Surat Terbuka: Tambang Emas di Sulut, Berkat atau Kutuk


Oleh Joppie Worek

Surat Terbuka:

“Kembali saya ingin ingatkan, Emas adalah barang panas, semoga tangan dingin Bapak dapat menyelesaikan serangkaian persoalan Tambang Emas di Sulawesi Utara agar kekayaan berlimpah ini sungguh menjadi BERKAT dan tidak berubah menjadi KUTUK.”

Tentang Pertambangan Emas

Kepada Yth :

Gubernur Sulawesi Utara
Bpk. Yulius Selvanus

Di – Manado.

Salam dan Hormat.
Surat berseri ini sengaja saya kirim tentu dengan harapan bahwa dibawa kepemimpinan Bapak Yulius Selvanus Provinsi Sulawesi Utara akan lebih baik, lebih maju, dan lebih kuat menghadapi tantangan ke depan.

Salah satu persoalan serius di Sulawesi Utara dalam tiga setengah dekade terakhir ini (1990 – 2025) adalah PERTAMBANGAN EMAS.

Persoalan itu pun masih dibagi dua bagian :

* Pertambangan Emas Berizin (resmi).
* Pertambangam Emas Tidak Berizin.

Keduanya menyimpan bersoalan serius, karena bersentuhan langsung dengan kehidupan masa kini dan masa depan rakyat
Saya cukup peduli dengan serangkaian persoalan Tambang Emas di daerah ini, karena beberapa hal :

* Tahun 1988 – 1990 saya beberapa kali melakukan invistigasi liputan di lokasi Tambang Rakyat (tak berizin) di Ratatotok dan di Lanut Modayag. Masuk ke hutan, manyaksikan ribuan rakyat hidup di hutan dengan hukum rimba. Saya pernah menyaksikan perkelahian antar petambang yang mengerikan. Saya juga menyaksikan seorang petambang yang terjepit batu, dan kakinya di amputasi oleh petugas Puskesmas di dalam lubang tambang.

* Tahun 1991, di meja kerja Gubernur Sulut Mayjen C.J. Rantung saya ditunjukan peta potret satelit tentang area kandungan emas di Sulawesi Utara. Bumi Sulawesi Utara dari Kepulauan Sangihe dan Talaud, Minahasa, hingga Bolmong dan Gorontalo di penuhi kandungan emas. “Tak terkecuali, Kota Manado di kedalaman tertentu mengandung emas,” kata Gubernur Rantung sambil menunjuk titik Manado di peta foto satelit.

* Tahun 1987, dalam sebuah perjalanan di hutan Minahasa Selatan, Antara Motoling – Poigar saya pernah ditunjukan oleh seorang kakek sebuah onggokan besi mesin air bekas pertambangan zaman kolonial. Sementara sang kakek memungut bebatuan mengandung emas.

* Tahun 2007, di sebuah pemakaman tua di Tatelu, seorang wanita tua menunjukan sebuah makam seorang pria keturunan Prancis yang hidup di era kolonial, Opa Matheu namanya, dia dikenal dengan sebutan “Mantri Tanah”, seorang analis tanah yang dapat mendeteksi atau memastikan tanah mengandung emas atau tidak. Diceritakan, Opa Matheu adalah petualang pemburu emas di Minahasa, Bolmong, hingga Gorontalo. Opa Metheu setelah bertualang berbulan-bulan kembali ke Tatelu dengan hasil tambang emas. Sebagai hiburanya, Opa Matheu yang kaya raya itu membangun lapangan pacuan kuda di Tatelu, bekasnya masih ada hingga sekarang.

* Tahun 1995, seorang teman menunjukan sebuah buku sejarah tentang Pahlawan Nasional Arie Lasut. Seorang geolog yang dikejar-kejar kolonial karena menyimpan peta geologi kandungan emas di Pulau Sulawesi bahkan di Indonesia.

* Tahun 2009, saya dan beberapa teman jurnalist, pendeta, dan pengacara berusaha melakukan advokasi terhadap Pdt. Kesek yang dianiaya dan di tahan berbulan lamanya di Mapolada hanya karena dia menggali dan membawa beberapa karung tanah mengandung emas di Desa Picuan Lama di tanah kebun milik keluarganya. Dia kemudian ditangkap oleh aparat bersenjata dianiaya karena mengambil tanah di area tambang yang diklaim dikuasai oleh PT SEJ (Sumber Energi Jaya).

Dari catatan pengalaman jurnalist itu, saya meyakini bahwa emas adalah kekayaan tetapi sekaligus potensi bencana yang luar biasa. Karena itu saya selalu terpanggil untuk terus mencermati persoalan Tambang Emas yang tetap aktualil dan penting diseriusi.

Bapak Gubernur Yang Terhormat…

Di Sulawesi Utara ada beberapa kapitalisasi tambang yang telah mengeruk kekayaan emas selama tiga dekade terakhir. Mereka hadir dengan masa eksploitasi di awal tahun 1990an, kemudian mulai memasuki masa ekplorasi pertengahan 1990an.

Kapitalis Tambang multi nasional seperti PT. Newmount Minahasa Raya (NMR) mulai ekplorasi tahun 1997 – 2004 di Ratatotok. Kemudian di susul PT MSM dan PT TTN di Likupang, PT Avoset di BMR, dan PT SEJ di Minsel dan Mitra.

Tidak banya laporan terbuka hasil audit independent terkait hasil ekplorasi para kapitalis tambang itu. Berapa banyak emas yang berhasil digali, berapa nilai IDR ratusan bahkan mungkin ribuan ton emas yang mereka bawa keluar dari Sulawesi Utara.

