Analisis Politik: Muhaimin Hengkang, Untungkan Prabowo Bebas Pilih Pasangan


DRAMA politik baru saja berlangsung setelah Muhaimin Iskandar hengkang dari koalisi bersama Prabowo Subianto. Sejak membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) terkesan Cak Imin, panggilan akrab Muhaimin, sangat berambisi menjadi Calon Wakil Presiden. Namun hasil survei dari berbagai lembaga menunjukkan Imin kurang disukai rakyat. Bahkan di kalangan NU pun, Cak Imin kurang mendapat dukungan. Apalagi dari kalangan Gusdurian.

Nasibnya sama dengan Puan Maharani dan Agus Harimurti Yudhoyono dalam hal elektabilitas.


Dan karena itu Prabowo harus berhitung cermat untuk menentukan siapa pasangannya yang paling tepat.
Dalam beberapa waktu, ada partai yang sebetulnya ingin bergabung dengan koalisi KIR, tapi masih enggan karena adanya Muhaimin.
Dan pada akhirnya Partai Golkar dan PAN ikut bergabung dan dengan kebesaran hati mendeklarasikan Prabowo sebagai calon Presiden.
Sudah tentu kehadiran Golkar dan PAN membuat posisi Muhaimin terancam. Ia pasti merasa ada persaingan dalam menentukan cawapres. Padahal dia sudah tidak tahan menunggu dideklarasikan namanya menjadi cawapres Prabowo.
Makanya tidak heran, begitu menerima tawaran Surya Paloh dan Anies Baswedan, ia langsung menerima tawaran itu.
Bagi Prabowo hengkangnya Muhaimin dan PKB, di satu sisi merugikan dalam hal dukungan, tapi di sisi lain sangat menguntungkan. Karena keluarnya PKB sudah tergantikan lebih dulu dengan kehadiran Golkar dan PAN. Apalagi datang bergabung pula partai lainnya,  seperti PBB dan Gelora. Dan mungkin bakal ada lagi partai lainnya, seperti Demokrat yang merasa dikhianati Nasdem dengan tokoh utamanya Surya Paloh dan Anies.
Saat ini Prabowo tentu merasa legah untuk berkonsultasi dengan partai pendukungnya dalam Koalisi Indonesia Maju, siapa yang paling tepat untuk mendampinginya sebagai cawapres.
Setidaknya ada empat nama yang populer, yaitu Erick Tohir, Airlangga Hartarto, Ridwan Kamil, dan Yusril Ihza Mahendra. Memang ada nama lain, yaitu Gibran Rakabuming Raka. Tapi nama itu masih menunggu keputusan MK soal batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Keempat nama tadi, tentu punya peluang yang sama. Namun tentu harus didasarkan pada hitungan politik yang cermat dan akurat.
Salah satu ukuran adalah hasil survei. Dari beberapa hasil survei yang dirilis berbagai lembaga nama Erick Tohir dan Ridwan Kamil cukup signifikan, disusul Airlangga Hartarto.  Sedangkan nama Yusril Ihza Mahendra baru muncul belakangan, dan belum terlihat dalam hasil survei.
Bila melihat dari berbagai pertimbangan, maka sosok Erick Tohir bisa jadi pilihan utama. Karena dilihat dari elektabilitas maupun dukungan dari Joko Widodo, tampaknya Erick memiliki kriteria yang sangat diharapkan.
Joko Widodo secara kasat mata telah mempertontonkan Prabowo dan Erick kepada publik Indonesia, “Ini lho pasangan terbaik untuk menggantikan saya dan Pak Ma’ruf Amin”.
Karena itu PDIP yang terusik dengan perilaku Jokowi, sangat kentara berupaya untuk menunjukkan bahwa Jokowi adalah kader PDIP, yang sudah tentu mendukung Ganjar Pranowo.
Begitu juga dengan anak-anak Jokowi yang sebelumnya sangat kentara mendukung Prabowo, mendapat perlakuan yang sama dari PDIP. Keluarga Jokowi sepertinya jadi idola yang menentukan antara Prabowo dan Ganjar.
Pendukung Jokowi pun kini terpecah. Ada yang ke Prabowo dan ada yang ke Ganjar. Bahkan mungkin ada pula yang ke Anis.
Persoalan sekarang, siapa yang akan menjadi cawapres Prabowo dan Ganjar. Pertanyaan itu menjadi sangat penting dan itu yang ditunggu publik. Karena cawapres akan ikut menentukan hasil pada Pemilu 2024 nanti.
Dalam analisis saya, kemungkinan besar Prabowo akan memilih Erick Tohir. Dan pasangan Ganjar bukan tidak mungkin nama Puan Maharani akan muncul, selain Sandiaga Uno dan lainnya. Hanya saja Ganjar harus mendapat restu Megawati.
(Jeffry Pay)

Berita Terkait

Top