Renungan Minggu: 11 – 17 Agustus 2024 – Roma 13:1-7 – Pemerintah adalah Hamba Allah untuk Kebaikan
ALASAN PEMILIHAN TEMA
Warga gereja, termasuk GMIM, adalah warga Negara Indonesia dan warga Kerajaan Sorga. (Filipi 3:20: Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga,) Sebagai orang Kristen kita harus memperlengkapi dan meningkatkan kualitas diri agar menjadi warga Negara Indonesia dan Warga Gereja yang baik serta bertanggung jawab. Bertanggung jawab artinya mampu menanggung beban, membiayai, rela menahan atau menderita ketika mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan demi ketaatan dan kesetiaan sebagai murid Yesus Kristus.
Orang Kristen yang hidup di negara yang demokratis dan pemerintahnya menjamin kebebasan serta kesamaan hak warga negaranya tentu menyenangkan. Tetapi ketika keadaan sebaliknya, maka kita membutuhkan pencerahan firman Tuhan Allah agar sikap kita sebagai orang Kristen tidak bertentangan dengan kehendak-Nya. Bagaimana sikap kita terhadap pemerintah yang jahat dan menghujat Tuhan Allah? Perenungan sepanjang minggu ini akan dituntun oleh tema, “Pemerintah adalah Hamba Allah Untuk Kebaikan.”
PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Roma Pasal 13:1-7 berisi ajaran tentang sikap etis orang Kristen terhadap pemerintah. Sikap itu adalah takluk, menghormati dan tidak melawan pemerintah, membayar pajak dan berbuat baik. Mengapa orang Kristen harus bersikap demikian kepada pemerintah? “…sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.” (ay.1.b) Rasul Paulus menyatakan hal ini untuk menegaskan apa yang dikatakan Yesus Kristus menjawab pertanyaan Pilatus: “Maka kata Pilatus kepada-Nya: “Tidakkah Engkau mau bicara dengan aku? Tidakkah Engkau tahu, bahwa aku berkuasa untuk membebaskan Engkau, dan berkuasa juga untuk menyalibkan Engkau?” Yesus menjawab: “Engkau tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas.” (Yohanes 19:10-11)
Firman ini mengajarkan bahwa semua kuasa (otoritas) berasal dari Tuhan Allah, termasuk kuasa (otoritas) yang baik dan jahat. Orang Kristen diajak untuk melihat kuasa (otoritas) dari perspektif ilahi dan percaya bahwa Tuhan Allah memiliki rencana meskipun melalui pemerintah yang tidak sempurna. Ayat 4, “Karena pemerintah adalah hamba Allah.” Hamba, δούλος: doulos adalah budak atau pelayan. Pada ayat 6 disebut “pelayan-pelayan Allah”: leitourgov: leitourgos, seorang pelayan publik, pelayan negara, pendeta. Karena itu, tugas pemerintah adalah menjaga ketertiban dan menegakkan hukum. Pemerintah memiliki tugas untuk memuji yang berbuat baik dan menghukum yang berbuat jahat. Dengan kata lain, pemerintah berfungsi sebagai alat Tuhan Allah untuk keadilan.
“Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah…” Kata takluk upotassw; hupotasso: menundukkan diri, merendahkan diri; takluk; tunduk pada kendali seseorang; untuk taat, tunduk. Kata hupotasso adalah istilah militer yang berarti “mengatur (divisi pasukan) dalam sebuah sistem militer di bawah komando seorang pemimpin.” Takluk dalam masyarakat sipil artinya sikap sukarela menyerah, bekerja sama, tanggung jawab dan memikul beban bersama. Takluk kepada pemerintah pada waktu itu adalah hal yang dilematis. Nero adalah kaisar Romawi waktu itu. Nero dengan sangat tidak berperikemanusiaan menganiaya orang Kristen dengan menangkap, menyiksa dan mengeksekusi dalam berbagai bentuk yang sangat brutal dan kejam.
“Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak.” Sebagaimana kata Yesus Kristus, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” (Matius 22:21) Kendati ada berbagai jenis pajak pada waktu itu sangat memberatkan dan ada kelompok Zelot yang menentang penjajahan Romawi serta tidak mau memabayar pajak, namun Rasul Paulus menegaskan kewajiban warga negara membayar pajak sebagaimana ajaran Yesus Kristus.
Tidak melawan pemerintah artinya tidak memberontak atau melawan secara radikal dan revulusioner. Karena pemerintah adalah ketetapan Tuhan Allah yang memiliki kuasa (otoritas) dan akan mendatangkan hukuman bagi yang melawan.
Berbuat baik, agayov; agathos: berguna; kebajikan, murah hati, setia, yang mulia, perbuatan baik. Agathos adalah perilaku hidup sesuai nilai moral dan etika berdasarkan iman yang tidak bertentangan dengan norma yang berlaku. Atau jika norma yang berlaku bertentangan dengan iman, maka orang Kristen berkewajiban memperjuangkan nilai keadilan dan kebenaran yang universal dengan baik.
Bagaimana sikap etis orang Kristen menghadapi pemerintah yang menghujat Tuhan Allah dan menuntut ketaatan serta kesetiaan melampaui ketaatan dan kesetiaaan kepada Tuhan Allah dalam Yesus Kristus? (band. Wahyu 13:4-8 dan Daniel) Rasul Paulus menegaskan, “Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita.” (Ay.5) Suara hati, suneidhsiv; suneidesis: hati nurani, suara, kesadaran, jiwa sebagai pembeda antara apa yang secara moral baik dan buruk. Hati nurani adalah kemampuan seseorang untuk merasakan apa yang benar dan salah atau membedakan antara baik dan buruk. Hati nurani adalah suara batin atau perasaan moral yang membimbing seseorang untuk membuat keputusan yang tepat sesuai dengan norma moral dan etika.
