Pilkada Sulut di Hitung Cepat: Mengapa Elly-Hanny dan Steven-Denny Kalah Sama Yulius-Victor?
Oleh Jeffry Pay
MASYARAKAT Sulut baru saja diperhadapkan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 27 November 2024 lalu. Banyak kejutan yang terjadi. Tapi paling fenomenal adalah Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Banyak yang kaget dan hampir tidak percaya, berdasarkan hasil hitung cepat pasangan Yulius Selvanus-Victor Mailangkay (nomor urut 1) bisa mengalahkan pasangan Elly Lasut-Hanny Pajouw (nomor urut 2) dan pasangan Steven Kandouw-Alfred Denny Tuejeh (nomor urut 3).
Mengapa terkejut. Pertama, Elly Lasut dan Steven Kandouw dalam setiap survei selalu diunggulkan dibandingkan Yulius Selvanus. Baik secara sendiri-sendiri, maupun berpasangan.
Survei tidak selalu menjadi ukuran, karena bisa saja yang diumumkan itu hanya untuk mempengaruhi massa, dan bukan survei yang betul-betul Independen dan ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.
Bisa dibayangkan Elly Lasut berdasarkan survei bisa menang di atas 50 persen. Diikuti Steven Kandouw di atas 30 persen. Sedangkan Yulius Selvanus hanya 7 persen.
Lalu dimana logikanya Yulius Selvanus-Victor Mailangkay bisa leading dengan hasil hitung cepat 36 persen melebihi Elly Lasut-Hanny Pajouw (32 persen) dan Steven Kandouw-Denny Tuejeh (31 persen).
Padahal dari segi politik Elly Lasut dan Steven Kandouw sudah malang melintang. Sudah pengalaman ikut kontestasi politik.
Elly Lasut pernah jadi Ketua DPRD Talaud. Tiga kali menang dalam pemilihan Bupati Talaud. Dua kali ikut kontestasi Pemilihan Gubernur Sulut.
Steven Kandouw pernah jadi Ketua DPRD Sulut. Dua kali jadi Wakil Gubernur Sulut. Pernah ikut Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Minahasa bersama Royke Roring, meskipun kalah.
Dan satu hal yang juga membingungkan, karena Partai yang berkuasa di Sulut adalah PDIP. Bisa dibayangkan Steven Kandouw adalah incumbent. Lalu Bupati dan Walikota di beberapa daerah di Sulut dipegang PDIP. Bahkan di saat banyak warga ingin ganti warna, ternyata 9 dari kabupaten/kota
di Sulut PDIP masih menang. Tapi kenapa Steven Kandouw kalah.
Sementara Yulius Selvanus baru kali ini terjun ke politik. Dan secara kultural lebih sebagai orang Toraja daripada sebagai orang Minahasa. Karena baru saat ini Yulius intens mengaku sebagai orang Minahasa.
Lalu dimana letak kemenangan Yulius Selvanus-Victor Mailangkay? Pertanyaan ini selalu disampaikan teman-teman saya ketika mereka menelepon saya. Mereka katanya ingin mendengar analisis saya.
Begini analisis saya. Pertama soal survei. Dari beberapa survei yang saya baca, memang Elly Lasut selalu diunggulkan. Sebagaimana awalnya Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unsrat pernah lakukan. Begitu pula polling dan survei lainnya.
Tapi dari survei itu saya mengambil kesimpulan, sampel yang diambil oleh surveyor tampaknya hanya di seputaran wilayah Minahasa Raya, dan tidak sampai menembus Bolaang Mongondow Raya dan Sangihe Talaud Raya.
Makanya Elly Lasut hanya dominan di Minahasa Raya. Yaitu di Manado, Minahasa, Minsel, Minut, Tomohon dan Minahasa Tenggara.
Bolaang Mongondow Raya rupanya tidak mengidolakan Elly Lasut. Dan Bolaang Mongondow yang adalah lumbung suara Prabowo Subyanto lebih memilih Yulius Selvanus yang memang dalam kampanye menyatakan diri sebagai “Pilihan Prabowo”. Dan masyarakat Bolmong Raya menginginkan ganti warna. Apalagi Yulius Selvanus satu-satunya calon yang mendengungkan anti korupsi.
Begitu juga di Sangihe Talaud Raya. Banyak yang tidak suka lagi dengan performance Elly Lasut. Terutama banyak isu-isu negatif terhadap dirinya. Baik dalam kepemimpinannya di Talaud, maupun karena isu “pergaulan” pribadinya. Bahkan di Talaud sendiri Elly sudah tidak disukai.
Kedua, Elly Lasut juga tampaknya tidak memiliki ongkos politik yang memadai. Makanya Elly Lasut-Hanny Pajouw hanya mau meraup dan mengandalkan suara yang murni. Artinya berdasarkan hati nurani.
Lalu soal Steven Kandouw. Memang bisa disebut anomali. Karena 9 kabupaten/kota bisa dikuasai PDIP. Tapi calon Gubernurnya kalah.
Mengapa Steven Kandouw kalah? Pertama, keinginan masyarakat Sulut untuk ganti warna memang cukup kuat. Kedua, sama seperti Elly Lasut, tampaknya Steven Kandouw juga tidak diminati di Bolmong Raya dan Sangihe Talaud Raya.
Sementara Steven Kandouw yang juga Wakil Ketua Sinode GMIM, dirugikan dengan gencarnya pemberitaan seputar kasus dana hibah Pemprov Sulut ke Sinode GMIM. Ia bahkan pernah menyatakan bersedia mundur kalau GMIM diobok-obok.
Ketiga, Olly Dondokambey terkesan sepertinya kurang daya juang untuk memenangkan Steven Kandouw-Denny Tuejeh. Sebagaimana pada masa-masa lalu.
Yang juga cukup berpengaruh adalah upaya aparat keamanan bersama Bawaslu dan KPU memberantas politik uang dan politik sembako. Karena bukan rahasia lagi, PDIP di Sulut sangat mengandalkan politik uang dan sembako.
Dan akhirnya sungguh tragis, Steven Kandouw-Denny Tuejeh hanya mendapatkan suara 31 persen dan berada di posisi buntut.
Namun di akhir catatan ini, mari kita bersabar untuk menunggu dan menerima hasil perhitungan real dari KPU. Saling klaim kemenangan bisa saja, tapi hasil akhir akan menentukan. Dan yang juga diharapkan masyarakat, bila ada kecurangan dan politik uang, penyelenggara pilkada dan aparat keamanan harus tegas memberikan sanksi sesuai aturan perundang-undangan.
(Jeffry Pay, seorang wartawan).