Renungan Minggu: 22 – 28 September 2024 – Bertekunlah Mengasihi Tuhan Allahmu – Yosua 23: 1 – 16


ALASAN PEMILIHAN TEMA

Di era kompetitif saat ini, orang percaya berlomba-lomba menciptakan suatu keadaan atau suasana hidup sesuai keinginannya dengan melakukan berbagai cara untuk mencapainya. Ketatnya persaingan hidup di segala bidang; budaya, sosial, ekonomi, politik dan hukum karena kemajuan IPTEK berdampak pada pergeseran nilai hidup manusia: etika, moral dan spiritualitas. Kecenderungan hidup individualistis, materialis dan konsumeris menjerumuskan orang percaya pada pengandalan akan harta, kekuasaan dan popularitas diri, yang mengakibatkan orang percaya tidak bertekun mengasihi Tuhan Allah dan melupakan kasih setia-Nya.

Mencari dan menyembah Tuhan Allah dalam keteguhan dan kesungguhan hati adalah bukti dari suatu kehidupan yang mengasihi-Nya. Siapa yang mengasihi Tuhan Allah dengan tekun dan melakukan firman-Nya, dia akan mengalami kehidupan yang diberkati. Maka yang menjadi tema dalam perenungan firman minggu ini, yakni: “Bertekunlah Mengasihi Tuhan Allahmu”.

PEMBAHASAN TEMATIS

Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)

Kitab Yosua merupakan lanjutan narasi dalam kitab Ulangan. Yosua dipilih Musa untuk menjadi pembantu pribadinya dan hadir di gunung ketika Musa menerima Taurat (Kel.24:13), menjadi penjaga kemah pertemuan saat Musa berbicara dengan Tuhan Allah (Yos.33:11) dan menjadi salah satu dari kedua belas pengintai tanah Kanaan (Bil.13:8). Ketika Musa tidak diijinkan masuk ke tanah Kanaan (Ul.3:23-27), Tuhan Allah memerintahkannya untuk menyerahkan kepemimpinan kepada Yosua (Ul. 3:28).

Yosua pasal 23 berisikan pidato perpisahan Yosua (Ibr. Yehosua: Tuhanlah Keselamatan) kepada bangsa Israel, yang disampaikan pada akhir hidupnya. Pidato ini disampaikannya kepada para pemimpin Israel (23:2 ) dan bersifat mendesak untuk menaati hukum dan mengikuti Tuhan Allah serta memperingatkan mereka agar tidak berpaling dari-Nya. Pidato ini disampaikan di Silo, pusat keagamaan orang Israel selama beberapa waktu (Kel.18:1;8-10;19:51;21:1 ). Secara sosial budaya, pasal 23 mempersiapkan peralihan kepemimpinan dari Yosua kepada para pemimpin suku-suku Israel. Ia memberikan nasihat dan peringatan kepada bangsa Israel agar tetap setia kepada Tuhan Allah dan tidak menyembah dewa-dewa bangsa lain. Secara literatur, merupakan bagian akhir dari kitab Yosua yang berisi catatan sejarah dan peristiwa penting dalam perjalanan bangsa Israel. Pidato perpisahan ini menandai akhir kepemimpinan Yosua dan mempersiapkan masa depan bangsa Israel. Inti pidato Yosua adalah secara teologis, menekankan pentingnya setia dan bertekun mengasihi Tuhan Allah dan perjanjian-Nya. Ia mengingatkan bangsa Israel tentang janji-janji Tuhan Allah yang telah digenapi dan peringatan akan akibat yang akan mereka hadapi jika mereka berpaling dari-Nya.

Yosua 23:1-16, diawali dengan pernyataan bahwa Tuhan Allah telah mengaruniakan keamanan pada bangsa Israel untuk melindungi mereka dari serangan musuh sampai Yosua lanjut umurnya. Yosua memanggil para pemimpin Israel: tua-tua, pemimpin, hakim, dan pengatur pasukan dan mengekspresikan pengalaman imannya tentang kebesaran kuasa Tuhan Allah dalam kehidupan Israel. Mereka telah melihat segala yang dilakukan Tuhan Allah berperang bagi Israel terhadap semua bangsa. Tuhan Allah berperang (Ibr. Lacham: bergulat, berperang dan berjuang), dan telah memberi mereka kemenangan (ay.1-3). Dengan pernyataan ini, Yosua memberikan tanggungjawab kepada Israel agar terus setia kepada Tuhan Allah, sebab keberhasilan mereka menduduki tanah perjanjian semata-mata karena-Nya dan bukan usaha mereka.  Yosua katakan, ingatlah, jangan pernah lupa  bahwa  kemenangan yang diraih adalah milik Tuhan Allah yang telah berperang demi Israel dan tanah telah diberikan-Nya. Maka dia berharap para pemimpin Israel taat melakukan hukum dan ketetapan Tuhan Allah serta tidak menyimpang. Tujuan nasihat harus menguatkan hati, memelihara dan melakukan segala perintah-Nya agar mereka tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, tidak bergaul dengan bangsa-bangsa penyembah berhala, tidak mengakui nama ilah mereka, apalagi bersumpah demi nama allah tersebut dan beribadah atau sujud menyembah kepadanya (ay.4-7).

