Pdt. Manampiring Tanggapi Kehadiran Ganjar Pranowo dan Politisasi GMIM


MANADO, CahayaManado.com – Kehadiran Ganjar Pranowo sebagai tokoh nasional dalam perayaan Hari Kenaikan Tuhan Yesus Kristus ke Sorga di Auditorium Bukit Inspirasi (ABI) Tomohon, Kamis (18/05) masih jadi topik pembicaraan, khususnya di kalangan GMIM.
Hal ini terkait dengan pro kontra soal politisasi GMIM. Banyak tanggapan muncul di media sosial maupun dalam percakapan lisan.
Media cahayamanado.com telah mengupayakan untuk meminta tanggapan dari Ketua Sinode GMIM Pdt. Hein Arina, ThD, seusai acara ibadah Kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga yang dirangkaikan dengan pertemuan bersama Ganjar Pranowo.  Namun Pdt. Hein Arina terkesan mengelak untuk memberi tanggapan. Ia hanya menyatakan, suasananya masih banyak orang. Dengan bahasa Tontemboan ia mengatakan, “Kelian pe tou, tarepek oka (Masih banyak orang, nanti sebentar saja). Tapi setelah dihubungi lagi, ia hanya berujar, “Nanti jo.”
Begitu pula Pdt. Piet M Tampi, STh, MSi yang dihubungi lewat telpon tidak bersedia memberikan tanggapan.
Tanggapan justru datang dari Pendeta senior GMIM Johan Manampiring, STh.
Ia mengatakan apa yang terjadi dengan kehadiran Ganjar Pranowo atas undangan Sinode Am Gereja-gereja Suluttenggo dan juga GMIM, hendaknya dilihat secara positif.
“Pak Ganjar hadir dalam perayaan Hari Kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga merupakan hal positif. Paling tidak ia bisa ikut mendengar tentang Tuhan Yesus,” ujarnya.
Dan adanya tanggapan mengenai politisasi GMIM, menurut Pdt Johan, hal itu memang biasa terjadi dalam situasi menjelang pemilihan, seperti Pilkada, Pilcaleg maupun Pilpres. “Pasti akan terjadi pro kontra, perbedaan pendapat dan juga dilatarbelakangi beda pilihan,” ujarnya.
Ia menambahkan, bukan baru kali ini terjadi demikian. “Dulunya waktu Golkar berkuasa, mereka juga melakukan hal yang sama. Begitu juga sewaktu Demokrat berkuasa. Jadi siapa yang berkuasa biasanya melakukan pendekatan kepada lembaga agama dan tokoh-tokoh agama.”
Bahwa ada pendapat yang berbeda, ia meminta agar disikapi secara positif. Sebab kalau semua disikapi secara negatif, maka akan muncul hal-hal negatif.
Bagi Johan Manampiring, seandainya Prabowo Subianto atau Anies Baswedan juga melakukan pendekatan kepada Gereja atau tokoh-tokoh Gereja, ya harus disambut juga. “Tapi bisa saja mungkin dengan cara berbeda. Karena saat ini mereka bukan dari partai penguasa,” ujarnya lagi.
Yang penting dalam menyikapi pro kontra dan perbedaan pendapat, jangan sampai timbul anarkis atau kerusuhan. “Karena hal itu akan merusak perdamaian dan ketentraman. Yang kita inginkan adalah Pemilu 2024 ini berlangsung damai, aman, dan sukses,” pungkasnya.

Untuk melengkapi pemberitaan ini, berikut kami lengkapi tanggapan tertulis dari Karel Najoan yang dimuat di media sosial:

