Analisis Pilkada Sulut: Steven-Denny, Elly-Hanny dan Yulius-Victor Siapa yang Unggul?


Oleh Jeffry Pay

MANADO, CahayaManado.com–Setelah melalui proses panjang dan penuh misteri, akhirnya muncul tiga pasang Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulut untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Ketiga pasang Calon yang telah mendapat surat keputusan dari Partai pengusungnya dan sudah mendaftar di KPU adalah Steven Kandouw dan Denny Djoike Tuejeh (SK-DT) dari PDIP, Elly Engelbert Lasut dan Hanny Joost Payouw (E2L-HJP) dari Demokrat dan Julius Selvanus dan Victor Mailangkay (JS-VM) dari Gerindra, Nasdem dan Golkar.

Dari ketiga pasangan calon ini sudah tentu memiliki kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan tantangan/ancaman (threats) sebagaimana dalam manajemen bisnis dikenal dengan analisis SWOT.

Analisis seperti ini juga bisa berlaku dalam dunia politik dalam menghitung kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman/tantangan seorang kandidat atau figur.

Kita mulai dari pasangan calon Steven Kandouw dan Denny Tuejeh (SK-DT). Steven Kandouw dikategorikan sebagai incumbent karena ia saat ini memegang jabatan Wakil Gubernur. Sementara Denny Tuejeh adalah pensiunan perwira TNI dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal (bintang tiga).

Dari segi kekuatan (strength) keduanya memiliki potensi yang luar biasa. Steven memiliki pengalaman politik yang panjang karena pernah menjadi anggota dewan, bahkan pernah menjadi Ketua DPRD Sulut, dua periode Wakil Gubernur, dan juga pimpinan Sinode GMIM.

Sedang Denny Tuejeh memiliki karir militer yang cemerlang dengan berbagai jabatan strategis. Ia pernah menjadi Pangdam XIII Merdeka dan terakhir sebagai Inspektur Angkatan Darat.

Keduanya adalah pasangan yang ideal antara sipil dan militer. Dan keduanya didukung pula oleh Partai penguasa di Sulut yaitu PDIP. Partai ini sampai saat ini memiliki sejumlah pejabat utama mulai dari Gubernur dan Wakil Gubernur, beberapa Bupati dan Walikota. Selain itu Partai yang dipimpin Megawati ini memiliki jaringan yang kuat dan terstruktur sampai ke akar rumput di Sulut. Kekuatan lainnya adalah mereka juga memiliki pendukung militan, para birokrat dan sudah tentu modal cost politik.

Kelemahannya (weaknes) dari segi politik secara sinkronisasi pemerintahan kurang sinergitas dengan Pemerintah Pusat yang pada Oktober nanti mulai dikendalikan Prabowo-Gibran. Apalagi ada jejak digital dimana Steven Kandouw pernah mengeluarkan kata-kata anti Prabowo pada saat kampanye Pilpres di Langowan yang justru merupakan kampung halaman Presiden terpilih Prabowo Subianto. Peristiwa itu dikenal dengan “jangan ditowo-towokan”.

Kelemahan lainnya Steven Kandouw diusung PDIP yang sudah tentu banyak yang tidak lagi simpati dengan Partai ini. Karena di tengah masyarakat mulai muncul tagar #Asal Bukan Merah. Bahkan dalam tubuh birokrasi sendiri banyak ASN yang diam-diam tidak lagi mendukung partai merah ini. Terutama yang terabaikan.

Sementara itu, Denny Tuejeh meskipun dikenal sebagai petinggi militer, namun masih kurang bersosialisasi di tengah masyarakat. Denny juga tidak punya basis masa yang kuat.

Dan untuk peluang (opportunity) keduanya, memang harus diakui masih sangat diperhitungkan. Selain pengaruh incumbent Steven Kandouw, juga mesin Partai moncong putih masih sangat kuat dan mengakar. Peluang keduanya juga sangat terbuka karena Koalisi Indonesia Maju yang pernah sangat signifikan mendukung Prabowo-Gibran kini terpecah di Sulut.

Kemudian tantangan/ancaman (threats) keduanya adalah mereka memiliki lawan yang cukup tangguh. Elly Lasut sudah lama digadang-gadang sebagai bakal calon Gubernur sejak lama. Dalam beberapa survei Elly memang selalu diunggulkan. Meskipun survei yang dipublikasikan masih diragukan. Sebab belum ada survei pembanding.

Pasangan berikutnya adalah Elly Lasut dan Hanny Joost Payouw (E2L-HJP).

