Akankah SMSI Perubahan Tata Gereja GMIM 2024 Dilaksanakan?
Oleh Pdt. David Tulaar
PASTILAH! Ini soal gengsi. Masa sih BPMS salah!
Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS) GMIM bersikukuh bahwa “keputusan” Sidang Majelis Sinode Tahunan (SMST) 2023 tentang pelaksanaan Sidang Majelis Sinode Istimewa (SMSI) 2024 ini sah, walaupun dalam Tata Gereja (TG) jelas tugas SMST dibatasi dan pesertanya berbeda dari SMS.
BPMS juga bersikukuh bahwa penafsiran mereka ttg KESAMAAN tiga jenis Sidang Majelis Sinode itulah yang benar. Sidang Majelis Sinode, Sidang Majelis Sinode Istimewa (SMS/SMSI) dan SMST sama-sama Sidang Majelis Sinode. Itu alasan pembenarannya.
Walaupun analogi dari masa lalu tentang perbedaan Sidang Sinode Umum (SSU) dan Sidang Sinode Tahunan (SST), yg kemudian berubah menjadi Rapat BPS Lengkap (RBPSL), sudah cukup menjelaskan mengapa SMS/SMSI TIDAK SAMA dgn SMST.
Masalahnya tahun 2019 UJI COBA men-SEDERAJAT-kan SMST dgn SMS telah berhasil.
Dan terjadilah SMSI 2021 yang menghasilkan Tata Gereja 2021 sebagai TG yang memungkinkan beberapa anggota BPMS, terutama ketua, melanggengkan masa jabatan mereka hingga 2027.
UJI COBA ini jelas melanggar TG. Tapi BPMS juga tau, tidak ada SANKSI bagi pelanggaran apa pun thdp TATA GEREJA.
Apalagi sejak TG 2021 tidak ada badan lain di GMIM yg setara dgn BPMS. BPMS kini adalah badan tertinggi setelah SMS.
MPS & BPPS sudah direduksi fungsinya. Tidak ada lagi yang bisa “mengontrol” BPMS.
Jadi, siapa pun yang “menggonggong, kafila akan jalan terus.”
SMSI Perubahan TG 2024 pasti akan dilaksanakan.
Secara kasat mata, tidak ada kekuatan yg bisa menghentikan rencana ini.
Apalagi GMIM sdh menjadi GEREJA-nya PARA
PENDETA. Peserta SMSI terbesar adalah para PENDETA — yg hidupnya DIBIAYAI oleh jemaat-jemaat baik lewat sentralisasi atau honor langsung di jemaat, tetapi TUNDUK pada BPMS yg sdh dianggap sbg “pemberi kerja” alias “bos” mereka.
Ketua BPMJ ditempatkan oleh BPMS sesuka hati. Tidak ada persyaratan OBYEKTIF bagi seorang pendeta utk menjadi ketua BPMJ. Hanya tergantung pada siapa yg disukai oleh BPMS.
Begitu juga dgn Ketua BPMW. Semua hanya ditentukan oleh BPMS, tanpa ada persyaratan obyektif yg harus dipenuhi.
Padahal baik dlm SMS maupun SMST PENENTU UTAMA dlm persidangan adalah para Ketua BPMJ dan BPMW ini.
Lalu jemaat ada di mana? Jemaat hanya PEMBERI PERSEMBAHAN semata. Pembiayaan kehidupan pendeta berasal dari jemaat. Juga pembiayaan semua kegiatan BPMS bersumber dari uang jemaat. Dan peran jemaat hanya setingkat jemaat pula. Selebihnya gereja ini sdh “dikuasai” oleh para pendeta.
Dgn sistem penempatan yg berdasar pada budaya HUTANG BUDI, sulit dibayangkan ada sikap kritis dari para pendeta thdp kebijakan-kebijakan BPMS.
[Apalagi, sesuai kritikan Pnt. Ricky Montong, BPMS tidak lagi mengambil keputusan dlm rapat, tapi hanya langsung oleh segelintir oknum. Satu contoh yg saya dengar adalah ada ketua BPMW yg diputuskan di luar rapat BPMS].
Diskusi di medsos sekitar rencana SMSI 2024 merupakan bukti bhw keinginan BPMS ini mati-matian diamankan oleh banyak pendeta. Nadanya sama semua: SMS dan SMST itu SAMA. Dua-duanya bisa memutuskan. Jadi, semua spt sdh diarahkan utk berkata: benar yg “diputuskan” oleh SMST Tikala 2023, utk pelaksanaan SMSI Perubahan TG 2024.
Namun, ketika ditanya AGENDA apa yg begitu krusial dan signifikan sehingga perlu perubahan TG tahun 2024 ini, banyak yg memilih diam.
Yg berani menjawab hanya membantah isu Pekerja Gereja pensiun di usia 70 thn dan Ketua BPMS tiga periode. Hanya itu!
Selebihnya hanya menyebut Ketua Kompelka BIPRA ex-officio dlm BPMS sbg agenda utama perubahan TG.
Kalau hanya ini, mengapa tidak ditunda saja perubahan TG ke SMS 2027?
Kan tinggal tiga tahun lagi?
Hitung-hitung penundaan ini akan menghemat biaya 5 milyar Rupiah?
Mungkin pertimbangannya, jika diubah sekarang, maka aturan ex-officio ini bisa diterapkan pada pemilihan BPMS 2027.
Padahal itu kan hanya persoalan teknis. Kalau pun Ketua Kompelka BIPRA sdh terpilih sebelum TG diubah, kan SMS 2027 bisa membuat aturan peralihan khusus utk itu. Tidak masalah! Para Ketua BIPRA tetap bisa masuk dlm BPMS 2027-2032.
Hanya saja, jika ada aturan baru dlm TG terkait pekerja gereja pensiun di usia 70 thn dan Ketua BPMS tiga periode, aturan ini tidak bisa segera diberlakukan. Sebab aturan Tata Gereja 2027 ttg pemilihan BPMS tidak mungkin diberlakukan setelah diterapkan.
Mengapa? Sebab persyaratan utk BPMS 2027-2032 masih harus mengikuti TG 2021.
Sebab tidak mungkin panitia nominasi/pemilihan bekerja berdasarkan Tata Gereja yg BELUM BERLAKU. Pastilah mereka harus mengikuti aturan dlm TG 2021 — Usia pensiun 65 thn dan BPMS dua periode pada jabatan yg sama!
Jadi, kalau rencana perubahan TG kali ini memang MURNI utk kepentingan gereja, PASTILAH pelaksanaannya bisa ditunda ke SMS 2027 nanti, tiga tahun depan.
Namun, jika SMSI Perubahan TG dipaksakan sekarang di thn 2024 ini, maka ini adalah PAGELARAN KEKUASAAN PARA PENDETA DI GEREJA PARA PENDETA utk mewujudkan kepentingan SATU ORANG semata.
Lagi-lagi kita berjumpa dgn BUDAYA HUTANG BUDI dan TEOLOGI PICA BLANGA.
Pdt. David Tulaar
19 Juli 2024