unfeigned (tidak dibuat-buat).
Kasih agape adalah kasih yang tidak pura-pura, bersedia mengorbankan diri sendiri demi orang banyak seperti teladan Yesus Kristus. Implementasi dari kasih yang tidak pura-pura adalah menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik. Kata jauhi dan kata Yunani apostugountes yang artinya to hate strongly (sangat benci), abhor (benci, jijik, tidak menyukai). Jadi sangat benci, jijik dan tidak menyukai yang jahat. Sedangkan lakukan menggunakan kata Yunani kollomenoi yang artinya unite (bersatu), join closely (bergabung dengan erat), glue together (merekatkan) yang artinya bukan sekedar melakukan kebaikan tetapi kebaikan itu sudah melekat, menyatu dalam diri dan menjadi karakter.
2.Ayat 10-21
Kasih pada ayat 10, berasal dari kata Yunani filadelfia berarti kasih persaudaraan. Kasih persaudaraan ini harus dipraktikkan dalam persekutuan jemaat dengan saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.
Selanjutnya, dalam ayat 11, Paulus meminta kepada jemaat supaya rajin, dengan roh yang menyala-nyala melayani Tuhan Allah. Kata rajin di sini berkaitan dengan tanggung jawab pelayanan. Roh yang menyala-nyala kata Yunani pneumati zeontes berarti penuh semangat, sedangkan melayani Tuhan kata Yunani, douleuontes berarti melayani (serve) dengan taat (obey). Artinya, jemaat hams penuh tanggungjawab dan bersemangat melayani Tuhan Allah dengan taat, sekalipun ada dalam pergumulan. Dalam situasi sulit, Paulus mengingatkan mereka agar bersukacita dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan, dan bertekun dalam doa (ayat 12), supaya tidak kehilangan kepercayaan kepada Tuhan Allah.
Nasihat Paulus pada ayat 13, menunjukkan keterkaitan kasih agape dan kasih persaudaraan. Jemaat diminta membantu orang-orang kudus yang berkekurangan dan berusaha untuk selalu memberi tumpangan, dengan tulus dan tidak pura-pura, dengan meneladani kasih Yesus Kristus. Dengan kasih yang tidak pura-pura, Paulus mengajak jemaat mengasihi musuh (ayat 14), di saat mereka sedang menghadapi tekanan dari orang Yahudi, juga pemerintah Romawi. Tidak mengutuk, tetapi memberkati orang yang menganiaya. Nasihat yang sama diberikan oleh Yesus Kristus dalam Matius 5:44, orang Kristen tidak boleh membalas penganiayaan dengan cara mengutuk musuh, melainkan tetap mengasihi dan mendoakan para penganiaya.
Sebaliknya, terhadap kesusahan orang lain, jemaat dinasihati untuk berempati dan bersimpati (ayat 15), sehati sepikir dalam hidup bersama (ayat 16). Artinya tidak saling mengkhianati, tidak menimbulkan pertentangan, tidak menjatuhkan dan tidak congkak atau sombong, tetapi mengarahkan diri kepada perkara-perkara yang sederhana. Nampaknya anjuran ini lebih ditujukan kepada mereka yang menduduki kedudukan tinggi. Mereka dihimbau untuk bergaul dengan rakyat kecil dan jangan mengganggap din pandai. Kata pandai yang dimaksudkan di sini yaitu mereka yang merasa diri lebih memahami rahasia-rahasia iman dibanding orang lain.
Jemaat tidak boleh membalas kejahatan dengan kejahatan (ayat 17), sebalikriya mengusahakan hidup dalam perdamaian (ayat 18), karena pembalasan adalah hak/otoritas Tuhan Allah (ayat 19). Berusaha hidup dalam perdamaian dengan semua orang bukan berarti kompromi dengan dosa, melainkan mengupayakan agar dapat tercipta hidup yang harmonis dengan semua orang, sekalipun tidak mudah.
Memberi makan dan minum kepada seteru (ayat 20-21) diartikan membalas kejahatan dengan kebaikan. Tindakan ini menegaskan kepada jemaat bahwa kebaikan adalah solusi untuk menyelesaikan masalah. Menumpuk bara api di atas kepala adalah kebiasaan di Mesir kuno yang menandakan perasaan menyesal. Ilustrasi ini memberi makna tindakan membalas kejahatan dengan kebaikan bertujuan mengantar orang yang melakukan kejahatan kepada penyesalan sehingga bertobat. Kebaikan adalah implementasi dari kasih.
Makna dan Implikasi Firman
1. Tuhan Allah adalah kasih. Tuhan Yesus Kristus menjabarkan kasih Tuhan Allah yang murni dan tidak berpura-pura dengan rela mengorbankan diri-Nya untuk memulihkan relasi antara Tuhan Allah dengan manusia dan manusia dengan sesamanya.
2. Kasih Tuhan Allah adalah dasar bagi orang percaya dalam mempraktikan hidup berdamai dengan semua orang. Kasih itu merekatkan dan bukan mempertentangkan perbedaan.
3. Implementasi kasih terwujud dalam tindakan tutus, menjauhi kejahatan, menolong yang membutuhkan dan tidak mengutuk serta membalas kejahatan dengan kebaikan.
4. Gereja menjembatani perbedaan dan menghadirkan perdamaian di tengah kemajemukan bangsa, dalam relasi antar denominasi gereja, internal gereja dan keluarga.
5. Gereja mengedukasi dan memotivasi jemaat untuk berperan aktif membangun hidup dalam perdamaian dengan semua orang. Amin. (mtpjgmim)