GMIM DAN GANJAR PRANOWO

Hari ini saya membaca berbagai postingan di Medsos tentang kehadiran seorang Capres yg diusung oleh satu partai besar di Indonesia, dan semua tahu beliau adalah GANJAR PRANOWO.
Lalu ada apa dengan kehadiran seorang GP yang nota bene adalah gubernur Jawa Tengah aktif.
Dari sisi kepemerintahan, kehadiran GP dalam kapasitas Gubernur Jateng agak aneh karena Sulut khususnya bukan wilayah pemerintahan beliau tapi kalau beliau hadir dalam kapasitas bakal Capres yang diusung PDIP dan PPP, ini yang menarik, karena yang menjadi hostnya adalah BPMS GMIM.
Dititik ini awal dari permasalahan muncul.
Bahwa GMIM sebagai Gereja dimana Kredo kita mengatakan bahwa GMIM adalah Gereja yang kudus dan Rasuli pada hakekatnya adalah sebuah institusi yg tidak boleh bertindak partisan dalam konteks pemilu maupun pilpres.
Artinya GMIM sebagai institusi hendaknya dapat memberikan pendidikan politik bagi warganya untuk dapat menggunakan sepenuhnya hak konstitisionalnya baik dan bertanggung jawab dengan tidak berupaya melakukan penggiringan untuk memilih seorang Capres dari partai tertentu.
Apakah GMIM telah kehilangan kemandiriannya dalam konteks partisipasinya bagi nation and character building?.
Sekedar informasi bagi kita semua terutama bagi BPMS, bahwa BAWASLU RI telah mempublikasikan hasil kajian sebuah konsultan independent, bahwa Sulut menduduki RANGKING II dalam konteks INDEKS KERAWANAN PEMILU. Dan indikator yang menyumbang sehingga Sulut menduduki rangking dua ini adalah Politik uang dan CAMPUR TANGAN Aparat Pemerintah.
Masih segar dalam ingatan kita semua bagaimana keterlibatan aparat serta para petinggi GMIM menjadi tim sukses untuk seorang kandidat dalam PILKADA.
Kini dengan tanpa rasa malu dan bersalah kembali para petinggi GMIM akan berkumpul dengan seorang Capres usungan sebuah partai besar  PDIP.
Apakah ini bukan disebabkan ada dukungan aparat pemerintah di belakangnya, kalau tidak, bolehkah juga mengundang bertemu dengan BaCapres Prabowo, yang secara emosional beliau itu masih punya hubungan emosional dengan warga GMIM karena ibu beliau seorang perempuan Minahasa yang notabene mayoritas adalah warga GMIM? Apalagi beliau telah menunjukan kepeduliannya dengan membangun patung Schwarz yang bulan Juni akan kita peringati sebagai hari pendidikan dan penginjilan GMIM?.
Sebagai Gereja yang menjadi tiang moral bagi warga GMIM, seharusnya BPMS harus beprinsip untuk tidak berpihak pada partai politik tertentu dan Capres tertentu, akan jauh lebih kuat wibawa GMIM kalau bersikap non partisan.
Soal penggunaan hak pilih anggota jemaat tidak bisa dipengaruhi oleh siapapun, termasuk para pemimpin Gereja, karena hak pilih adalah privasi individu termasuk anggota jemaat GMIM.
Sebelum GMIM masuk terlalu jauh kedalam politik praktis sehingga meredusir fungsinya GARAM dan TERANG dunia, maka sebagai warga jemaat saya menghimbau para petinggi GMIM untuk cepat menyadari situasi ini agar GMIM kembali menjadi Gereja Kredo nya mengakui TUHAN YESUS KRISTUS sebagai kepala Gereja yg peristiwa kenaikanNYA kita peringati.
Syalom Elohim.

KAREL NAJOAN.

Anggota jemaat GMIM ZAITUN KAROWERU.

Selanjutnya tanggapan dari Helfried Lombo:

DIMANA SALAHNYA KETIKA KETUA UMUM SINODE GMIM MENGUNDANG PAK GANJAR HADIR MENGIKUTI IBADAH KENAIKAN TUHAN YESUS DI TOMOHON?

Sebelum mengundang Pak Ganjar untuk ikut Ibadah kenaikan Tuhan Yesus di Tomohon, tentu Ketum Sinode GMIM sudah melakukan rapat koordinasi antar pimpinan dan pengurus Sinode GMIM. Beliau tentu sangat paham itu semua. Dan bahkan sudah berkoordinasi dengan Pak Gubernur dan Wakil Gubernur selaku Pimpinan Daerah di Sulut. Sehingga menurut saya undangan itu sudah melalu pembahasan dan penggodokan yang matang.

Lagian bukankah Capres harus berdiri di atas semua Suku, Golongan dan Agama? Dan Pak Ganjar ini seorang Soekarnois sejati, penganut paham Nasionalis, dan Pancasilais. Sehingga bagi beliau tidak akan membedakan suku, golongan dan agama. Sehingga tidaklah bijaksana bagi beliau untuk menolak undangan beribadah. Apalagi ada sahabatnya di Sulut, yaitu Pak Olly Dondokambey, dimana mereka sama-sama selaku Pimpinan Daerah, selaku Gubernur. Dan sebagai Kader Partai, dimana Pak Olly Dondokambey selaku Bendahara PDIP, tentu Pak Ganjar ingin memanfaatkan momentum itu untuk melakukan berkunjung ke Sahabat sesama Gubernur, dan Pak Olly Dondokambey selaku Bendahara PDIP.
Kemudian dikaitkan dengan agenda kunjungan beliau ke daerah-daerah, dlm rangka sosialisasi Capres, tidaklah salah jika beliau menfaatkan momentum untuk menghadiri undangan Ketum Sinode GMIM tersebut.
Ini kan semua sudah Pak Ganjar sinkronkan dengan agenda beliau. Jadi tak ada yang harus disalahkan dalam hal Ketum mengundang Pak Ganjar. Ini semua terjadi karena ada kebetulan mementumnya bertepatan sama.
Sesuatu bisa terjadi, karena momentumnya ada dan tepat. Saya rasa tidak perlulah dipolitisasi soal undangan ke Pak Ganjar tersebut. Karena semua itu jadi mungkin saja karena mementumnya yg semua bertepatan.

