Liando: Konsekwensi Penambahan Jumlah Kementerian Berakibat Jalan Buntu Demokrasi Pasca Pemilu


MANADO, CahayaManado.com-Pengamat Kepemiluan Unsrat Dr. Ferry Daud Liando mengatakan, mayoritas fraksi di DPR akhirnya setuju bahwa jumlah kementerian tidak dibatasi pada angka tertentu. “Dengan demikian jumlah kementerian yang saat ini berjumlah 34 kemungkinan akan bertambah entah berapa banyaknya,” ujarnya Senin (20/05/2024) di Manado.

Akibat perubahan ini, menurut Ferry Liando, akan sulit dibantah sebagai bentuk mengakomodasi bagi-bagi jatah partai politik (parpol), kelompok pengusaha, pensiunan dan Organisasi Kemasyarakatan (ormas) pendukung Presiden dan Wakil Presiden baik saat pilpres maupun yang bergabung pasca pilpres.

Ditambahkan, kebijakan ini akan melahirkan banyak konsekwensi logis terutama bagi kebuntuan demokrasi.

Pertama, jika semua kekuatan politik berburu kekuasaan, maka potensi otoritarianisme akan sulit dibendung. Partisipasi publik dalam setiap perumusan kebijakan publik akan tidak akan memiliki makna. Mekanisme checks and balances akan mati. Dalam hal ini esensi demokrasi makin kabur.

Kedua, fungsi negara adalah menjamin rakyatnya sejahtera, terdidik, aman dan nyaman. Penambahan jumlah menteri akan berkonskewensi pada penambahan anggaran negara untuk mensejahterhkan para elit-elit politik. APBN kita akan dibebani dengan tambahan membayar uang gaji, tunjangan, biaya operasinal menteri, dirjen-dirjen, sekjen, deputi, direktur. Pejabat-pejabat ini akan dilengakapi dengan sespri, ajudan, tenaga ahli. Mobil dinas, perjalanan dinas, asuransi, hingga rumah dinas. Jika mengikuti persidangan kasus korupsi menteri pertanian SYL, ternyata biaya operasional menteri bisa digunakan anak-anak menteri pergi ke salon untuk merawat kulit.

Ferry Liando mengatakan pula, jika jumlah kementerian bertambah, bagaimana dengan empati para penguasa terhadap rakyatnya yang mati karena kelaparan, mati tersiksa karena buruknya pelayanan publik di sektor kesehatan, saling membunuh ditengah jalan karena berebutan jalan yang sempit dan berlubang. Kriminalitas dimana-mana karena keterbatasan jumlah personil aparat hukum. Sebagian besar anak-anak tidak bersekolah karena tidak ada biaya sekolah dan fasilitas sekolah yang terbatas. Derita rakyat makin merana, sementara para elit tanpa hati memanipulasi kebijakan untuk kepuasan dan pesta pora.
Jumlah lembaga negara kita telah oversize. Selain kementerian, terdapat juga banyak lembaga-lembaga negara lain. Kadang tugas-tugasnya tumpang tindi bahkan ada kementerian yang saling berebut kewenangan seperti kemendagri dan kemendes, kemendikbud dengan kemenag, kemesos dengan kementerian pemberdayaan perempuan.

Ketiga, pelimpahan kewenangan pemerintah pusat ke daerah baik melalui perencanaan, kebijakan dan implementasi kemungkinan akan berbalik dan ditarik ke pusat. Penambahan sejumlah menteri kemungkinan akan ada kementerian yang tidak akan kebagian job atau kewenangan. Sebab keadaan kementerian yang berjumlah 34 saja, sebagian kementerian frustasi karena keterbatasan job dan kewenangan. Sehingga tugas lembaga-lembaga sektoral maupun lembaga horisontal kerap tarik menarik satu sama lain.

“Padahal prinsip otonomi daerah sesungguhnya merupakan anak kandung dari demokrasi,” pungkasnya. (*/jef)

Berita Terkait

Top