Apa dan Siapa Orang Langowan: Penjelajah Dunia dan Berjiwa Pemimpin


Foto: Presiden RI Prabowo Subianto, yang Orang Langowan naik bendi di Langowan 

Oleh : JEFFRY PAY

ORANG LANGOWAN tiba-tiba saja jadi perhatian di seluruh Indonesia. Karena Presiden RI Prabowo Subianto saat mencalonkan diri sebagai Presiden dimana-mana menyebut dirinya sebagai Orang Langowan yang disingkat ORLA. Sekaligus ia menyebut dirinya sebagai Orang Banyumas yang disingkat ORBA.

Prabowo Subianto memang keturunan campuran Jawa dan Minahasa (JAMIN). Ayahnya Sumitro Djojohadikusumo adalah Orang Banyumas (Jawa). Sedangkan ibunya Dora Sigar berasal dari Langowan (Minahasa).

Untuk mengetahui identitas seseorang kebiasaan Orang Langowan dalam bahasa Tountemboan yang dipakai di Langowan selalu menanyakan ‘Sei Reen Sia’. Yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia: Siapa dia? Ini berarti merujuk pada identitas atau jati diri. Dalam hal ini identitas atau jatidiri Orang Langowan. Apa dan siapa Orang Langowan? Seperti juga seorang filsuf, Socrates, pernah mengatakan: kenalilah dirimu. Secara komunitas, Orang Langowan yang sering disebut sebagai Orla atau LA (Langowan Asli), adalah bagian dari Suku Minahasa, dari sub etnis Tountemboan.
Untuk melihat identitas Orla, ciri khas yang dominan adalah dari bentuk tubuh, bahasa, alam pikiran (pola pikir/cara pandang/mindset), budaya, dan agama.
Dari bentuk tubuh, Orang Langowan mempunyai ciri-ciri yang sama dengan orang Minahasa pada umumnya. Tapi secara khusus, orang Langowan kaum lelakinya terlihat kekar, enjoy dan murah senyum. Sedangkan kaum wanita, terlihat cantik, ramah dan juga murah senyum. Tentu ciri khas ini, harus diakui juga ada pengaruhnya dari dunia Barat. Maklum, Orang Langowan adalah orang Minahasa yang pertama kali mendapat sentuhan ‘pencerahan’, baik dalam kaitan dengan penginjilan, maupun modernisasi. Kedatangan bangsa Barat melalui kolonialisme dan penginjilan di Minahasa, sedikit banyak telah mempengaruhi identitas dan jati diri orang Langowan. Persentuhan dengan dunia Barat, sebagaimana juga disebut dalam buku Nicolas Graffland, membawa dampak positif maupun negative bagi orang Minahasa, dan sudah tentu dengan Orang Langowan.
Dari segi budaya, banyak adat istiadat dan juga kepercayaan (agama) yang hilang dari orang Langowan. Apalagi pada zaman kedatangan bangsa Barat, ada satu tekad bulat dalam dunia penginjilan, memberangus semua kepercayaan yang tidak Kristiani. Oleh karena itu, penginjilan di Minahasa, termasuk Langowan, banyak mendapat perlawanan. Sebagaimana cerita kedatangan Schwars di Langowan yang mendapat tantangan dari para tonaas. Sampai pada satu ketika, Orang Minahasa pun takluk pada penginjilan, dan semua ramai-ramai membuang kekuatan dari apa yang disebut ‘Dewa Lama’ (Opo-opo). Meskipun masih banyak yang mencampuradukkan kepercayaan lama dan kepercayaan baru (Injil) yang dalam istilah teologi: sinkretisme.
Dari segi bahasa, Orang Langowan mempunyai bahasa dengan ciri khasnya. Dalam penggunaan bahasa daerah, Orang Langowan menggunakan Bahasa Tountemboan dengan dialek ‘makelai’. Sementara dalam bahasa pergaulan sehari-hari, Orang Langowan menggunakan bahasa Melayu Manado dialek Langowan. Mengapa saya menyebut bahasa Melayu Manado dialek Langowan. Ini karena Orang Langowan punya ciri khas. Misalnya, kata lima menjadi limya. Dan juga dalam semua kalimat selalu ada sebutan ‘rek’ dan ‘reen’. Juga ciri khas selalu menggunakan kata karu’. Contoh kalimat: Orang Langowan karu’ kami.
Dari segi pola pikir, Orang Langowan, harus diakui pula banyak dipengaruhi dunia Barat. Apalagi di zaman penginjilan, dunia pendidikan di Langowan sangat diutamakan. Dan karena itu tidak mengherankan, Langowan menjadi pusat pendidikan di Minahasa, selain Tondano dan Tomohon. Pendeta pertama di Minahasa, yaitu Adrianus Angkouw, ditahbiskan oleh Penginjil Schwarz pada tahun 1847, bersamaan dengan pentahbisan Gereja Sentrum Langowan yang didirikannya. Bahkan sebelum dan sampai di masa kemerdekaan Indonesia, banyak tokoh-tokoh nasional dan daerah yang menjalani pendidikan di Langowan. Orang Langowan juga banyak melahirkan tokoh. Sebut saja antara lain, Majoor Benyamin SIGAR (kakek buyut Prabowo Subianto). Dalam sejarah Minahasa, disebutkan sebagai salah satu pemimpin Pasukan Tulungen (tentara  bantuan) yang ditugaskan Belanda menangkap Pangeran Diponegoro. Kemudian Prof Anna Manopo, SH, (mantan Rektor Universitas Sumatera Utara, yang juga sebagai sarjana hukum dan professor wanita pertama di Indonesia). DR Arie Wotulo, doctor matematika pertama di Indonesia. Jan Massie, salah satu menteri di masa pemerintahan Soekarno. Laurens Saerang, tokoh pemerintahan (mantan Bupati Minahasa) sekaligus dedengkot Permesta. Wolter Saerang, seorang tokoh pers yang pernah menerbitkan surat kabar terbesar di Indonesia Timur yang bernama Pikiran Rakyat. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh lainnya.
Dari segi pergaulan, Orla juga merupakan komunitas yang inklusif. Makanya, di Langowan banyak pula komunitas luar Minahasa yang hidup dan berkembang. Sebut saja kaum Tionghoa (China), Jawa, Makassar, Gorontalo, dan Arab, serta komunitas lainnya. Dan yang unik, komunitas pendatang ini juga menjadi inklusif. Semuanya membaur menjadi ‘identitas baru’ Orang Langowan.

