Peta Politik Jelang Pemilihan Gubernur Sulut 2024

Oleh JEFFRY PAY
MANADO, CahayaManado.com–Pertarungan menuju Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Utara makin dekat saja. Sebagaimana telah ditetapkan KPU untuk pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan dilaksanakan pada 27 November 2024.
Sejumlah figur makin banyak bertebaran di berbagai media, baik media sosial maupun media massa komersial.
Setidaknya Pemilihan Gubernur Sulut mulai terbagi dalam 3 poros. Ketiga poros itu tampaknya mengikuti situasi Pemilihan Presiden. Poros pertama adalah PDIP dengan Partai koalisinya. Apakah nanti PDIP akan tetap bersama PPP, Perindo dan Hanura, memang masih belum ada sinyal. Tapi PDIP bisa saja tanpa Koalisi, melihat hasil pilcaleg dimana PDIP masih mendominasi perolehan kursi di DPRD Sulut.
Kedua, Koalisi antara Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, Bulan Bintang, Gelora, PSI dan Partai Garuda yang di tingkat nasional dikenal dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Ketiga, koalisi perubahan yang dimotori tiga partai, yaitu Nasdem, PKB dan PKS.
Hanya saja situasi Pemilihan Presiden memang berbeda dengan Pemilihan Gubernur. Dimana untuk Pemilihan Gubernur di Sulut masing-masing partai dalam Koalisi ini menjagokan kadernya. Di Partai Demokrat hampir pasti hanya ada satu nama, yaitu Elly Engelbert Lasut (E2L). Bupati Talaud yang juga pernah mencalonkan diri dalam pemilihan Gubernur yang lalu, punya kans untuk dicalonkan karena Elly juga adalah Ketua Partai Demokrat Sulut.
Di Partai Golkar juga demikian. Semakin mengkristal nama Christiany Eugenia Paruntu (CEP) menjadi calon Gubernur. Apalagi CEP yang akrab dipanggil Tetty adalah Ketua Partai Golkar Sulut. Tetty juga pernah ikut dalam kontestasi Pemilihan Gubernur Sulut, tapi kalah dengan Olly Dondokambey yang berpasangan dengan Steven Kandouw.
Namun di kalangan Golkar juga ada calon lain yaitu Jerry Sambuaga yang kini sebagai Wakil Menteri Perdagangan. Selain itu ada pula nama Irjen Pol Ronny Sompie. Namun Ronny Sompie mengaku belum bersedia untuk masuk dalam pertarungan Pilgub.
Sementara dari Partai Gerindra juga punya keinginan untuk mencalonkan kadernya. Seperti Conny Rumondor, Wanti Waraney Mamahit, dan juga yang disebut-sebut Rahayu Saraswati, keponakan Prabowo Subianto. Bahkan ada pula nama Carlo Tewu yang bisa masuk nominator untuk dicalonkan Gerindra.
Kemudian di poros Koalisi perubahan, tampaknya hanya kader dari Nasdem yang juga memiliki bakal calon. Mereka adalah Victor Mailangkay, Vecky Lumentut, Felly Estelita Runtuwene, dan Tatong Bara.
Selanjutnya dari PDIP sejumlah nama yang mencuat adalah Steven Kandouw, Rita Tamuntuan, Maurits Mantiri, Joune Ganda, san Yasty Soeprejo.
Nama-nama lain di luar partai yang juga santer didengungkan adalah Petrus Golose, Jan Maringka, dan Tonny Wenas.
Proses pencalonan itu sendiri harus didasarkan pada perolehan kursi di DPRD Sulut. Hanya saja masih belum dipastikan apakah persyaratan pencalonan Pilgub tahun 2024 ini akan menggunakan kursi hasil Pemilu 2019 atau Pemilu 2024.
Kalau didasarkan pada Pemilu 2024 maka kekuatan partai-partai untuk mencalonkan kandidatnya dapat dilihat sesuai hasil Pemilu 2024, yaitu:
PDI Perjuangan mendapatkan 19 kursi DPRD Provinsi Sulawesi Utara disusul Partai NasDem 6 kursi, Partai Golkar 6 kursi, Demokrat 6 kursi, Gerindra 4 kursi, PKB 1 kursi, Perindo 1 kursi, PKS 1 kursi, dan PSI 1 kursi.
Bila hasil ini yang menjadi patokan, maka PDIP bisa mencalonkan kandidatnya tanpa perlu berkoalisi. Sementara untuk partai-partai lain, harus berkoalisi.
Yang perlu dicermati adalah kekuatan Koalisi Indonesia Maju yang baru saja berhasil mengantarkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memenangkan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Bila kekuatan ini tetap dipertahankan, dengan melihat hasil suara Prabowo-Gibran yang mencapai 75 persen di Sulut, itu sudah jadi modal yang kuat. Asal saja antar partai pendukung Prabowo-Gibran tidak terpecah-pecah. Apalagi kalau kekuatan Koalisi Perubahan yang didukung Nasdem, PKB dan Nasdem ikut bergabung. Sehingga nantinya hanya akan ada dua kekuatan yang bisa head tu head dengan PDIP.
Hanya saja gabungan kekuatan KIM dan Koalisi Perubahan, harus bisa mencalonkan pasangan yang memang punya kans untuk menang. Itu artinya baik calon Gubernur maupun calon Wakil Gubernur harus memiliki kemampuan yang bisa diandalkan, baik popularitas maupun elektabilitasnya. Begitu pula harus dibarengi dengan tiga O, yaitu Otak, Otot dan Ongkos.
Seperti yang pernah disampaikan Akademisi Unsrat Toar Palilingan, SH, MH, berkaitan dengan Pilkada di Sulut, Calon yang akan maju sudah pasti syarat utamanya adalah punya uang (ongkos). Karena partai-partai yang akan mencalonkan seseorang, tidak akan menitikberatkan pada visi misi atau kemampuan akademis dan sebagainya. “Tapi pasti yang akan ditanya apakah calon itu punya uang. Karena sekarang sistem kita dalam praktik Politik masih pragmatis. Jadi cost atau biaya politik harus diperhitungkan benar-benar. Misalnya saja, apa ada dana untuk membayar saksi. Belum lagi soal atribut dan kebutuhan kampanye. Kita tidak bicara soal politik uang tapi soal biaya atau cost politik,” ujarnya.
(Jeffry Pay, Wartawan senior)