Renungan Minggu: Antara Hamba Tuhan dengan ‘Hamba Tuan’ (PA: Yesaya 50:4-11)


Renungan Minggu:

Antara Hamba Tuhan dengan Hamba Tuan (PA: Yesaya 50:4-11)

ISTILAH hamba memiliki banyak padanan kata, seperti budak, jongos, pelayan atau pembantu. Dalam bahasa Ibrani dikenal dengan sebutan ebed dan dalam bahasa Yunani doulos.

Seorang hamba adalah seorang yang mempersembahkan dirinya untuk bekerja dan bergantung pada majikan atau tuannya.

Menjadi hamba berarti harus tunduk dan taat kepada tuannya. Prinsipnya, seorang hamba hanya bisa melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diperintahkan dan diinginkan tuannya.

Di dalam Alkitab, istilah hamba ini juga diadopsi untuk semua orang yang percaya kepada Tuhan dengan sebutan hamba Tuhan. Walaupun awalnya hanya ditujukan kepada para nabi atau imam, tapi pada pengertian luasnya adalah semua orang yang takut akan Tuhan disebut hamba Tuhan.

Tetapi menjadi hamba Tuhan bukanlah suatu perkara yang mudah. Karena menjadi hamba Tuhan harus melewati ujian dan pencobaan yang berat. Sebagaimana digambarkan oleh Yesaya dalam pembacaan Alkitab saat ini dalam Yesaya 50:4-11.

Yesaya menggambarkan beberapa ciri dan profil seorang hamba Tuhan. Apa saja ciri dan profil hamba Tuhan itu menurut Yesaya?

Yesaya 50:4-6 (TB) Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.
Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang.
Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi.

Gambaran seorang hamba Tuhan inilah yang harus menjadi pegangan hamba Tuhan. Karena kalau melihat kondisi saat ini, profil hamba Tuhan (Pendeta, Pastur, Gembala, Guru Agama, Penatua, Diaken dan sebutan sinonim lainnya) saat ini sudah berubah. Dimana hamba Tuhan sudah berubah status sosialnya. Dibilang hamba tapi kenyataan sudah seperti Tuan Besar atau Bos Besar yang harus dihormati dan dihargai.

Dari penampilan berpakaian saja sudah terlihat borjuis dan parlente. Mereka juga tak jarang menunjukkan sikap hidup hedonis dengan mempertontonkan harta, properti, kendaraan, dan barang mewah lainnya.

Terkadang ketika kita menyimak situasi di gereja, para hamba Tuhan datang dengan segala kemewahannya, sementara jemaat banyak yang datang dengan kesederhanaan.
Fenomena yang juga sering terjadi saat ini adalah perilaku menjadi ‘hamba tuan’ daripada menjadi hamba Tuhan. Artinya, seseorang terkadang lebih taat kepada tuannya, pimpinannya atau bosnya daripada taat kepada Tuhan.

Kalau kita taat kepada tuan untuk melakukan yang benar dan tidak bertentangan dengan Firman Tuhan, itu tidak masalah. Tapi sekarang ini banyak peristiwa dimana sang tuan memerintahkan hal-hal yang jahat dan bertentangan Firman Tuhan.
Contoh yang baru saja jadi tontonan dan perhatian kita adalah peristiwa Ferdy Sambo yang memerintahkan anak buahnya Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk membunuh Josua Hutabarat.

Begitu pula banyaknya kasus-kasus di pemerintahan yang oleh karena alasan loyalitas, para bawahan harus mengikuti arahan atau perintah atasan. Makanya KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) menjamur dimana-mana.
Jangankan di pemerintahan, dalam gereja pun mulai nampak bagaimana para pimpinan gereja memperalat kekuasaannya untuk melakukan praktek-praktek yang tidak terpuji.

Yesaya adalah seorang nabi Yudea abad ke-8 SM. Ia dipanggil sebagai nabi pada tahun matinya raja Uzia, sekitar tahun 740 SM. Yesaya bernubuat sekurang-kurangnya 40 tahun pada zaman raja Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia dari Kerajaan Yehuda.

Dalam Pasal 50:4-11 ini Yesaya menggambarkan tentang Ketaatan Hamba Tuhan dalam menubuatkan tentang Yesus Kristus sang Mesias.

Yesus Kristus telah menunjukkan ketaatanNya sebagai hamba Tuhan.
Sebagaimana disampaikan Paulus dalam Surat Filipi 2:5-8, Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

(Jeffry Pay)

 

Berita Terkait

Top