Renungan Minggu: 29 Sept – 5 Okt 2024 – Tunduklah kepada Allah dan Lawanlah Iblis – Yakobus 4 : 1 – 10


ALASAN PEMILIHAN TEMA

Manusia diciptakan menurut gambar Allah (Imago Dei) dan diberikan tanggungjawab untuk mengelola (menaklukkan) bumi dan berkuasa atas ciptaan yang lain. Sehingga dalam menjalani kehidupannya, ketaatan dan tunduk pada Tuhan Allah menjadi sebuah keharusan, walaupun manusia bebas menentukan pilihan hidup. Pilihan itu antara lain; tunduk kepada Allah atau bersahabat dengan iblis. Tunduk kepada Allah berarti melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, sebagaimana tertulis dalam Alkitab. Jika kita tunduk kepada Allah, maka kita harus melawan iblis yang tidak akan berdiam diri dan berusaha keras untuk menyerang, menjatuhkan, dan menjauhkan kita dari-Nya. Iblis selalu berusaha supaya kita gagal, kecewa, bertengkar, bertikai yang tidak akan ada habisnya. Iblis pun akan berusaha menghambat kita mencapai berkat maksimal yang Allah sediakan dan menghambat kita untuk jadi berkat bagi banyak orang.

Untuk menghadapi dan melawan segala bentuk intimidasi kuasa iblis, kita harus tunduk kepada Allah sebagai pencipta dan pemelihara. Kita harus percaya dengan sungguh, bahwa Allah akan memberikan hikmat untuk menolak dengan sadar, aktif dan terus menerus segala bentuk kuasa iblis. Oleh sebab itu, diangkatlah tema mingguan: “Tunduklah kepada Allah dan Lawanlah Iblis”.

PEMBAHASAN TEMATIS

Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)

Surat Yakobus ditujukan kepada “kedua belas suku di perantauan” (1:1); bukan menunjuk pada umat Israel melainkan jemaat Kristen yang menganggap dirinya sebagai ahli waris tradisi Yahudi. Penulisnya adalah Yakobus yang disegani karena keadilannya, kebersahajaannya dan pengabdiannya dan dia martir di Yerusalem.

Yakobus 4:1-10, penulis menasihati orang-orang Yahudi Kristen karena sengketa dan pertengkaran (perkelahian) yang disebabkan oleh hawa nafsu mereka. Hawa nafsu merupakan penyebab ketegangan di antara orang Kristen dan perselisihan merupakan gejala yang timbul ke pemukaan. Hawa nafsu adalah: desakan atau dorongan yang kuat dari hati; keinginan kenikmatan dan berfoya-foya. Hawa nafsu mereka begitu kuat saling berjuang di dalam tubuh. Dampaknya menghasilkan hal-hal negatif, merusak dan menghancurkan. Keinginan untuk pemuasan diri mendorong pada tindakan yang negatif. Mereka lalu membunuh, iri hati, bertengkar dan berkelahi. Namun mereka tidak memperoleh apa-apa. Keinginan dan segala tindakan yang jahat pasti tidak disertai doa. Hawa nafsu membuat mereka lupa kehendak Allah apalagi berdoa. Mereka tidak menyampaikan permohonan dan permintaan kepada Allah, sehingga mereka tidak mendapatkan apa-apa. Kalaupun mereka berdoa, tapi hanya memuaskan hawa nafsu. Hawa nafsu merusak setiap doa, dan itu merupakan kekejian bagi Allah. Sebab Allah tidak menjawab doa yang hanya untuk memuaskan hawa nafsu atau doa  yang ambisius untuk dirinya sendiri, mencintai kesenangan, dan menginginkan kehormatan, kuasa atau kekayaan. Allah hanya mendengarkan doa orang benar, yang berseru dalam kesetiaan (bdk. Maz.145:18), yang sungguh-sungguh bertobat dan rendah hati (bdk. Luk.18:14), mereka yang meminta sesuai dengan kehendak-Nya, (ay.1-3).

Yakobus tegaskan bahwa orang percaya yang bersahabat dengan dunia menyebabkan mereka menjadi musuh Allah dan disebut sebagai orang-orang yang tidak setia. Persahabatan dengan dunia sebagai bentuk perzinahan.  Frasa ‘orang-orang yang tidak setia’ (adulteresses: pezinah perempuan). Ketidaksetiaan terjadi ketika manusia lebih mencintai dunia atau materi daripada Allah – ‘adulterous people’ (bdk. Hos.1-3). Orang percaya bersahabat dengan dunia, berarti melakukan penyelewengan secara rohani,  disebut pezinah (Rm. 7:3; 2Pet. 2:14). Allah tidak menerima barangsiapa yang bersahabat dengan dunia, karena Ia adalah Allah yang cemburu (bdk. Kel. 20:5; Ul. 5:9). Maka, “janganlah kamu menyangka, bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: “Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!” Bahwa roh manusia dengan sendirinya membenci Allah dan sesama manusia yang mendambakan kesenangan dunia, karena ia bersahabat dengannya.