Kekuatan Elly Lasut adalah popularitasnya sudah cukup lama. Dua kali terpilih sebagai Bupati Talaud dan juga menjadi pimpinan partai, Elly selalu diperhitungkan dalam kontestasi politik. Ia juga pernah menjadi calon Gubernur Sulut, namun gagal. Elly juga di-endorse oleh anaknya Hillary Brigitta Lasut yang berhasil meraih suara terbanyak dalam Pemilihan Calon Legislatif untuk DPR-RI. Elly juga punya pendukung fanatik.

Pasangannya untuk Wakil Gubernur Hanny Joost Payouw juga punya kekuatan meraup suara sebagai Putra Langowan. Elly Lasut akhirnya memilih Hanny Joost Payouw untuk memberi warna sinergitas dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto yang juga Orang Langowan (ORLA).

Namun di balik kekuatan itu, Elly Lasut memiliki kelemahan. Ia terkena stigma napi koruptor. Begitu pula hubungan asmaranya dengan mantan Pendeta GMIM yang diberhentikan oleh BPMS GMIM Tammy Wantania mengganggu performance-nya.

Dari segi peluang, E2L-HJP memang punya pendukung yang cukup signifikan. Apalagi Elly di-endorse anaknya Hillary Brigitta Lasut. Dalam survei Elly Lasut selaku diunggulkan. Tapi survei yang dipublikasikan tidak memiliki variabel pembanding. Dimana terkesan hanya survei pesanan.

Kemudian tantangan dan ancaman E2L-HJP adalah bagaimana menyusun strategi yang jitu untuk bisa bersaing dengan SK-DT dan YS-VM. Mengingat SK-DT adalah perpaduan Protestan GMIM dan Katolik. Sementara Elly juga berlatarbelakang Katolik. Begitu pula berhadapan dengan YS-VM, dimana Yulius adalah pilihan Prabowo Subianto.

Dan selanjutnya pasangan Yulius Selvanus Lumbaa-Victor Mailangkay.

Kekuatan Yulius-Victor adalah bermodalkan dukungan Prabowo Subianto. Keduanya juga didukung Partai Gerindra dan Nasdem yang masih punya pengaruh, terlihat dari hasil Pemilu legislatif lalu, dimana Gerindra dan Nasdem bisa mendapatkan kursi di DPR-RI.

Kelemahannya, Yulius sampai saat ini masih dianggap sebagai Putra Toraja. Meskipun ia membawa-bawa marga Komaling dari ibunya, tapi ia tetap dianggap “orang luar Sulut”. Yulius meskipun membawa-bawa nama Prabowo, tapi ia dinilai tidak berjasa memenangkan Prabowo di Sulut. Dimana Prabowo-Gibran bisa menang 75 persen di Sulut, yang merupakan persentasi tertinggi di Indonesia. Begitu juga Victor Mailangkay yang pada pemilihan Presiden, memilih Anies Baswedan yang diusung partai Nasdem. Jadi keduanya dinilai hanya memetik hasil usaha orang lain. Di sisi lain Tatong Bara yang awalnya digadang menjadi pasangan Yulius, pasti kecewa. Dimana warga Bolaang Mongondow, tempat asal Tatong kemungkinan tidak mendukung YS-VM.

Tapi peluang keduanya tentu tetap terbuka, bila mereka mampu meyakinkan warga Sulut. Dengan memposisikan mereka sebagai cerminan sinergitas dengan Pemerintahan Prabowo-Gibran, membuka peluang mereka untuk mendapatkan dukungan.

Kemudian dari segi tantangan dan ancaman, Yulius dan Victor memang harus kerja keras. Karena mereka berhadapan dengan dua pasangan yang sudah malang melintang di dunia politik, yakni Steven dan Elly.

Apalagi Yulius yang notabene tidak dibesarkan dalam kultur Sulawesi Utara. Dimana ia masih harus beradaptasi dengan adat dan budaya Sulut, khususnya Minahasa. Ia juga harus merubah sikap militernya yang terkesan keras dan angkuh.

Berdasarkan analisis di atas, tentu belum bisa kita mengambil kesimpulan siapa yang paling unggul. Karena rakyat Sulut punya pilihan dan pertimbangan masing-masing. Dan sebagaimana dalam kontestasi politik ada 3 syarat utama: otak, otot, ongkos. Tapi di dunia politik saat ini, secara pragmatis orang bilang ongkos jadi dominan.

(Jeffry Pay, seorang wartawan)

Berita Terkait

Top