Renungan Minggu: 10 – 16 Desember 2023 Minggu Adven II – Nubuat Lahirnya Raja Damai – Yesaya 8:23-9:6
ALASAN PEMILIHAN TEMA
Masyarakat Kristen atau jemaat sering menyebut bulan Desember adalah bulan Damai karena dihubungkan dengan kelahiran Sang Raja Damai. Bahkan sebelum bulan Desember yaitu memasuki bulan September lagu-lagu bertema damai mulai diperdengarkan di berbagai tempat seperti di rumah, kendaraan dan pertokoan. Tetapi dalam kenyataan masih ada yang tidak menikmati dan merasakan damai itu karena lebih berfokus pada ketersediaan kebutuhan-kebutuhan materi untuk merayakan Natal. Dan berusaha memaksakan diri untuk tercapainya keinginan dan bukan karena kebutuhan. Lebih lagi ketika berusaha untuk sama dengan orang lain demi sebuah gengsi dan harga diri. Hal ini dapat mendorong orang mengupayakan dengan pelbagai cara, bahkan dengan cara yang negatifpun untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Dan jika ini yang terjadi maka penderitaan, kesengsaraan dan kesulitanpun tidak terelakkan, sehingga rasa damai menjadi sesuatu yang sukar dinikmati.
Pada akhirnya perayaan dan penghayatan minggu-minggu Adven menjadi tidak atau kurang bermakna. Padahal perayaan minggu – minggu Adven harusnya mengarahkan hati, pikiran dan segenap kehidupan kita untuk menghayati betapa Yesus Kristus Tuhan kita mendatangkan damai sejahtera-Nya bagi semua umat manusia (band Lukas 2: 10 – 14). Menghadapi situasi seperti itu maka perenungan kita sebagai warga gereja di Minggu Adven yang kedua ini di bawah tema: “Nubuat Lahirnya Raja Damai.”
PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Kitab Yesaya adalah hasil karya nabi Yesaya sendiri yang dipanggil Tuhan bekerja dan berkarya di Yehuda sekitar tahun 742 SM pada tahun matinya Raja Uzia. Dan ia bekerja dalam pemerintahan 4 raja Yehuda yaitu Uzia, Yotam, Ahaz dan Hizkia (1:1). Nama Yesaya sendiri dalam bahasa Ibrani berarti: “TUHAN MENYELAMATKAN”. Para ahli Perjanjian Lama membagi kitab Yesaya menjadi 3 bagian. Bagian Pertama disebut Proto Yesaya Psl 1-39 yang diberikan untuk orang Israel sebelum dibuang, bagian kedua disebut Deutro Yesaya Psl 40 – 55 disampaikan pada saat ada di pembuangan dan yang ketiga Trito Yesaya Psl 56 – 66 berita ketika kembali dari pembuangan.
Pasal 8:23- 9:6 berlatar belakang pengalaman pahit yang menimpa dua suku Israel Utara yaitu Zebulon dan Naftali yang paling duluan mengalami kekalahan akibat invasi Raja Asyur yaitu Tiglat Pileser 3. Penyerangan yang dilakukan oleh bangsa Asyur telah menempatkan bangsa Israel pada kesesakan dan kegelapan, kesuraman yang mengimpit dan dibuang ke dalam kabut (pasal 8: 22) suatu keadaan yang sungguh tidak menyenangkan karena pengharapan untuk kembali jadi baik hampir mustahil. Karena itu kalau kita membaca pasal 7 Yesaya juga memperingatkan Israel Selatan yaitu Yehuda untuk tidak meminta bantuan dan kompromi dengan bangsa asing ketika mereka mulai diancam oleh Asyur sesudah Asyur mengalahkan Israel Utara.
Pasal 8: 23 Dalam suasana kehidupan yang hampir putus asa dalam ketidakberdayaan hadirlah berita yang menggembirakan, sangat mensukacitakan bahwa suasana akan diubahkan Tuhan. Tidak akan ada lagi kesuraman bagi Israel yaitu tanah Zebulon dan Naftali. Semua akan diubahkan Tuhan dari negeri yang “terimpit” (KBBI: tersepit, terapit, tertindih) suasana yang melukiskan ketidakberdayaan, tak dapat melakukan apa-apa bahkan saat mana mereka “direndahkan Tuhan” dipermalukan Tuhan setelah menganggap diri kuat tinggi mampu. Sehingga dua wilayah paling Utara ini pada akhirnya dikuasai dan diduduki oleh bangsa-bangsa lain. Mereka kalah dan dijadikan tawanan perang dan diangkut ke Asyur (2 Raja 15:29). Bahkan tanah merekapun dijadikan bagian wilayah Asyur yang kemudian daerah itu dikenal sebagai Galilea termasuk Gilead (tanah di Timur Yordan) dan Dor (tanah di sepanjang Laut Tengah) juga dijadikan wilayah Asyur. Tapi dari mereka yang tinggal di wilayah-wilayah yang diancam dan ditawan Asyur, masih ada sisa-sisa Israel yang memiliki pengharapan atas nubuatan Yesaya. Bahwa ada satu masa Tuhan akan memuliakan jalan ke laut, daerah seberang sungai Yordan dan wilayah bangsa-bangsa lain. (Alkitab BIMK: tetapi di masa yang akan datang Ia akan memberi kehormatan kepada seluruh wilayah dari laut Tengah ke Timur sampai seberang sungai Yordan bahkan sampai Galilea yang didiami oleh orang asing). Bahwa ada waktu bagi Tuhan untuk memberi kehormatan dan mengangkat mereka kembali dan menempatkan lagi di tempat mereka yang sebenarnya. (Yesaya 9:1)
Setelah sekian waktu hidup dalam kesuraman, kegelapan, kekelaman saatnya bangsa itu melihat terang yang “besar” dan terang itu bersinar. Ini merupakan nubuatan dan janji bagi orang Israel yang akan mengalami pembebasan dan tanda-tanda berakhirnya masa kesuraman sehingga mereka yang terimpit dan direndahkan akan pertama-tama akan melihat kemuliaan Allah.
