Nasib Conny Rumondor dalam Pusaran Konflik di Gerindra dan KIM

EUFORIA kemenangan Prabowo-Gibran yang ikut mengangkat Partai Gerindra masih terasa. Tapi menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Sulut situasi panas mulai terasa, karena partai-partai pendukung Prabowo-Gibran masing-masing memiliki kepentingan politik dalam skala Daerah.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden memang berbeda dengan Pilkada. Kalau Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden partai-partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) bisa bersatu, tapi tidak demikian dengan Pilkada.
Seperti yang terjadi saat ini, dinamika antar partai di Sulut ramai-ramai menjagokan kadernya dan bakal calon yang mendaftar. Dan bisa terbaca Koalisi Indonesia Maju tidak solid lagi. Partai Demokrat dengan Elly Lasut sudah lama ingin merebut kursi Gubernur Sulut.
Partai Golkar juga punya kepentingan sendiri, dimana Golkar juga berkeinginan kadernya untuk bersaing merebut DB 1. Sebagaimana disampaikan Christiany Eugenia Paruntu (CEP) bahwa untuk Pilkada Gubernur, Golkar punya Calon sendiri. Dan CEP sampai saat ini memegang mandat sebagai calon Gubernur. Selain CEP ada pula nama Carlo Brix Tewu. Tapi Golkar juga mesti mencari Koalisi dengan Partai lain.
Di sisi lain, Partai Nasdem juga punya posisi yang kuat dan menentukan. Meskipun Nasdem kini mesra dengan Koalisi Indonesia Maju pimpinan Prabowo, tapi untuk Pilkada mereka juga punya niat untuk mendapatkan posisi dengan memajukan kadernya. Di Nasdem ada nama Victor Mailangkay, Tatong Bara dan Felly Estelita Runtuwene.
Di kubu PSI sendiri terlihat lebih fokus mencari keberuntungan di Pilkada Minahasa Utara.
Lalu bagaimana dengan Gerindra. Setelah ramai perbincangan seputar diusungnya Yulius Selvanus Lumbaa dan Tatong Bara sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur, kini isue baru beredar bahwa Conny Rumondor akan dilengserkan dari kursi Ketua Partai Gerindra Sulut.
Sebelum Pemilu Presiden pun isue tersebut sudah sering dihembuskan. Dan isue itu makin santer saat ini, baik di internal Gerindra maupun eksternal.
Kemenangan luar biasa Prabowo-Gibran di Sulut ternyata tidak membawa reward (hadiah/penghargaan) bagi Conny Rumondor. Tetapi malah sebaliknya, menuju punishment (hukuman/sanksi).
Hal itu terlihat dari keputusan penunjukan Yulius Lumbaa dan Tatong Bara yang harus ia tandatangani atas desakan Dewan Pimpinan Pusat Gerindra. Keputusan itu sangat berat dan dengan air mata untuk ia lakukan. Tapi karena garis Partai seperti itu sebagai bawahan ia harus tunduk.
Padahal ia sudah membentuk Koalisi Solidaritas Sulut Maju (KSSM) yang beranggotakan Gerindra, Golkar, Nasdem dan PSI. Dan ia bersama pimpinan DPD sudah membuka Pendaftaran bagi para calon Gubernur dan Wakil Gubernur.
Conny mengaku sempat berhari-hari menangis atas keputusan itu. Apalagi Yulius Lumbaa selama ini ia nilai merusak solidaritas internal Partai Gerindra Sulut. Karena sejak 2022 Yulius berkeinginan merebut kursi Ketua Gerindra Sulut yang telah ia bangun.
Sebelum keputusan itu, Conny juga baru mengalami kegagalan karena tidak bisa duduk sebagai Anggota DPR RI berhubung suara pemilihnya tidak cukup mendukung dia untuk merebut kursi DPRRI. Dan saat ini calon terpilih DPR RI berinisial CL dari Gerindra Sulut harus berurusan dengan hukum terkait dengan politik uang.
Conny Rumondor menurut beberapa sumber memiliki kelemahan, karena mengeluarkan kebijakan yang tidak menguntungkan Gerindra. Antara lain, menolak beberapa tokoh potensial untuk maju sebagai calon Gerindra untuk DPR RI. Seperti Hillary Brigita Lasut yang akhirnya jadi caleg DPR RI dari Partai Demokrat dan Ramoy Luntungan yang juga dinilai punya basis massa.
Selain itu ada banyak kegiatan kedatangan keluarga Prabowo Subianto ke Sulut tidak didampingi Conny Rumondor. Sehingga ada anggapan Conny kurang menghargai keluarga Prabowo. Dalam acara Syukur Doa dan Siaga di Langowan baru-baru ini yang dihadiri kakak beradik Prabowo, Conny juga tidak nampak.
Bahkan saat Prabowo Subianto pulang kampung di Langowan di masa kampanye, sempat dipertanyakan mengapa Conny Rumondor tidak nampak. Meskipun Conny saat itu tengah sibuk dengan persiapan kunjungan Prabowo di Manado, setelah berkunjung di Langowan. Padahal di momen penting seperti itu sebagai Ketua Partai di daerah, ia seharusnya mendampingi Prabowo.
Namun dari beberapa kelemahan itu, banyak kalangan menilai apapun keberadaan Conny, tapi selama masa kepemimpinannya ia bisa melakukan kerja-kerja politik untuk kepentingan Gerindra. Bahkan ia sudah berkorban dengan pengeluaran pribadi. Dan belum tentu bila Conny diganti, Ketua DPD yang baru bisa berbuat lebih baik.
Conny saat ini memang harus berada dalam pusaran konflik kepentingan di dalam partai yang ikut dibesarkannya.
Mencermati apa yang dialami Conny ini, menjadi pelajaran bahwa begitu keras dan kejamnya dunia politik. Jadi bagi yang mau terjun di dunia politik harus berpikir dulu seratus kali. (Jeffry Pay)