Jusak Kereh: Saya Bangga Menjadi Minahasa
Jusak Kereh (tengah) bersama istri, anak-anak dan cucu
Oleh: Dr. Dr. Jusak Kereh, SH, MH, MTh
Terlahir dari seorang Ayah (Papi) ber-etnis Minahasa asli, yang dari logat dan cara bertuturnya, serta buah pikir-nya, terefleksi jelas keetnisannya yang jika ditelusuri lebih jauh, ya memang beliau berlatar keluarga besar KEREH-WAWORUNTU, Tou Minahasa Tulen.
Ayah saya menikah dengan seorang wanita keturunan Tionghoa bermarga Wong-Sumesey.
Namun ke-Minahasa-an dalam keluarga kami sangatlah dominan, karena sebagian besar kehidupan keluarga kami ada di tanah minahasa.
Jusak Kereh bersama istri
Sejak usia 20 an tahun saya harus merantau untuk mengadu nasib di luar tanah Minahasa, namun perkataan Papi saya, tetap ada di pikiran, dan terus mengiang di telinga saya:
“Nak, inga, ngana musti bangga jadi orang Minahasa, karena penjajahpun taruh orang Minahasa pada posisi yang terhormat. Nak…orang Minahasa dan tanahnya sangatlah diberkati Tuhan, dan berbeda. Satu saat angko akan mangarti itu.”
Tahun 1994, untuk kali yang pertama sejak merantau, saya menginjakkan kaki saya yang pertama di tanah Minahasa, dimana saya ditugaskan oleh kantor pusat BANK CIMB NIAGA (dahulu Lippobank), perusahaan konglomerasinasional dimana saya bekerja, sebagai Projek manager untuk membuka sekitar 22 cabang di Indonesia.
BANK CIMB NIAGA Manado adalah salah satu cabang yang saya rintis dari nol dan menjadi kepala cabang pertama di Manado (lokasinya saat ini, depan Plaza Manado).
Kemudian saya harus melanjutkan untuk membuka cabang di kota-kota Jawa Tengah, Jawa Timur dan kota-kota lainnya di Indonesia. Termasuk kemudian saya membuka lini bisnis pribadi saya di Jakarta.
Tetapi, ada perasaan yang berbeda saat saya menginjakkan kaki di kota Manado-Tanah Minahasa, dibandingkan dengan tempat/kota2 lain di Indonesia yang saya datangi.
“Nak, inga… kamu musti bangga jadi orang Minahasa…”*
Kata-kata itu bukan hanya mengiang di telinga saya, tetapi menjadi fakta yang tak terbantahkan dalam diri saya, yaitu setelah belasan tahun melihat tempat-tempat lain di Indonesia bahkan hampir sebagian besar tempat di muka bumi ini.
Tulang rusuk saya adalah wanita apa adanya dari keturunan Tionghoa Solo.
Sejak tahun 1998, kami berdua memilih untuk tinggal dan membesarkan kedua buah hati kami di Manado -tanah Minahasa.
Dan, impian pulang kampung saya terobati.
Di tanah inilah saya pun membangun beberapa bisnis, termasuk beberapa media cetak, elektronik dan online yang saya rasa akan bermanfaat bagi tou di tanah Minahasa ini.
Istri saya dan anak-anak kami kadang-kadang lebih Minahasa dari saya, apalagi soal makanan.
“Saya Bangga Menjadi Minahasa.”
“Saya bangga pada orang-orangnya, pada tanahnya yang sangat berbeda…”
Tou Minahasa,
*JKR*