Saya sulit menduga besarannya, ukurannya PT NMR dalam sebuah laporan berhasil mengeruk 60 Ton emas dalam operasi tak lebih dari 7 tahun. Bayangkan, PT MSM dan TTN, PT Avoset, PT SEJ sudah hampir 20 tahun hadir di Sulut. Kemungkinan produksi keseluruhan sudah mendekati 1.000 ton emas. Silakan dihitung IDR nya dengan harga emas Rp. 1.500.000 per gram.

Pertanyaan lebih serius lagi, apakah kekayaan emas yang dikeruk dari Bumi Sulawesi Utara sebanding dengan fasilitasi yang diberikan negara atas daerah ini. Tigapuluh tahun emas dieksploitasi dari Sulut, 30 tahun masih banyak rakyat yang susah makan, bahkan masih cukup banyak rakyat di lingkar tambang yang anak cucunya terhinggap stunting. Sebuah ironi, negeri berlimpah emas tetapi rakyatnya masih terkena stunting, gizi buruk.

Jikapun ada laporan sepihak dari perusahaan tambang itu, tentang berapa banyak emas yang berhasil mereka gali, tentu saja sulit dipercaya karena tidak melalui audit independent. Selama ini rakyat seputar tambang hanya diberi laporan CSR yang tentu tidak bisa dihitung berdasarkan hasil tambang perusahaan bersangkutan.

Para kapitalis tambang selama belasan tahun diduga “berselingkuh” dengan beberapa penguasa dan pengusaha lokal. Mereka “berselingkuh” dengan sistem bagi kerja. Pekerjaan utama pertambangan dikendalikan oleh perusahaan tambang, sementara perusahaan lokal sebagai mitra mengurus pengadaan barang dan alat berat, logistik, pengadaan BBM, konstruksi, jual beli perluasan lahan, transportasi, akomodasi, dan fasilitasi lainnya.

(Maaf, saya berharap, Pak Gubernur Yulius Selvanus tidak akan ikut terseret dalam pusaran kapitalisasi tambang emas di daerah yang kini Bapak pimpin).

Bapak Gubernur yang terhormat….

Kehadiran penguasa dan pengusaha lokal di bawah ketiak kapitalis tambang ini, perlu dicermati dan disikapi. Sebab, tambang emas adalah “proyek panas” yang bisa saja berujung kerugian negara, kerugian ekosistem, kerugian sosial; kerugian masa depan masyarakat lokal.

Sebagai contoh, PT MSM dan PT TTN di Likupang belakangan ini dilaporkan sedang memperluas areal tambangnya dengan membeli lahan perkebunan rakyat dengan melibatkan pihak ketiga, bahkan dikabarkan sebuab kampung di Kota Bitung akan musnah direlokasi karena di kampung itu terdeteksi memiliki kandungan emas potensial.

Persoalan tambang emas di area pertambangan perusahaan memang selalu mengundang kerawanan sosial, bahkan kerawanan sengketa tanah antara perusahaan, pihak ketiga (mafia tanah) dan rakyat pemangku adat atas tanah. Tak jarang takyat harus berhadap-hadapan dengan aparat bersenjata.

Ohh yaa, satu hal serius lagi terkait pertambangan adalah soal dampak bencana alam sebagai akibat rusaknya bentang alam karena galian tambang baik tambang berizin maupun tambang tak berizin.

Sesuai catatan dalam 10 tahun terakhir ini, di area tambang di Minahasa Utara, Minahasa Tenggara, Minahasa Selatan, seluruh kabupatan BMR sudah mengalami banjir bandang serius. Ini diduga akibat rusaknya ekosistem di area tambang. Semua kabupaten BMR sudah diterjang banjir bandang yang serius karena bukit hutan penyangga telah rusak oleh kegiatan tambang emas. Padahal sampai permulaan tahun 2000 BMR tak pernah diterjang banjir bandang.

Soal dampak ekologi dari kegiatan tambang massal di beberapa kabupaten potensial ini, kiranya menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi Sulut dibawah kepemimpinan Bapak.

Bapak Gubernur yang terhormat…

Tentang tambang emas tak berizin oleh rakyat di Sulawesi Utara justru lebih rumit dan pelik lagi.

Tahukah Bapak, ada ribuan rakyat Sulawesi Utara telah lebih 40 tahun masuk keluar hutan memburu logam emas. Tambang Tatelu, Tambang Ratatotok, Tambang Picuan, Tambang Lanud Modajag, Tambang Doloduo, Tambang Boltim dan Bolsel, semuanya menyimpan cerita koflik dan bencana alam. Konflik antar petambang, konflik antar petambang dengan perusahaan, konflik antar petambang dengan aparat bersenjata telah menjadi cerita berseri yang mungkin belum akan berakhir dan tak akan tamat.

Rakyat memang memiliki “hak tradisional” memburu logam emas. Lagi pula, rakyat sebagai pemangku adat tradisi secara turun temurun menyaksikan langsung para kapitalis tambang mengeruk keuntungan secara terbuka. “Ini tanah leluhur kami, leluhur kami dulu mendulang emas di sini, orang asing boleh, mengapa kami dilarang oleh aparat bersenjata,” ucap seorang opa di Ratatotok.

Bapak Gubernur yang terhormat…

Kembali saya ingin ingatkan “emas adalah barang panas”, semoga tangan dingin Bapak dapat menyelesaikan serangkaian persoalan Tambang Emas di Sulawesi Utara agar kekayaan berlimpah ini sungguh menjadi BERKAT dan tidak berubah menjadi KUTUK.

Kami menaruh banyak kepercayaan kepada Bapak Gubernur Yulius Selvanus bersama Bapak Wakil Gubernur Victor untuk mengurai benang kusut Pertambangan Emas Sulut. Tuhan Menolong Memberkati.

Salam saya,

Joppie H.E. Worek

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top