Tokoh Reformasi Jhon Calvin melihat bahwa nabi Yesaya ketika Ia berbicara tentang kembalinya orang-orang buangan dari Babel, tidak hanya melihat pada satu zaman saja tetapi juga pada suatu zaman yang akan datang hingga Yesus Kristus datang dan memberi kelepasan penuh dari perbudakan dosa atas umat-Nya. Dan jika masa itu tiba, maka ketentraman dan kegembiraan yang digambarkan dengan sorak-sorai dan sukacita seperti orang yang sangat senang ibarat seorang laki – laki yang pulang dengan soraksorai karena kerja kerasnya yang dengan sabar mengolah lahan pertanian berhasil dan menikmati panen yang melimpah. Atau kesenangan dan kegembiraan para tentara yang mengalami kemenangan dalam perang dan mendapatkan banyak jarahan atau rampasan yang mereka bagi- bagi (Pasal 9:2)
Sukacita dan kegembiraan umat Isreal terus meningkat sebab peralatan perang milik bangsa Asyur yang menyebabkan penderitaan seperti kuk dan gandar yang menekan diangkat dari mereka dan juga tongkat akan dipatahkan (Pasal 9: 3). Suasana itu digambarkan seperti pada hari di mana Gideon mengalahkan Midian di lembah Yizrel sebagaimana dicatat dalam Hakim-hakim pasal 7. Bahkan pasukan tentara yang kuat dan perkasa seperti sepatu yang berderap, jubah yang berlumuran darah akan dibakar sehingga suasana menakutkan, mencekam tidak akan ada lagi.
Sebaliknya bahwa mereka akan bertemu dengan Sang Penyelamat bahkan lambang pemerintahan akan disematkan padanya, pada “Seorang Anak laki-laki yang akan dilahirkan yang digelari Penasihat Ajaib”. Gelar pertama yang diberikan berhubungan dengan ke-Ilahian. Allah yang Perkasa gelar kedua yang menggambarkan keperkasan/kekuatan Ilahi. Bapa yang Kekal dapat dipahami seperti orang tua yang mengasihi anak-anaknya. Dan Raja Damai, raja yang orientasinya pada kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya. (Pasal 9:4-5).
Dan selama masa pemerintahannya hal damai sejahtera akan terus menerus teralami di seluruh wilayah pemerintahannya karena pemerintahannya didasarkan pada keadilan dan kebenaran. Bahkan kedua hal ini terus dikokohkannya dan diperjelas bahwa Raja ini berasal dari keturunan Daud. Dan inilah janji Tuhan bagi kaum Israel dalam keterpurukan mereka atas dosa dan kesalahan pemimpin (Raja-raja) tapi juga dikuti oleh masyarakatnya. (Pasal 9: 6)
Makna dan Implikasi Firman
• Kejatuhan Zebulon dan Naftali bukanlah akhir dari pekerjaan Tuhan, karena Tuhan bekerja bukan berdasarkan dosa dan kesalahan umat tapi atas kasih karunia-Nya untuk membuat umat bertobat dan hanya berpaut serta bersandar pada kekuatan-Nya. Bukan pada kekuatan-kekuatan lainnya (jabatan, kekuasaan, popularitas, kepemilikan).
• Masa kesuraman/kegelapan terkadang diijinkan Tuhan terjadi, agar manusia dapat belajar dari kesalahannya, kekurangannya bahwa ternyata penyangkalan pada Tuhan membuat manusia sengsara, menderita dan dia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Dan hanya Tuhan sajalah yang dapat mengangkatnya dan membebaskannya.
• Masa Raya Adven (1-4) adalah masa penantian datangnya Sang Juruselamat di setiap tahun sebagai peringatan dan penghayatan akan lahirnya Yesus Kristus Sang Raja Damai di Kota Daud Betlehem. Masa raya Adven tidak hanya menunggu secara pasif tetapi juga secara aktif mengikis, memperbaiki dan memperbaharui prilaku dan tindakan yang tidak mencerminkan keadilan dan kebenaran sebagaimana Tuhan hadir dalam pemerintahan yang adil dan benar.
• Orang percaya yang sedang merayakan masa Raya Adven harus sedia dan rela membawa perdamaian di segala situasi dan kondisi di manapun ia tinggal dan hidup serta tidak hanya memfokuskan diri pada kesiapan secara materi untuk kesenangan sesaat.
• Mempersiapkan kebutuhan secara materi untuk Perayaan Natal tidaklah harus mendominasi prioritas hidup kita di bulan Desember yang pada akhirnya dapat menghalangi kita untuk melihat Terang yang sesungguhnya yang sudah memindahkan kita dari kegelapan, kesukaran dan kesuraman pada suasana hidup yang penuh damai sejahtera. (mtpjgmim)