Mengapa Orang Indonesia Lebih Suka Berobat ke Penang Malaysia?
INI adalah surat terbuka yang dibuat Ilyas Subiakto asal Surabaya menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai mengapa orang Indonesia lebih suka berobat ke Penang, Malaysia.
Surat terbuka ini juga diupload kembali oleh Peter F. Gontha, seorang pengusaha asal Manado, Selasa (14/03/2023). Berikut isi surat terbuka tersebut:
*Kepada Yth,*
*Presiden RI*
*Bpk. Ir. Djoko Widodo*
Di Indonesia.
Dengan hormat,
Membaca pemberitaan tentang devisa kita yang terbang 163 T dari kocek 2 juta manusia Indonesia yang senang berobat ke luar negeri khususnya Malaysia.
Dapat saya sampai kan beberapa hal kebetulan saya sejak 20 tahun yang lalu sudah selalu ke Penang untuk berobat. Alasannya :
1. Kami di keluarga pernah ada 7 kasus gagal penanganan di Indonesia.
Dari mulai kakak kami yang sakit jantung sampai lehernya dilubangi dan tak jelas apa tindakannya, akhirnya di selesaikan di Penang. Menyusul kakak kedua kasus sakit paru-paru, solusinya ditemukan di Penang.
Istri saya kena serangan sakit pergelangan, diselesaikan di Penang karena beberapa kali berobat di Surabaya, hasilnya tak ada.
Cucu kami kena epilepsi 1 tahun berobat di Jakarta dengan obat yang harus dimakan 18 butir sehari, ternyata setelah dicek di Penang, semua hanya obat penenang. Di Penang ditangani Prof. Hanifa, dikasi hanya sebutir obat selama 2 tahun, Alhamdulillah selesai.
Kakak ipar saya sakit perut hampir dipaksa dioperasi di Siantar, dan minta DP 25 juta, kami larikan ke Penang, hanya dikasi obat harga Rp. 500 ribu, selesai..!!
Kalau bapak mau liat sehari-hari ada Rumah Sakit yang full diisi 90% oleh orang Indonesia.
Island hospital, Adventist, dan Lam hoa’i.
Silakan tanya pasien dari Indonesia rata-rata masalah penanganan dokter yang semena-mena dan harganya nyekek leher.
Saya pengidap diabet yang 3 tahun karena pandemi tidak ke Penang. Biasanya saya dikasi resep dengan biaya 800 ribu – 1 juta rupiah untuk 1 bulan.
Selama saya di Surabaya saya coba ganti dokter dan obat saya semua diganti, sekali ambil resep Rp. 4 juta, kalau beli di luar Rumah Sakit bisa dapat 2,5 – 3 juta. Sekarang online malah bisa 50%.
Yang parahnya, 3 bulan pertama ganti obat gula saya yang rata² 180 bisa melonjak ke 350 kreatin saya yang 1,20 naik menjadi 2,07. Dan HBA1c saya naik dari 7,6 menjadi 10,6. Ini parah, rah..
Hal yang sama kalau tidak salah pernah disampaikan oleh Bpk LBP. Tapi semua percuma kalau hanya teriak. Intinya antara lain :
1. Dokter di Malaysia hanya praktek pada 1 Rumah Sakit. Dan tidak matere.
2. Rumah Sakit di sana tidak jualan kamar dan obat. Mereka tawarkan obat dan pilihan beli di luar, ada apotik langganan orang Indonesia yang juga direkom dokter.
3. Rumah Sakit tidak pernah mentarget pasien. Mereka sangat profesional dan humanis.
Menurut saya bapak tidak perlu survey kesana.
Suruh saja orang yang langganan berobat Penang dan Rumah Sakit lainnya tanyakan kepada mereka apa alasannya.
Bapak bisa buat pertanyaan resmi via medsos. Dan minta diisi secara jujur dan benar.
Saya jamin 1 Minggu bapak akan dapat informasi valid.
Yang lainnya Bapak juga harus lihat gaya Hedon para dokter Indonesia serta selalu jadi salesman pabrik obat. Menurut saya kasi peringatan keras dan pindahkan ke Papua bagi yang tidak patuh terhadap kode etik dokter.
Jangan terlalu diserahkan ke IDI karena organisasi itu hanya berprilaku bahwa dokter adalah masyarakat kelas satu.
Jadi kalau kita bandingkan dokter lebih tak bermoral kalau dia kaya dari-duit orang sakit. Karuan pegawai pajak kaya, malak orang berduit walau hal itu tetap salah.
Ayolah Pak Presiden, Bapak harus cepat bertindak. Kalau tidak devisa kita akan makin banyak nyeberang ke tetangga hanya karena di negerinya pasien dibuat tak berharga.
*Duit disikat, sakitnya gak diangkat.* *Akhirnya pasien yang sekarat..!!*
Dokter seperti ini yang mau dibilang bermartabat 😱😳
Merdekaaa…!! 🇮🇩
Ilyas Subyakto
Surabaya.
Cc: IDI
(Penguasa kesehatan)