Renungan Minggu: 20 – 26 Oktober 2024 – Tepatilah Nazarmu – Hakim-Hakim 11:29-40


ALASAN PEMILIHAN TEMA

Ada orang mengucapkan janji, misalnya orang tua berjanji kepada anaknya, kalau lulus di sekolah dia akan menerima hadiah. Atau ada yang berjanji jikalau dia jadi anggota dewan akan memberi sesuatu untuk kepentingan banyak orang. Memang ada yang menepatinya, tapi ada juga yang tidak menepatinya. Orang gampang mengucapkan janji tapi mudah mengingkarinya.

Sebagai keluarga Kristen tentu hal ini tidak memberi contoh yang baik. Terlebih kalau mengucapkan janji kepada Tuhan Allah dan tidak ditepati. Mengapa begitu? Biasanya pikiran seseorang berubah setelah keinginannya terpenuhi atau lupa dengan janjinya. Dia tidak menyadari kalau apa yang diucapkannya dapat berakibat fatal, terutama kalau berjanji pada Tuhan Allah. Tidak jarang ada orang Kristen terjebak pada ucapan janjinya sendiri.

Dalam realitas ada orang Kristen ketika mempunyai rencana berdoa kepada Tuhan Allah dan mengucapkan janji atau nazar imannya agar tujuannya tercapai. Arti nazar dalam bahasa Indonesia adalah janji pada diri sendiri untuk melakukan sesuatu jika tujuannya tercapai. Dalam rangka terpenuhinya apa yang diharapkan tentang janji iman atau nazar maka mari kita ikuti kisah seorang hakim yang bernama Yefta. Perenungan sepanjang minggu ini akan dituntun oleh tema, “Tepatilah Nazarmu”

PEMBAHASAN TEMATIS

Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)

Kitab Hakim-Hakim ada di periode antara zaman Yosua sampai dengan zaman raja-raja Israel. Para hakim dipilih dari suku Israel dan berfungsi sebagai panglima perang dan pemimpin umat seperti hakim Yefta. Kitab ini mengungkapkan kemerosotan spiritual dan moral bangsa Israel ketika menetap di Kanaan yang akibatnya mereka ditindas oleh bangsa-bangsa lain sebagai penghukuman Tuhan Allah. Yefta seorang hakim di Israel yang memerintah selama enam tahun di masa bangsa Israel belum memiliki Raja. Yefta disebut seorang pahlawan yang gagah perkasa, anak Gilead dari istri perempuan sundal 11:1-2.  Kemudian saudara-saudaranya dari istri yang sah mengusir Yefta karena dipandang tidak punya hak atas tanah milik keluarga.

Yefta lari ke tanah Tob dan di sana ia bergabung dengan para petualang kota, yaitu para perampok, lalu Yefta diangkat sebagai pemimpin mereka. Yefta tinggal di lingkungannya yang baru, dia pantang menyerah dan dia berhasil menjadi seorang pahlawan gagah perkasa. Karena Yefta tumbuh menjadi seorang yang bijak dan takut Tuhan, ia selalu bertanya dan membawa seluruh perkaranya kepada Tuhan Allah (Pasal 11:11). Kemudian Yefta dipilih Tuhan Allah melalui tua-tua di Gilead, menjadi panglima perang saat bangsa Israel menghadapi bani Amon. Tuhan Allah mengurapi Yefta seperti dikatakan di ayat 18, Roh Tuhan menghinggapinya.

Ada pemahaman di masa Perjanjian Lama, jika Roh Tuhan memenuhi seseorang, berarti Allah menyertainya. Yefta mau melaksanakan perintah Tuhan Allah membela saudara-saudaranya, sekalipun mereka pernah menyakitinya. Yefta tidak pendendam, dia pemaaf dan pendamai. Tuhan Allah menyertai Yefta melaksanakan tugasnya dengan penuh semangat.

Ayat 30-31. Yefta bernazar kepada Tuhan Allah jika memberinya kemenangan.  Isi nazar Yefta adalah jika ia menang melawan bani Amon maka yang pertama keluar dari rumahnya akan menjadi kepunyaan Tuhan dan dipersembahkan sebagai korban. Ada hukum yang mengatur bahwa nazar adalah persembahan yang maha kudus bagi Tuhan (Imamat 27: 2, 28). Nazar atau janji iman, merupakan komitmen pribadi dengan Tuhan Allah sehingga harus dipenuhi dan berdosa jika tidak ditepati. Atas nazarnya, Yefta diberi kemenangan oleh Tuhan Allah. Yefta mengalahkan bani Amon dengan mudah bukan semata-mata karena pengalaman dan kehebatannya, tapi karena Tuhan Allah yang menyerahkan atau yang berperang melawan para musuhnya.