PENJELAJAH DAN PEMIMPIN
Dalam judul, saya menyinggung Orang Langowan sebagai penjelajah dunia atau perantau dan juga berjiwa pemimpin. Ini memang menjadi ciri khas Orang Langowan. Dari zaman dulu banyak orang Langowan yang tertarik dengan dunia militer. Dan karena itu banyak yang menjadi tentara (sewaan) Belanda. Mereka ini banyak yang berpengalaman melihat dunia luar. Ini memang memberikan pengaruh, sehingga banyak orang Langowan kemudian tertarik dengan dunia perantauan. Maka tidak mengherankan, dunia pelaut menjadi salah satu profesi yang menarik orang Langowan, setelah masa pendudukan Belanda sampai saat ini. “Manusia perahu” asal Langowan ini kemudian menjelajah ke seluruh dunia. Dan pada akhirnya banyak pelaut asal Langowan yang tertarik untuk tinggal di Negara lain, terutama di Amerika Serikat. Tidak heran, para pelaut ini kemudian mengajak keluarga atau temannya datang ke Amerika. Sehingga bukan tidak mungkin, suatu saat Presiden Amerika Serikat berasal dari keturunan orang Langowan. Karena sudah banyak anak-anak yang orang tuanya asal Langowan secara otomatis menjadi warganegara Amerika Serikat. Begitu juga di negara-negara lain, banyak Orang Langowan tinggal dan bekerja di sana.
Dari segi kepemimpinan, harus diakui semua orang Langowan memang suka menjadi pemimpin. Mengapa? Lihat saja dari sudut organisasi gereja. Kota Langowan dikenal dengan banyaknya organisasi gereja. Dalam sejarah gereja-gereja di Minahasa, banyak organisasi gereja yang cikal bakalnya bertumbuh dari Langowan. Orang Langowan memang mempunyai kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi. Akibatnya, siapa saja boleh mendirikan gereja. Karena semua ingin menjadi pemimpin, maka tidak mengherankan, kalau ada suksesi kepemimpinan gereja atau organisasi lainnya, sangat rawan terjadi perpecahan. Mereka yang tidak terpilih di gereja akhirnya mendirikan organisasi gereja baru, atau pindah ke organisasi gereja lain, untuk mendapatkan kedudukan.
Begitu pula dalam bentuk organisasi lain, baik pemerintahan, Organisasi Masyarakat, LSM maupun swasta, Orang Langowan selalu berebutan menjadi pemimpin. Dan jangan heran ‘baku cungkel’ jadi ‘makanan’ sehari-hari. Banyak Organisasi terpecah karena memperebutkan jabatan atau kedudukan.

