Jual Beli Suara pada Pemilu 2024 Masih Sulit Dicegah
MANADO, CahayaManado.com–Tindakan jual beli suara pada pemilu 2024 kemungkinan besar masih akan sulit dicegah. Penyebabnya adalah tidak direvisinya UU 2 Tahun 2008 tentang Parpol dan UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Dua Undang-Undang ini menjadi pemicu utama terjadinya jual beli suara,” ujar Dr Ferry Liando, Dosen Kepemiluan Unsrat Manado pada acara Deklarasi Kampanye Damai dan Tolak Politik Uang yang digelar Bawaslu Manado, Jumat (22/12/2023) di Hotel Peninsula Manado.
Menurut Ferry Liando, kedua UU itu tidak mengatur secara ketat apa kewajiban parpol dalam mengikuti proses pemilu serta tidak mengatur kewajiban parpol dalam mengawal calon-calon yang berkontestasi serta sanksi-sanksi jika kewajiban itu tidak dipenuhi.
“Tidak ada norma yang mengatur kewajiban parpol untuk proses kaderisasi anggota untuk kurun waktu tertentu sebelum diselekesi menjadi bakal calon.
Jika proses kaderisasi tidak diwajibkan maka wajar jika banyak caleg bermasalah dari aspek kepemimpinan, kapasitas dan etika. Masih banyak parpol yang tidak melakukan proses kaderisasi serta banyak yang menjadi calon tapi tidak melewati proses seleksi yang ketat,” tuturnya.
Ia menambahkan, jual beli suara yang kerap dilakukan oleh caleg merupakan bukti bahwa parpol gagal membentuk karakter dan etika bagi kader-kadernya. Pelaku politik uang hanya bisa dilakukan oleh aktor-aktor yang minim integritas dan moral. Menghalalkan segala cara untuk menang.
Ferry juga mengatakan, jual beli suara terjadi juga karena para pelaku sangat minim kontribusinya di masyarakat. Karena kontribusinya nihil menyebabkan popularitasnya juga nihil.
Padahal semakin tinggi kontribusi sosial seseorang maka akan mempengaruhi popularitasnya.
“Belakangan ini banyak cara yang dilakukan oleh para politisi instan itu yakni rajin berdiakonia, rajin menjadi panitia dalam kegiatan-kegiatan keagamaan serta rajin memasang baliho atau iklan di media massa,” katanya lagi.
Jika para calon mengandalkan suap atau sogokan terhadap pemilih maka potensi yang bisa terjadi adalah terpilihnya calon-calon politisi DPR/DPRD yang tidak diharapkan. Bisa jadi kapasitas dan integritasnya di ragukan sehingga mustahil janji-janji politiknya saat kampanye dapat di wujudkan.
“Saya berharap para pemilih untuk berhati-hati menentukan pilihan. Jika ada caleg yang menawarkan uang atau imbalan lain, kemungkinkan motivasi caleg itu tidak betul-betul untuk melayani rakyat, akan tetapi hanya untuk kepentingan mendapatkan keuntungan ekonomi, kepentingan status sosial untuk dihormati, serta kepentingan mendapatkan pengaruh.
Jika caleg itu berkarkter dan berintegritas, maka tidak akan mungkin baginya menghalalkan segala cara untuk terpilih termasuk menyogok atau menyuap pemilih, ” pungkasnya. (*/jef)