Saat kembali ke rumahnya di Mizpa, Yefta tidak membayangkan kalau yang pertama keluar menyambutnya dari rumahnya adalah anak gadis satu-satunya dengan tarian rebana. Dugaannya salah, Yefta mungkin berpikir yang pertama dia temui untuk menyambutnya adalah binatang dan bukan anaknya. Melihat kenyataan itu, Yefta mengoyakkan bajunya, ia sangat sedih dan hatinya hancur tanda penyesalan. Mungkin Yefta berharap anak gadisnya akan menjadi penerusnya dengan menikah untuk kelangsungan keturunannya. Tapi Yefta tidak bisa menarik nazarnya, meskipun ada peluang jika Tuhan Allah berkenan membaharui nazarnya, (bdk. Im.18:21; Bil.30: 2 – 5).

Kendati keputusannya sangat dilematis, namun Yefta lebih memilih memenuhi komitmen pribadinya kepada Tuhan Allah. Perjuangan batin yang sangat sulit, tapi itulah pengambilan keputusan terbaik Yefta maupun anaknya yang bersedia memenuhi nazar dan menghormati ayahnya. Untuk memenuhi komitmen nazar ayahnya maka dia minta ijin selama dua bulan pergi menyendiri dan menangisi kegadisannya. Artinya dia mengkhususkan dirinya untuk mempersiapkan hidupnya menjadi milik kepunyaan Tuhan.

Di sebutkan “anaknya tidak pernah kenal laki laki”, ini menunjuk pada kesuciannya. Dia sungguh-sungguh mempersembahkan hidupnya menjadi korban yang kudus bagi Tuhan Allah. Yefta mengiyakan permintaan anaknya sehingga dua bulan kemudian nazarnya ditepati. Yefta mempersembahkan anak satu satunya menjadi korban persembahan untuk Tuhan. Ayah dan anaknya benar-benar menampakkan integritas sebagai keluarga hamba Tuhan Allah.

Selanjutnya dikatakan, menurut adat bahwa anak-anak perempuan Israel membuat perayaan selama empat hari tiap tahun untuk mengabadikan kisah ini. Mereka “mengingat anak gadis itu, mengenang kerelaannya mau menjadi korban yang maha kudus untuk Tuhan. Mereka menyanyikan perbuatan Tuhan Allah dan mempersembahkan hidup untuk kemuliaan nama-Nya. (Band. Ibrani 13:15, Hakim Hakim 5: 11).

Kisah ini juga mengingatkan bagaimana Yesus Kristus sebagai korban satu-satunya menebus dan menghapus dosa manusia. Dia yang tidak berdosa tetap setia dan rela sampai mati di kayu salib untuk menggenapi janji Tuhan Allah bagi manusia. “Jadi, seperti yang sudah Allah janjikan, Dia mengangkat Seorang dari keturunan Daud untuk menyelamatkan Israel — yaitu Yesus.” (Kisah 13:23).

Makna dan Implikasi Firman

• Roh Tuhan menyertai setiap orang yang dipilih dan diutus untuk melakukan kehendak-Nya. Tuhan Allah berkenan kepada utusan atau pemimpin yang berintegritas, berkarakter dan berkepribadian yang taat serta penuh kerendahan di hadapan-Nya. Tuhan Allah terkadang membentuk pribadi yang melayani-Nya melalui proses hinaan, celaan dan penderitaan untuk menjadi tangguh dan militan. Cara-Nya sering sulit diselami manusia, tetapi pasti membuat berhasil setiap orang yang mengandalkan-Nya.

• Setiap orang Kristen memahami apa itu janji iman atau nazar. Nazar atau janji iman sering diucapkan ketika berada dalam kesulitan. Karena itu nazar sebaiknya dinyatakan setelah berpikir dengan tenang, matang, penuh hikmat dan tidak buru-buru atau secara emosional supaya jangan berbalik menjadi jerat bagi kita (band. Amsal 20:25).

• Nazar harus ditepati dan kalau tidak bisa menepatinya jangan bernazar atau berjanji. Sebagai orang kristen, kita harus tahu berterima kasih kepada Tuhan Allah sumber kehidupan dan keselamatan. Nazar bukan untuk menyogok Tuhan Allah agar mendapatkan kasih karunia-Nya. Tetapi kalau kita bernazar berarti kita bersyukur dengan memberi persembahan maha kudus kepada Tuhan Allah yang telah menyertai, memberkati dan memberi keselamatan. Amin. (mtpjgmim)

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top