Dan Pak Ketum, Pak Gubernur yang juga memiliki jabatan selaku Bendahara PDIP, tdak salah mengundang Pak Ganjar selaku Capres PDIP, untuk hadir di Ibadah tersebut. Karena tidaklah salah juga ketika Ketum berharap ketika Pak Ganjar Jadi Presiden bisa terjalin hubungan komunukasi yang baik kedepan. Semua itu adalah bagaimana ketepatan dlm memanfaatkan momentum atau kesempatan yang tepat serta Win Win situation.

Ditulis oleh.

Helfried Lombo.
Mantan Staf Khusus PDIP.

Dan berikut tanggapan Janeman Amang Botto:

Kamis 18 Mei 2023.

Semenjak tiba tadi malam hingga saat ini Bpk. Ganjar Pranowo digembar-gemborkan dengan berbagai opini, status serta komentar di medsos hanya demi mendiskreditkan beliau, bahkan ada yang membuat surat terbuka yang di tujukan untuk beliau. Dan mengenai surat terbuka ini saya mencoba memahami poin demi poin yang disampaikan dalam isi surat terbuka yang beredar di medsos tersebut, dalam kesempatan ini pula saya mencoba menanggapi isi surat terbuka ini:

Poin 1. Hari Kamis Tgl 18 Mei 2023 adalah hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus, yang dirayakan seluruh umat Kristen di dunia di jemaat masing-masing, termasuk di seluruh Jemaat GMIM.

Poin 2. Kunjungan Bapak telah merubah banyak agenda Ibadah Kenaikan di jemaat-jemaat GMIM karena para Pdt Ketua Wilayah dan Ketua Jemaat GMIM diwajibkan hadir di Tomohon untuk ‘mendoakan’ Bapak sebagai Capres.

Tidak mungkin karena kunjungan Bpk. Ganjar Pranowo akan banyak agenda Ibadah berubah, pembuktiannya ibadah yg dilaksanakan oleh jemaat-jemaat baik itu di gereja maupun di luar gereja yang dipimpin oleh para pendeta dan Ketua Jemaatnya hingga saat ini berjalan lancar tanpa ada kendala apapun. Memangnya Bpk. Ganjar Pranowo mau hadir di setiap Gereja GMIM hari ini hingga tergganggu agenda Ibadah di tiap Gereja….? Dan juga dalam isi surat  dari Sinode GMIM, tidak ada kata “diwajibkan” hadir untuk seluruh Ketua Jemaat, Pendeta dan lainnnya dalam perayaan Ibadah Kenaikan Yesus Kristus, itu hanyalah sebuah undangan…
So nda usah terlalu melebih-lebihkan….

Poin 3. Terkait point 1 dan 2 di atas, telah memunculkan pro kontra di kalangan jemaat. Sebab, kunjungan ini bertepatan dengan “Hari Raya Gereja Kenaikan Tuhan Yesus”, sehingga kunjungan Bapak menjadi sangat sensitive. Dianggap politisasi Hari Raya Gereja.

Justru pembuat surat terbuka inilah yang terlihat terlalu sensitif dalam menuangkan tanggapannya di surat terbuka tersebut mengenai hal ini, peran antagonis dari pembuat surat terbuka untuk Sinode GMIM dan Pemerintah saat ini sudah bukan rahasia umum lagi….

Poin 4. Sebagai warga Sulawesi Utara dan simpatisan Anda, saya bermohon ANDA TIDAK MENGHADIRI IBADAH DI AUDITORIUM BUKIT INSPIRASI TOMOHON.

Yang lain sementara berupaya mengajak orang2 untuk beribadah, bersilaturahmi demi memupuk serta menjaga persaudaraan serta toleransi yg so terjaga sekian lama di Sulawesi Utara, sangat miris sekali disaat seperti ini ada yg mengaku sebagai warga Sulawesi Utara, mengaku simpatisan, mengaku warga GMIM, mangaku warga Kristen, tapi ujung2nya “MENOLAK” orang yang akan datang “Beribadah” bersama-sama dengan kita merayakan Hari Raya Kenaikan Yesus Kristus. Apakah ini sebuah sikap yang patut di teladani oleh kita sebagai orang Kristen…..?

Poin 5. Jikapun Anda tetap hadir, maka Anda akan terus dibully, karena kehadiran Anda dianggap merubah banyak agenda perayaan di jemaat-jemaat, karena tanpa kehadiran Ketua Ketua Jemaat.

Kehadiran Bpk. Ganjar Pranowo di Sulawesi Utara merupakan sebuah undangan sekaligus silaturahmi dengan warga yg ada, dibully ataupun dipuji itu resiko beliau sebagai Calon Presiden RI. Kehadiran beliau yang dianggap bisa merubah agenda perayaan hari raya Kenaikan Yesus Kristus di jemaat2 itu mustahil, hanya mereka yg gagal paham dan berseberangan dengan beliau yang merasa terganggu dalam hal ini….

Salam Hormat saya buat om Joppie Worek “berbeda itu kawan bukan lawan”
Tuhan Memberkati torang samua, selamat malam dan selamat beristirahat…..

(Jeffry Pay)

Berita Terkait

Top