CALON DAERAH OTONOMI BARU
MENYEBUT nama Kota Langowan, Orang akan teringat Prabowo Subianto. Langowan, adalah kota kecil yang terletak sekitar 55 Km dari Manado. Langowan adalah sebuah kota tua yang ada di Tanah Minahasa, Sulawesi Utara. Kota ini memang belum terkenal seperti kota-kota yang ada di Sulawesi Utara, seperti Manado, Bitung, Tomohon, atau Kotamobagu. Tapi kota ini sebetulnya memiliki nilai historis dalam sejarah budaya dan agama di Minahasa, maupun sejarah bangsa Indonesia.
Betapa tidak, dalam membicarakan kebudayaan Minahasa, Langowan merupakan salah satu tempat bertumbuhnya kebudayaan Minahasa. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kuburan tua di Desa Palamba Kecamatan Langowan Selatan yang merupakan salah satu situs budaya di Minahasa.
Dari segi agama, kedatangan bangsa Eropa di Indonesia, termasuk ke Tanah Minahasa, yang diikuti pula dengan penyebaran agama Kristen, baik Katolik maupun Protestan, Langowan menjadi pilihan sebagai pusat penyebaran agama Kristen dan Katolik. Di kota inilah penginjil Protestan yang bernama Johann Gotlieb Schwarz yang berasal dari Jerman dan diutus oleh Badan Penginjilan Belanda (Nederland Zendeling Genootschap) menjadikan pusat penginjilannya. Ia datang ke Tanah Minahasa pada 12 Juni 1831 bersama temannya Johann Riedel yang menetap di Tondano. Schwarz dan Riedel merupakan penginjil yang berjasa meletakkan iman Kristen di Minahasa. Bahkan keduanya mengabdikan diri sampai mati. Kubur kedua penginjil itu ada di Minahasa, yaitu di Langowan dan Tondano.
Ketika Belanda yang bernuansa Protestan membuka diri untuk memberi kebebasan kepada agama Katolik untuk juga melakukan misi agamanya di Minahasa, maka penyebaran agama Katolik di Minahasa, juga dimulai dari Langowan.
Dari sejarah perjalanan bangsa Indonesia, yang dimulai dari masa penjajahan Belanda sampai Jepang, kota Langowan juga mempunyai arti tersendiri. Di zaman Belanda, bangsa penjajah ini telah membangun rumah sakit yang cukup besar pada zaman itu di Langowan, tepatnya di Desa Noongan, yang alamnya sangat sejuk. Rumah sakit yang dibangun Belanda itu dibangun sejak tahun 1932 dan selesai pada 1934. Pada tanggal 16 Juli 1934 rumah sakit khusus penyakit TBC (Paru-paru) yang lebih dikenal dengan sanatorium itu, diresmikan Gubernur Jenderal Mr de Jonge. Bisa dibayangkan pada zaman itu Kota Langowan sudah dikunjungi oleh Gubernur Jenderal.
Kemudian di zaman Jepang, Langowan-pun menjadi pusat militer Jepang, karena berdekatan dengan Lapangan Terbang (bandara) Kalawiran. Bandara ini sudah tidak berfungsi lagi usai Perang Dunia II. Seperti diungkapkan oleh dr. Bert A. Supit (penggiat LSM dan budaya Minahasa), pada tahun 1942 saat Jepang menduduki Sulawesi Utara, orang-orang Indonesia yang dicurigai pro Belanda, selalu akan dibawa ke Langowan. Hanya ada dua pilihan, hidup atau mati. Mereka yang pulang, berarti hidup, dan dianggap tidak bersalah. Di Langowan juga-lah tentara Heiho (orang Indonesia tapi dilatih untuk membantu Jepang) melaksanakan pelatihan militer. Seperti penuturuan Nico Sumampouw (mantan heiho asal Langowan), bahwa mereka mendapat pelatihan di perkebunan Sina di Desa Noongan. Di Langowan pula, militer Jepang membangun bengkel pesawat terbang dan peralatan militer lainnya.
Selepas masa pendudukan Jepang, dan ketika Jepang menyerah kalah, kembali lagi kekuasaan Belanda yang membonceng Sekutu, datang berkuasa di Minahasa. Namun semangat kemerdekaan yang sudah diproklamirkan Soekarno pada tahun 1945, juga memberi semangat kepada para pejuang asal Langowan untuk tetap mempertahankan kemerdekaan. Sebagaimana diceritakan oleh tokoh masyarakat Langowan, Bernard Tasik, saat Belanda kembali menginjakkan kaki di Minahasa, pejuang pro kemerdekaan Indonesia, yang dipimpin Laurens Saerang, pernah melakukan penyerbuan ke asrama tentara KNIL yang ada di Langowan. Laurens Saerang yang juga menjadi pelaku peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 di Manado, menyerbu asrama KNIL di Langowan, dan menurukan bendera Belanda merah putih biru, dan menggantikannya dengan bendera Indonesia. Di masa memeprtahankan kemerdekaan itulah Presiden Soekarno menginjakkan kaki di Langowan, untuk memberikan semangat mempertahankan kemerdekaan kepada rakyat di Minahasa.
Dalam perjalanan sejarah yang panjang itu, maka orang Langowan juga menginginkan perubahan dan kemajuan bagi negerinya. Maka semenjak tahun 2000-2001 kami memulaikan rapat-rapat untuk mempersiapkan Langowan menjadi kota otonom. Dan dari proses yang panjang, akhirnya Kota Langowan bisa menjadi salah satu kota yang diusulkan menjadi Calon Daerah Otonomi Baru (DOB). Dengan doa dan harapan, pada akhir tahun 2013 sudah diparipurnakan oleh DPR RI, dan pada awal tahun 2014 sudah diresmikan Pemerintah sebagai DOB. Tapi apa daya, Pemerintah Pusat melakukan moratorium pemekaran daerah entah sampai kapan. Apakah Presiden Prabowo Subianto yang mengaku Orang Langowan bisa mencabut moratorium ini? Semoga saja.

**Penulis, seorang wartawan dan Ketua Umum Panitia Pembentukan Kota Langowan.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top