Renungan Minggu: Pedoman-Pedoman Hikmat (Pengkhotbah 11:1-8)


Renungan Minggu:
Pedoman-Pedoman Hikmat (Pengkhotbah 11:1-8)

KITAB Pengkhotbah (Qohelet) adalah kitab yang secara tradisi diyakini sebagai tulisan Raja Salomo. Kitab ini digolongkan sebagai kitab-kita puisi, yang berisikan pedoman-pedoman hikmat yang memberi petunjuk sesuai dengan pengalaman manusia sehari-hari.

Dalam Pengkhotbah 11:1 disebutkan “Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama setelah itu”.

Secara hurufiah tentu kita akan langsung terpikir pada roti yang kita kenal saat ini. Dan roti yang kita kenal saat ini, kalau kita lemparkan ke air akan mengapung. Jadi berbeda dengan apa yang disebutkan, maka engkau akan mendapatkannya kembali lama setelah itu.

Ada penafsiran teologis bahwa yang dimaksudkan Pengkhotbah adalah butiran gandum yang diartikan sebagai roti. Dimana bila dilemparkan ke tanah yang berair kelak akan bertumbuh dan menghasilkan buah.

Lemparkan rotimu ke air. Memang tidak ada penjelasan pasti mengenai amsal ini. Secara tradisi dianggap sebagai nasihat untuk bersikap murah hati, yang orang harus lemparkan (harfiah, berikan) kepada orang lain, tanpa memperoleh balasan langsung, tetapi yang kelak akan mendatangkan upah/balasan bagi pemberinya.

Ayat ini mengajarkan kita untuk berbagi berkat (bermurah hati) dengan sesama. Karena pada suatu saat nanti, kita akan mendapatkan kembali berkat yang sama (pertolongan).

Kemudian ayat yang ke 2, “Berikanlah bahagian kepada tujuh, bahkan kepada delapan orang, karena engkau tidak tahu malapetaka apa yang akan terjadi di atas bumi.”

Malapetaka atau bencana atau juga pergumulan, selalu terjadi dalam hidup manusia. Dan kita tidak tahu kapan itu terjadi. Oleh karena kita tidak tahu kapan dan bagaimana malapetaka itu datang, maka berbaik hati dan berilah pertolongan kepada orang lain. Artinya, suatu hari kelak kita mungkin bisa mendapat malapetaka, dan orang lain akan tergerak untuk menolong kita.

Di ayat 3: “Bila awan-awan sarat mengandung hujan, maka hujan itu dicurahkannya ke atas bumi; dan bila pohon tumbang ke selatan atau ke utara, di tempat pohon itu jatuh, di situ ia tinggal terletak.”

Kita baru saja mengalami cuaca ekstrem. Dimana hujan deras dan angin kencang datang menerpa, sehingga banyak pohon tumbang dan juga banjir dan tanah longsor.

Kita tentu tidak mampu menolak bencana ini. Tapi di balik itu kita harus belajar, bahwa bencana bisa datang kapan saja. Dan sudah tentu kita diingatkan untuk tidak merusak alam, tidak membuang sampah sembarangan, dan juga punya kewajiban untuk menjaga dan melestarikan lingkungan.

Kemudian ayat 4, “Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai”.

Ini artinya, dalam bekerja dan melakukan aktifitas kita tidak selalu harus melakukan dalam suasana yang baik dan enak saja. Tapi juga dalam suasana yang tidak mengenakkan. Jadi untuk menabur kita tak perlu pesimis melihat tantangan. Setiap pekerjaan pasti ada masalah dan tantangannya. Yang harus dilakukan adalah teruslah bekerja keras di bidang kita masing-masing. Supaya kelak kita akan menuai hasil kerja kita.

Di ayat 5, “Sebagaimana engkau tidak mengetahui jalan angin dan tulang-tulang dalam rahim seorang perempuan yang mengandung, demikian juga engkau tidak mengetahui pekerjaan Allah yang melakukan segala sesuatu”.

Ayat ini menunjukkan tentang misteri kehidupan dan juga misteri Allah. Kita tidak tahu bagaimana Allah merancang kehidupan kita. Tapi kita patut mengimani bahwa Allah merancang damai sejahtera dan bukan kecelakaan.

Untuk ayat 6, mempunyai makna yang sama dengan ayat 4. Intinya teruslah menabur, entah itu dalam keadaan baik atau buruk. Ayat 6 berbunyi, “Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik”.

Ayat 7, “Terang itu menyenangkan dan melihat matahari itu baik bagi mata”.

Alam yang diciptakan Tuhan ini sangat sempurna, untuk dinikmati manusia. Karena itu nikmatilah apa yang Tuhan beri bagi kita.

Bersyukurlah bila kita melihat matahari, karena matahari adalah salah satu ciptaan Tuhan untuk menjadi berkat bagi manusia dan juga makhluk hidup lainnya.

Dan terakhir, di ayat 8, “Oleh sebab itu jikalau orang panjang umurnya, biarlah ia bersukacita di dalamnya, tetapi hendaklah ia ingat akan hari-hari yang gelap, karena banyak jumlahnya. Segala sesuatu yang datang adalah kesia-siaan.”

Setiap orang tentu ingin berumur panjang. Tapi tentu bukan cuma umur panjang saja, namun juga kita berharap dan berdoa agar dalam hidup kita yang panjang itu, kita boleh menikmati kebahagiaan dan kesejahteraan. Kebahagiaan dan kesejahteraan itu akan sempurna kalau kita juga membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi orang lain, terutama saudara-saudara kita. Amin.

(Jeffry Pay)

Berita Terkait

Top