Anggaran SMSI GMIM Bisa Capai Rp 5M, Jadi Beban Jemaat

TOMOHON, CahayaManado.com–Rencana akan dilaksanakannya Sidang Majelis Sinode Istimewa (SMSI) GMIM bukan hanya disoroti mengenai perubahan Tata Gereja, tapi juga soal Anggaran pelaksanaannya. Karena Sidang Majelis Sinode Istimewa secara estimasi bisa mencapai Rp. 5 Miliar. Sedangkan sumber dananya berasal dari Jemaat dan bantuan pemerintah.
“Dalam Anggaran yang bisa mencapai Rp. 5 Miliar ini, tidak ada pengeluaran dari Kas Sinode GMIM,” jelas Pnt. Ricky Montong, MTh, mantan Bendahara Sinode GMIM yang kini sebagai Wakil Ketua BPMS Bidang Data, Informatika dan Litbang, Senin (01/07/2024).
Menurut Ricky Montong, dalam mencari Anggaran untuk Sidang Majelis Sinode, seperti biasanya BPMS lewat panitia akan menjalankan “Kartu Sahabat” di Jemaat-Jemaat dan mungkin juga proposal ke sumber lainnya. “Karenanya sudah pasti akan membebani Jemaat GMIM secara keseluruhan,” ujarnya.
Pnt Ricky menjelaskan, dalam Sidang Majelis Sinode sudah pasti akan dihadiri lebih dari 2.000 orang. Kalau ditambah undangan, sopir, panitia dan pendamping lainnya, bisa mencapai 2.500 orang.
Karena peserta Anggota Majelis Sinode saja jumlahnya sekitar 1800 an. “Untuk biaya makan saja, kalau 2.500 dikali Rp. 30.000 per porsi dan 3 kali makan sehari, berapa biayanya? Kalau dilaksanakan sampai tiga hari, biayanya sangat besar. Itu baru biaya makan. Belum transportasi dan akomodasi dan lain-lain,” tuturnya.
Ia menambahkan, selain sumber dananya dari Jemaat dan pihak ketiga, juga diharapkan bantuan pemerintah. Kalau SMSI jadi dilaksanakan di Manado, maka otomatis Pemerintah Kota Manado akan terbebani. Termasuk juga Pemerintah Provinsi.
Sementara dalam hal materi perubahan Tata Gereja, menurut Ricky Montong, ada tiga hal yang akan dilakukan perubahan. Yaitu Komisi BIPRA kembali ex Officio, Sentralisasi persembahan, dan batas umur minimal Vikaris yang diperpanjang menjadi minimal 25 tahun. “Soal BIPRA kembali ex Officio, maka Anggaran jemaat, wilayah dan Sinode akan kembali terbebani. Karena dengan otomatis BIPRA menjadi Badan Pekerja, maka sudah pasti akan menerima tunjangan. Sedangkan masalah Sentralisasi persembahan (rumus 35, 5, 60) akan dimasukkan dalam TataGereja. Dan soal batas minimal vikaris yang diperpanjang, akan menyulitkan Vikaris karena harus menunggu cukup lama untuk diteguhkan sebagai Pendeta (27 tahun),” kata Ricky Montong.
Secara terpisah, Pnt dr Nico Lumintang, SPb juga menyoroti soal Anggaran yang akan digunakan dalam pelaksanaan SMSI. “Anggaran yang dibutuhkan itu sudah bisa digunakan untuk biaya pelayanan gereja yang dinilai penting. Jadi untuk apa dilakukan SMSI hanya untuk melakukan perubahan yang justru hanya kembali pada aturan lama,” tutur Pnt. Nico Lumintang dengan nada tanya.
Menurut Dokter Nico, masih banyak jemaat yang membutuhkan biaya. “Lihat saja di jalan-jalan banyak gereja yang membuka kotak sumbangan untuk meminta bantuan. Karena itu kami akan terus bersuara untuk menolak SMSI untuk perubahan Tata Gereja,” ujarnya seraya meminta BPMS juga harus memberikan laporan Keuangan agar diketahui jemaat.
(Jeffry Pay)