Bangsa Israel harus berpaut (memegang erat-erat, berpegang teguh) pada Tuhan Allah. Sebab Tuhan Allah telah memberikan mereka kemenangan dengan menghalau/mengusir bangsa-bangsa yang kuat. Kesetiaan Israel kepada Tuhan Allah memberi mereka jaminan, tidak ada yang dapat mengalahkan mereka. Itulah jaminan-Nya bagi bangsa yang berpaut pada-Nya. Satu orang saja darimu dapat mengalahkan seribu musuh karena Tuhan Allah berperang bersama Israel.

Pesan Yosua jelas: “Tidak ada kemenangan tanpa campur tangan Tuhan.” “Maka demi nyawamu, bertekunlah mengasihi Tuhan Allahmu”.  Yosua menantang umat untuk  tekun mengasihi Tuhan  Allah, yang merupakan inti dari tugas mereka sebagai umat-Nya (bdk. Ul.6:5). Inlah yang diinginkan Tuhan Allah dari umat yaitu  kesetiaan dan kasih agar nyawa mereka terlindung. “Demi nyawamu” artinya sebagaimana engkau menilai dan menjaga nyawamu sangat penting, seperti itulah kita bertekun mengasihi Tuhan Allah. Bagi bangsa Israel mengasihi Tuhan Allah sama dengan menjauh dari hukuman.

Tekun (berpegang, memelihara, dengan setia) berarti berkeras hati dan sungguh-sungguh; tetap berpegang teguh; dan tidak akan menyimpang atau mendua. Tekun menyangkut keputusan atau ketetapan hati yang kuat (teguh) untuk bersungguh-sungguh, rajin, dan tuntas dalam melakukan apa pun. Orang yang tekun adalah orang yang hidupnya fokus, konsisten dan tidak mudah putus asa terhadap apa yang sedang diperjuangkan dan dikerjakannya.

Mengasihi berarti mencintai dan menaruh belas kasih (ay.8-11). Namun, jika Israel berbalik dan berpaut dengan bangsa-bangsa penyembah berhala, kawin mawin (kawin campur) dan bergaul dengan mereka, itu berarti  menolak Tuhan Allah, dengan demikian Israel kehilangan identitas  sebagai milik-Nya. Hukumannya, Tuhan Allah akan membiarkan bangsa-bangsa tersebut menjadi jerat, cambuk dan duri bagi mereka sampai  binasa (ay.12-13). Padahal Tuhan Allah telah mengusir bangsa-bangsa tersebut ketika mereka setia (lih.ay.5,9), sekarang Dia tidak akan melakukannya lagi karena mereka memilih tidak setia. Jadi standar hidup setia di negeri tersebut adalah Firman Tuhan Allah dan bentuknya adalah pemisahan dari dosa dan penyembah berhala.

Akhirnya, Yosua merangkum seluruh pidatonya dengan menekankan hukuman akan menimpa mereka yang melanggar perjanjian (bdk. Im.6:14-33, Ul.28:15-68). Yosua menyatakan bahwa ia akan menempuh “jalan segala yang fana,” yang menunjukkan bahwa kematiannya sudah dekat. Dia berusia 110 tahun ketika dia meninggal (Yos. 24:29 ). Maka Yosua bermohon “…insaflah dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu…”. Insaf merujuk pada kesadaran akan kesalahan, pemahaman yang benar atau belas kasih. Sadarlah, jangan menimbulkan kemarahan Tuhan Allah. Sebab Dia telah menepati setiap janji yang dibuat-Nya kepada Israel. Tidak ada satupun yang gagal; semuanya Dia telah penuhi dan tepati.