Namun, hal ini dapat diubah hanya oleh kasih karunia Allah yang mendatangi semua orang yang dengan rendah hati menerima keselamatan dalam Yesus Kristus. Roh Allah dan roh dunia itu berbeda karena roh dunia selalu melahirkan yang jahat sedangkan Roh Allah sanggup memperbaiki dan menyembuhkan roh itu dengan anugerahnya. Allah menentang mereka yang congkak, menunjuk pada kesombongan, karena itu Allah berperang melawan mereka. Sebaliknya, kehormatan dan pertolongan dianugerahkan Allah kepada orang yang rendah hati. (ay.4-6)

Untuk mendapatkan anugerah tersebut, orang percaya harus tunduk sepenuhnya kepada Allah. Tunduk kepada Allah (Yun.: “Hupatasso”; menaklukkan, rendahkan dirimu) artinya menyerahkan diri sepenuhnya, takut atau takluk pada Allah Sang Penguasa hidup dan itu berlangsung terus menerus atau berkesinambungan. Jadi bukan hanya sikap kekaguman tapi lebih kepada penyembahan yang sungguh-sungguh dan hormat kepada Allah. Sikap tunduk ini merupakan bukti bahwa ingin menjadi sahabat Allah bukan bersahabat dengan dunia. Tunduk berarti melakukan ketetapan dan perintah Allah dan menjauhi apa yang tidak diinginkan-Nya (larangan-Nya). Tunduk bukan dalam arti ketakutan, tetapi dalam kasih. Tunduk berarti menyembah dan menyerahkan diri secara total kepada Allah, mengasihi-Nya di atas segalanya, sehingga kita mampu berkata “jadilah kehendak-Mu” dan melakukan kehendak-Nya. Tegasnya, orang percaya harus mencampakkan persahabatan dengan dunia dan waspada terhadap segala keinginan duniawi sebagai bentuk perlawanan terhadap iblis. Melawan iblis berarti menolak dengan kesadaran penuh, aktif dan terus menerus, sehingga orang percaya tidak akan diperdaya dengan bujukan-bujukannya, sebaliknya membuat iblis kalah dan lari atau meninggalkan kehidupan orang percaya, (ay.7).

Orang percaya yang  tunduk  kepada Allah yakni dengan mendekatkan diri  kepada Allah. Hiduplah bergaul akrab dengan Allah melalui ibadah, melakukan perintah dan ketetapan-Nya. Sebab orang percaya harus sadar bahwa ia tidak bisa melawan Iblis dengan kekuatan dan kecerdasannya sebagai manusia! Ia membutuhkan kekuatan dan hikmat dari Allah untuk melawan Iblis dan karena itu, ia harus dengan rendah hati mendekat kepada Allah! Dengan demikian Allah akan dekat dengan mereka.

Mendekat kepada Allah orang percaya harus menyucikan dirinya (hidupnya), hati, pikiran dan motivasi. Tahirkanlah tanganmu dan sucikan hatimu, hai orang-orang berdosa, kamu yang mendua hati. Tangan yang bersih dari kejahatan dan kecemaran; hati yang tulus untuk menyenangkan Allah. Penyucian diri ini mencakup penyesalan, pertobatan dan pengakuan dosa sehingga satu hati percaya kepada Allah. Dengan demikian, sadarilah kemalanganmu (bersedihlah), berdukacita dan merataplah. Hendaklah tertawamu diganti dengan ratap (perkabungan) dan sukacitamu dengan dukacita (kemurungan). Sadarilah kemalanganmu, artinya menerima dengan ikhlas penderitaan yang diijinkan Allah dan jangan meremehkan-Nya tapi bergantung sepenuhnya kepada Allah. Berdukacita artinya ikut menderita dengan berbela rasa terhadap orang-orang yang menderita, bahkan ketika malapetaka menimpa jemaat Allah. Meratapi dosa sendiri dan dosa orang lain, seperti atas terjadinya perselisihan, sengketa dan pertengkaran. Sebelum menjadi buruk, singkirkan canda tawa yang sia-sia dan kesenangan duniawi agar ada airmata pertobatan. Akhirnya, rendahkanlah dirimu dihadapan Allah karena Dia melihat hati dan ketulusanmu, sebab tidak ada gunanya menyombongkan diri dan melawan-Nya. Sebaliknya, Allah akan meninggikan dan memberi kehormatan kepada orang yang merendahkan diri (ay.8-10).

Makna dan Implikasi Firman

• Karena sengketa dan pertengkaran disebabkan oleh hawa nafsu, maka cara yang benar menyembuhkan hal itu adalah menguasai hawa nafsu yang saling berjuang dalam Jika dibiarkan akan menimbulkan kehancuran dan kekecewaan. Hawa nafsu duniawi adalah penyakit yang akan membuat pikiran menjadi tidak tenang dan jauh dari kata puas.

• Mengikuti keinginan diri membuat kita lupa berdoa dan tidak melibatkan Allah dalam kehehidupan. Atau kita berdoa tapi doa kita ditolak Allah karena meminta dengan tujuan dan niat yang salah, yaitu untuk mengejar kepuasan jasmani (makan, minum, hidup mewah, jabatan), tapi kikir berbagi. Tergoda hanya untuk memuaskan kesombongan, keangkuhan dan meremehkan orang lain. Sebaliknya, jika kita meminta dan mencari apa saja untuk melayani Allah maka Ia akan memberikan apa yang dicari.

• Percayalah kepada Allah dan jangan menggeser posisi Dia di hati kita karena bersahabat dengan dunia akan menjadikan kita musuh-Nya. Ingat, bahwa kita tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada mammon (bdk. Mat. 6:24).

• Sebagai gereja kita harus menentang hawa nafsu, kecongkakan, perzinahan rohani (mendua hati), sebagai bentuk ketaatan pada Allah. Orang yang merendahkan diri dihadapan Allah akan menerima anugerah karena kerendahan hati mendahului

• Tunduklah kepada Allah dengan sepenuh hati, bukan setengah hati dan bergantung kepada-Nya terus-menerus sebagai tanda penyerahan diri secara total kepada-Nya. Tunduk kepada Allah berarti juga menjadi gereja yang taat pada Firman Tuhan, taat pada aturan-aturan Gereja, maka sehubungan dengan HUT ke-90 GMIM Bersinode kita diajak, untuk tunduk kepada Allah, mengasihiNya dan semakin mencintai GMIM. (mtpjgmim)

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top