Cerita Pendek: “Surat Cinta”

Oleh Jeffry Th. Pay
KETIKA aku bertemu dia, aku seperti pernah mengenal dia. Wajah dan gayanya mengingatkan aku bahwa kami pernah bertemu. Tapi kapan dan dimana aku sudah lupa.
Saat kami bertatatapan, mata dan wajahnya mengisyaratkan bahwa ia juga pernah mengenal aku.
Aku coba mengingat-ingat siapa sebetulnya dirinya. Ketika aku lagi menerawang jauh tentang siapa sebetulnya dirinya, ia tersenyum memandang aku yang lagi bingung. “Hai..,” begitu ia tiba-tiba menyapa aku.
Untuk menunjukkan bahwa aku juga mengenal dia, aku pun spontan berucap, “Hai..”
“Kamu sudah lupa ya…” sambungnya lagi.
Aku jadi kelabagan dibuatnya. Karena aku sendiri tidak siap untuk mengakrabkan diri dengan orang yang terasa asing, tapi juga aku akui pernah mengenalnya.
Untuk menutupi kegugupanku, aku sportif saja mengatakan, “Aku sih masih ingat wajah kamu. Tapi maaf kalau aku lupa kapan dan dimana kita pernah bertemu.”
“Tahun 1985 kamu ada dimana?” tanya dia.
Sambil mengingat-ingat, aku pun harus memutar lagi sejarah kehidupan aku puluhan tahun lalu. Tahun 1985 aku ingat aku masih berada di kampungku. Dan di tahun itu aku masih remaja, dan masih duduk di bangku SMA.
“Kamu dulu Pengurus OSIS kan?” katanya lagi.
Aku jadi tambah bingung, mengapa ia mengetahui perjalanan hidup aku.
“Dulunya aku di kelas 1 dan kamu di kelas 3. Dan aku, aku masih…..Ah gak usah diceritakan…” begitu ia melanjutkan, tapi kemudian cepat menyelah.
“Masih apa maksud kamu. Dan kenapa kamu tidak mau menceritakan…?” tanyaku penasaran.
“Biar itu menjadi kenangan aku saja..” sambungnya.
“Tapi di kenanganmu itu, apa ada hubungannya dengan aku…?
“Kira-kira begitu..”
“Kamu benar-benar bikin aku penasaran. Dari tadi kita cerita terus, tapi maaf aku belum tahu siapa kamu. Atau lebih tepat aku lupa siapa kamu. Karena 30 tahun lalu itu bukan baru kemarin. Dan wajah kamu juga pasti telah berubah,” kataku.
“Aku tahu nama kamu. Dan aku tahu kamu kerja dimana dan tinggal dimana,” jawabnya tanpa ragu.
Aku jadi salah tingkah, kenapa dia bisa tahu tentang aku, dan aku jadi malu sendiri karena tidak lagi bisa mengingat siapa dia.
“Surat yang pernah kamu kirim ke aku, aku masih simpan sampai saat ini,” ujarnya sambil tersenyum.
Ampun..surat apa itu. Aku harus membuka lagi sejarah pribadi aku. Kapan dan kepada siapa aku pernah mengirim surat. Kalau sekarang orang memang jarang mengirim surat. Tapi di masa remaja aku memang pernah mengirim surat kepada seseorang, bahkan lebih dari seorang. Dan itu pasti surat cinta.
Aku melakukan itu dengan harapan siapa yang membalas surat cintaku berarti dialah yang mencintai aku. Tapi sampai aku lulus SMA, tidak ada satupun yang membalas surat cinta yang aku tulis dengan kata-kata puitis. Aku sendiri sadar bahwa aku bukanlah orang yang bisa mendapatkan cinta dengan mudah. Karena walaupun aku terpilih jadi Pengurus OSIS, tapi aku sendiri adalah anak orang tak punya. Aku tahu gadis-gadis remaja di masa aku sudah mulai materialis. Mereka hanya ingin pacaran dengan orang yang punya gengsi, dan itu orang yang punya harta. Rasa minderku tumbuh sejak masa kecil. Maklum aku anak orang miskin. Karena itu aku kurang percaya diri. Apalagi kalau bicara cinta.
Tapi belakangan aku pun mendapat informasi dari seorang teman gadis di kelasku, bahwa aku katanya banyak yang naksir, tapi mereka takut jadi pacarku karena banyak yang mengidolakan aku. “Kamu dianggap berbakat jadi play boy, dan sudah tentu mereka tidak ingin disakiti,” kata temanku menjelaskan.
“Hey sudah ingat belum?”
Wanita di depanku sontak mengagetkan aku dengan pertanyaan yang belum aku bisa pecahkan misterinya.
“Aku memang tidak membalas surat kamu, karena aku memang cuma sebentar duduk di kelas 1. Dan harus pindah sekolah. Karena ayahku pindah tugas,” jelasnya lagi.
“Kamu memang jago menulis puisi. Satu kalimat yang aku hafal sampai sekarang dari surat kamu itu adalah “cinta adalah karunia yang hanya dapat dirasakan bila kita memiliki cinta”, ujarnya mengutip kalimat yang katanya pernah aku tulis padanya.
Saat aku masih berpikir, dia langsung menimpali dengan kata-kata, “Maaf aku buru-buru karena aku harus mengejar waktu penerbanganku. Pesawat aku terbang pukul 4 sore ini. Yang penting aku bahagia bisa berjumpa dengan kamu lagi. Aku harap suatu hari nanti kita bisa berjumpa lagi.”
Wanita itupun segera beranjak dari tempat kami bertemu. Tempat kami bertemu ini adalah kebun wisata yang menarik. Di sini aku selalu mampir bila hari libur atau lagi senggang. Aku memang suka menyendiri di sini sambil menikmati alam.
Sampai aku pulang aku terus dilanda penasaran siapa wanita misteri itu. Dan kalimat bernada puisi yang memang pernah aku menulisnya, kembali menjadi motivasi bagi aku untuk terus menulis dengan kata-kata indah. Dan sesungguhnya cinta memang hanya dapat dirasakan kalau kita memiliki cinta. (Dari tepi sungai Noongan, awal November 2023).
Catatan: Cerita ini hanyalah fiksi. Bila ada kesamaan dengan kehidupan seseorang, itu hanyalah kebetulan.