Andre Opa Sumual: Nasionalisme Generasi Muda Memudar?Tanamkan Nilai Kebangsaan Dengan Cara Baru
DALAM momen perayaan Hari Kemerdekaan biasanya semangat nasionalisme menggebu-gebu. Namun gereget nasionalisme menurun kadarnya di hari-gari setelahnya. Ini tren yang terjadi pada generasi muda.
Setidaknya beberapa studi membenarkan bahwa kadar nadionalisme generasi muda saat ini kian menurun. Studi dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2019 menunjukkan bahwa generasi muda Indonesia cenderung lebih memiliki pandangan global dibandingkan nasional. Dalam survei tersebut, hanya 64% dari generasi muda yang merasa bangga sebagai orang Indonesia, dibandingkan dengan 84% di kalangan generasi yang lebih tua. Hasil ini menunjukkan adanya pergeseran nilai di kalangan anak muda, di mana identitas nasional mulai tergerus oleh nilai-nilai globalisasi. Partisipasi generasi muda dalam kegiatan yang berkaitan dengan kebangsaan, seperti upacara bendera atau kegiatan keagamaan, mengalami penurunan.
Studi oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (2017) menyoroti bahwa banyak generasi muda lebih fokus pada identitas individu atau kelompok tertentu (seperti identitas agama atau suku) daripada identitas nasional. Juga studi berskala internasional oleh Pew Research Center (2018) menunjukkan bahwa di banyak negara, termasuk negara-negara Barat dan Asia, generasi muda cenderung memiliki pandangan yang lebih kritis terhadap nasionalisme tradisional. Mereka lebih mendukung pandangan yang inklusif dan multikultural daripada bentuk nasionalisme yang eksklusif. Studi ini juga menggarisbawahi bahwa generasi muda lebih tertarik pada isu-isu global seperti perubahan iklim dan hak asasi manusia, daripada isu-isu kebangsaan tradisional. Generasi muda lebih cenderung melihat diri mereka sebagai bagian dari komunitas global daripada hanya sebagai warga negara tertentu. Penurunan nasionalisme ini sering dikaitkan dengan meningkatnya pengaruh internet, media sosial, dan budaya populer global.
Studi-studi ini mengindikasikan adanya tantangan dalam menanamkan nilai-nilai nasionalisme pada generasi muda di era globalisasi dan digitalisasi. Meskipun tidak semuanya menunjukkan penurunan yang drastis, ada tren yang mengarah pada pergeseran pandangan di kalangan generasi muda, yang memerlukan pendekatan baru dalam pendidikan dan kampanye kebangsaan.
“Benar, beberapa studi menunjukkan adanya tren penurunan kadar nasionalisme di kalangan generasi muda. Faktor-faktor seperti globalisasi, perubahan nilai-nilai sosial, dan pengaruh teknologi digital sering dianggap berkontribusi pada fenomena ini,” kata Andre Opa Sumual saat dimintai tanggapan tentang topik ini.
Masih menurut Bakal Calon Bupati Minahasa ini, ada beberapa alasan dan faktor yang mungkin mempengaruhi penurunan nasionalisme di kalangan generasi muda ini, seperti globalisasi. Dengan akses yang mudah ke informasi dan budaya dari seluruh dunia, generasi muda cenderung lebih terbuka terhadap nilai-nilai global. Hal ini dapat mengurangi fokus pada identitas nasional, karena mereka merasa lebih sebagai warga dunia daripada warga negara tertentu.
Ada juga pengaruh teknologi dan media sosial yang lebih sering menonjolkan tren dan gaya hidup internasional daripada nilai-nilai kebangsaan. Faktor lain adalah kurangnya pendidikan kebangsaan yang relevan.
Perubahan sosial dan nilai-nilai keluarga yang kian tergerus dalam beberapa dekade terakhir juga sangat berpengaruh karena generasi muda lebih menekankan pada individualisme dan kesuksesan pribadi daripada komunalitas dan kebersamaan dalam bingkai kebangsaan.
Dalam beberapa kasus, ketidakpuasan atau kekecewaan terhadap kinerja pemerintah atau kondisi politik negara juga bisa membuat generasi muda merasa jauh dari rasa nasionalisme. Mereka mungkin merasa bahwa nilai-nilai nasionalisme tidak relevan dengan realitas sosial dan ekonomi yang mereka hadapi.