Rasul Paulus menegaskan sikap Yesus Kristus terhadap kaum Farisi; “Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Pertanyaanya adalah, manusia diciptakan menurut gambaran siapa? Kejadian 1:26. “Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita (Imago dei), supaya mereka berkuasa atas ikanikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Allah pencipta, maka kewajiban orang percaya kepada pemerintah tidak boleh melampaui kewajiban sebagai gambar Allah (Imago Dei) kepada sang Pencipta. Sebagai gambar Allah, manusia diberikan hati nurani dan sebagai orang yang telah diselamatkan-Nya melalui pengorbanan Yesus Kristus, maka ketaatan dan kesetiaan orang Kristen kepada pemerintah tidak boleh merusak harkat dan martabat manusia ciptaan-Nya yang telah ditebus, dikuduskan oleh darah-Nya dan diselamatkan.
Makna dan Implikasi Firman
• Tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Pemerintah adalah hamba (doulos) Allah,pelayan-pelayan Allah (leitourgov: leitourgos, seorang pelayan publik, pelayan negara, pendeta. Semua kuasa (otoritas) pemerintah berasal dari Tuhan Allah. Karena itu pemerintah yang ada di dunia ditetapkan oleh Tuhan Allah untuk tujuan tertentu. Pemerintah sebagai hamba Allah bertugas menjaga ketertiban, menegakkan hukum, membangun masyarakat adil, makmur, sejahtera lahir dan batin.
• “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah…” Salah satu bentuk ketaatan kepada Tuhan Allah adalah takluk kepada kepada pemerintah yang ditetapkan-Nya dengan menaati hukum, membayar pajak dan menghormati serta mendoakan pemerintah agar diberi hikmat dan hati nurani untuk berkomitmen menjaga integritas mewujudkan negara dan bangsa Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera lahir dan batin. “Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan.” (1 Timotius 2:1-2) Kita mendukung kebijakan pemerintah yang adil. Dalam konteks negara Indonesia pajak berbeda dengan pajak konteks orang Kristen di Roma. “Pajak di Indonesia adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” (UU Pajak)
• Sebagai warga gereja, kita takluk kepada pemerintah bukan karena takut akan hukuman, tetapi dengan hati nurani. Dengan hati nurani artinya atas dasar kesadaran iman untuk mewujudkan suasana syalom yaitu nilai-nilai kerajaan Sorga di mana kita berada. Suasana kerajaan sorga adalah keadaan: Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu. (Wahyu 21: 4) Sebagai gereja-Nya, kita adalah kawan sekerja-Nya untuk mewujudkan keadaan itu. (1 Korintus 3:9) Karena itu sebagai manusia yang segambar dengan-Nya, di samping kita harus takluk kepada pemerintah, maka kita harus lebih taat kepada-Nya apabila ada pemerintah yang menghambat dan menentang perwujudan keadaan damai sejahtera.
• Bagaimana sikap kita terhadap pemerintah yang tidak adil, jahat dan menghujat Tuhan Allah? Kisah Daniel dan kawan-kawan, Yesus Kristus dan para Rasul memberikan teladan bagaimana menghadapi ketidakadilan namun tetap setia kepada Tuhan Allah dan berdoa serta berjuang menghadirkan suasana kerajaan Sorga. Memang kita harus menghormati para pemimpin atau pemerintah yang ada di atas kita, walaupun kita tidak setuju dengan kebijakan mereka. Akan tetapi kita wajib untuk aktif terlibat dalam masyarakat, memperjuangkan keadilan sosial dan kebenaran tanpa melanggar hukum. Ini adalah bagian dari panggilan kita sebagai warga kerajaan Sorga di bumi. Karena itu kehidupan warga gereja harus memancarkan nilai-nilai kerajaan Sorga, termasuk dalam cara mereka berinteraksi dengan pemerintah dan sesama warga negara dengan mengedepankan keadilan, kasih, dan integritas dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita menghadapi dan mengalami ketidakadilan, maka sebagai orang Kristen memiliki tanggung jawab untuk menyuarakan kebenaran dengan cara yang kristis, konstruktif dengan cara sesuai konstitusi. Perjuangan kita termasuk berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi seperti pemilihan kepala daerah, memberikan suara dengan memilih orang baik dan berintegritas serta berpartisipasi dalam dialog publik yang sehat dan konstruktif. Kendati orang Kristen wajib untuk takluk kepada pemerintah, namun dalam hal-hal yang bertentangan dengan iman, maka kita meneladani sikap para rasul yang memilih untuk “lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia.” (Kisah Para Rasul 5:29). Ketika Mahkamah Agama Yahudi yang berkuasa melarang dengan keras Rasul Petrus dan kawan-kawan mengajar dalam nama Yesus Kristus dengan ancaman hukuman, “Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia.” (Kisah Para Rasul 5: 27- 29) Dan mereka tetap melanjutkan pemberitaan Injil tentang Yesus Kristus yang bangkit. Takluk, taat dan menghormati penguasa bagi orang Kristen adalah kewajiban, tetapi ada batasnya. Dietrich Bonhoeffer seorang pendeta Jerman menolak intervensi Hitler terhadap gereja dengan meneladani sikap Daniel dan kawan-kawan terhadap kebijakan Nebukadnezar dan Darius raja Babel. Amin. (mtpjgmim)