Logika Yosua saat mengakhiri pidatonya adalah bahwa, sebagaimana janji-janji Tuhan Allah telah menjadi kenyataan demi kebaikan Israel, maka hukuman-Nya juga akan menimpa Israel, binasa di tanah yang baik, yang telah diberikan-Nya pada mereka jika mereka melanggar perjanjian dengan beribadah dan sujud menyembah kepada allah bangsa kafir mereka. Sebab tanah itu milik Tuhan Allah dan Dia berhak memberi dan berhak mengambilnya (ay.14-16).

Makna dan Implikasi Firman 

• Menjadi tanggungjawab para pemimpin/pelayan untuk menyiapkan kader atau generasi dalam rangka melanjutkan kepemimpinan dan kerja pelayanan. Sebab pemimpin yang sukses adalah yang mampu mempersiapkan dan mencetak pemimpin di masa depan. Seperti Yosua di masa tuanya siap mewariskan kepemimpinan kepada generasi berikutnya. Jelas orang yang lebih tua mempunyai hal-hal penting untuk diajarkan kepada orang yang lebih muda. Apa yang selama ini dibaktikan dan didedikasikan berhubungan dengan kesetiaannya pada Tuhan Allah, itu yang menjadi bahan untuk diwariskan. Dan tentang kasih setia Tuhan Allah yang memberi mereka kemenangan dan menduduki Tanah Perjanjian.

• Bertekun mengasihi Tuhan Allah merupakan pernyataan ketaatan yang utuh. Ketekunan terbentuk, antara lain melalui kesengsaraan (bdk.Rm. 5:3-4). Tuhan Alah kadangkala mengizinkan kita mengalami kesengsaraan dengan tujuan agar hal itu dapat membentuk ketekunan di dalam diri kita. Sehingga ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Melalui ujian iman (bdk.Yak. 1:3-4). Oleh karena itu, Tuhan Allah seringkali mengizinkan berbagai pergumulan menimpa hidup dengan maksud agar ketekunan dapat muncul di dalam diri kita. Sehingga kita memperoleh buah yang matang, menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun. Melalui ketaatan (bdk. 14:12; Ayb.2:9-10). Ketekunan dapat dilatih, karena hal itu adalah ketetapan hati. Bertekun mengasihi Tuhan Allah harus dinyatakan melalui ketaatan menuruti perintah-Nya dan beriman. Contoh: Ayub yang didesak agar tidak bertekun dalam kesalehannya, namun ia tetap menjaga ketaatannya dan ia diberkati berlipatganda.

• Ketegasan kepada diri untuk tekun mengasihi Tuhan Allah adalah bukti ketaatan dan kesungguhan untuk hidup melakukan yang benar sesuai dengan firman Tuhan. Tanpa ketegasan kepada diri sendiri, pengenalan akan kebenaran tak berarti dan hal yang baik hanya sekadar angan-angan, tidak akan pernah menjadi kenyataan. Gereja diingatkan untuk terus menguatkan hati dan bertekun dalam memelihara dan melakukan kehendak Tuhan Allah sebagai tindakan tegas kepada diri sendiri. Tekun melakukan yang benar sebagai komitmen iman untuk tetap taat dan fokus pada Tuhan. Teruslah bertekun menjaga fokus kita kepada Tuhan Allah meskipun ada banyak pengorbanan yang harus kita berikan. Bertekunlah melatih diri untuk tetap bertahan dalam kesetiaan menjalani setiap proses yang Tuhan Allah ijinkan dalam hidup. Sebab ketekunan adalah sebuah sikap aktif yang bersedia berjalan maju dan memperjuangkan apa yang kita yakini sebagai kebenaran.

• Hidup aman, tentram dan sejahtera adalah anugerah Tuhan Allah. Tidak ada cara lain merespon anugerah penyertaan-Nya, kecuali bertekun mengasihi-Nya. Ketika mengasihi-Nya, maka kita akan memelihara dan melakukan Firman-Nya dalam seluruh aspek kehidupan. Menikmati ketentraman dan kesejahteraan hidup adalah bukti bahwa sesungguhnya Tuhan Allah peduli dengan segenap gumul dan juang serta harapan hidup umat kepunyaan-Nya. Tuhan Allah adalah sumber hidup, yang menjadi jaminan atas usaha yang dikerjakan umat-Nya untuk menikmati hidup aman, tentram dan sejahtera. (mtpjgmim)

Berita Terkait

Top