“Juga pendekatan konvensional dalam pendidikan nasionalisme di sekolah mungkin tidak lagi efektif bagi generasi muda saat ini. Kurikulum yang kaku dan kurangnya inovasi dalam cara mengajarkan sejarah dan nilai-nilai kebangsaan bisa membuat generasi muda merasa jenuh dan tidak terhubung dengan materi tersebut,” tambah Sumual.
Namun, penurunan ini bukanlah hal yang tidak bisa diatasi. Upaya untuk menanamkan kembali nilai-nilai nasionalisme melalui pendekatan yang relevan itu sangatlah penting.
“Kita perlu ada pembaruan dalam cara mengajarkan dan membahas nasionalisme agar lebih kontekstual dengan tantangan zaman sekarang, sehingga generasi muda bisa melihat relevansi dan pentingnya nasionalisme dalam kehidupan mereka,” kata Sumual lagi.
Menanamkan nilai kebangsaan dan nasionalisme kepada generasi muda adalah hal yang penting untuk membangun identitas dan kecintaan terhadap negara. Namun, pendekatan baru diperlukan agar pesan ini bisa diterima dengan baik oleh generasi yang tumbuh di era digital.
Menurut Andre Opa Sumual, ada beberapa cara baru yang bisa digunakan antara lain:
* Penggunaan Media Sosial dan Konten Digital: Buat kampanye kebangsaan yang menarik melalui platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Video pendek, infografis, dan meme yang kreatif bisa menyampaikan pesan-pesan nasionalisme dengan cara yang lebih mudah dipahami dan diterima oleh generasi muda.
* Gamifikasi Pendidikan: Mengembangkan game edukasi yang mengangkat tema sejarah, budaya, dan perjuangan bangsa. Melalui gamifikasi, nilai-nilai kebangsaan dapat diajarkan secara interaktif dan menyenangkan.
* Film dan Dokumenter: Produksi film dan dokumenter yang bercerita tentang tokoh-tokoh pahlawan, perjuangan kemerdekaan, atau cerita inspiratif tentang keanekaragaman budaya Indonesia. Ini bisa menjadi media yang kuat untuk menyampaikan pesan nasionalisme.
* Event dan Festival Budaya: Mengadakan festival budaya dan lomba yang mengangkat tema-tema kebangsaan. Ini dapat melibatkan anak muda secara langsung dalam kegiatan yang mengedukasi sekaligus menghibur, seperti lomba cipta lagu kebangsaan, parade budaya, atau pameran seni.
* Pendidikan di Sekolah dengan Pendekatan Kreatif: Guru bisa menggunakan metode belajar yang lebih interaktif, seperti diskusi kelompok, proyek riset tentang sejarah lokal, atau kunjungan ke situs-situs bersejarah, untuk membuat pelajaran tentang nasionalisme lebih menarik.
* Konten Podcast dan Blog: Mengajak tokoh-tokoh muda yang inspiratif untuk berbicara tentang kebangsaan dan nasionalisme dalam format podcast atau blog. Konten ini bisa menjangkau generasi muda yang lebih suka mendapatkan informasi melalui audio dan tulisan.
* Pemanfaatan Teknologi AR/VR: Membuat pengalaman virtual reality (VR) atau augmented reality (AR) yang menampilkan sejarah perjuangan bangsa atau budaya Indonesia. Ini bisa menjadi cara yang sangat menarik untuk membuat sejarah lebih hidup dan berkesan.
* Program Relawan dan Pengabdian Masyarakat: Mengajak generasi muda untuk terlibat dalam program pengabdian masyarakat yang mengedepankan nilai-nilai kebangsaan, seperti membangun fasilitas umum di daerah terpencil atau mengajar di pelosok.
Dengan pendekatan-pendekatan ini, nilai kebangsaan dan nasionalisme bisa ditanamkan dengan cara yang relevan dan menarik bagi generasi muda, sehingga mereka merasa lebih terhubung dan bersemangat untuk berkontribusi bagi bangsa. (*)