Renungan Minggu: 26 Jan – 1 Feb 2025 – Saat Hidup Berdiakonialah – Lukas 16:19-31


ALASAN PEMILIHAN TEMA

Hidup hanya sekali di dunia ini, oleh karena itu orang percaya berupaya mengisi hidup ini dengan melakukan apa yang baik dan berkenan kepada Tuhan Allah serta menjadi alat kesaksian-Nya di manapun ia pergi dan berada. Hidup yang berarti dan menjadi berkat bagi banyak orang adalah harapan setiap orang percaya. Tetapi terkadang ada juga orang percaya yang hanya memusatkan perhatiannya kepada diri dan keluarga sendiri. Orang yang demikian ketika kebutuhan hidupnya terpenuhi, maka ia merasa puas dan tidak lagi memikirkan kebutuhan orang lain.

Sekularisme, sikap individualistis atau pementingan diri sendiri tanpa terasa semakin merasuki persekutuan orang percaya. Hal ini ditandai dengan ada orang percaya mulai tidak peduli dengan Ibadah, ketika ada ibadah ia hanya sibuk dengan pekerjaan atau kegiatannya. Ketika ada program “Puasa Diakonal” atau kegiatan pengumpulan dana untuk Panti Asuhan atau Jemaat Mitra, maka ada yang tidak setuju atau menolak.

Berkenaan dengan pergumulan dan tantangan di atas, maka diangkat tema mingguan “Saat Hidup Berdiakonialah” agar warga Gereja sadar untuk menjadi berkat bagi banyak orang.

PEMBAHASAN TEMATIS

Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)

Salah satu ciri khas dari Injil Lukas adalah penulis memakai perumpamaan, cerita atau narasi untuk mengantar pembacanya memahami tentang karya Tuhan Allah dalam Yesus Kristus. Lukas pasal 16 berisi: perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur (16:1-9), kesetiaan mulai dari perkara yang kecil serta nasihat pernikahan (16:10-18) dan narasi tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin (16:19-31). Bagian Firman ini menggabungkan antara kehidupan orang Israel di zaman Perjanjian Lama (dengan disebutkan kembali nama Bapa Abraham) dan kehidupan umat Tuhan di zaman Perjanjian Baru (dengan adanya nama Lazarus)

Kisah orang kaya dan Lazarus yang miskin memberikan gambaran yang jelas mengenai kehidupan manusia selama hidup dan setelah kematian. Pada satu pihak, dijelaskan bahwa orang kaya, yang tidak disebutkan namanya, menjalani kehidupannya dengan menikmati segala kekayaannya. Pertama, ia selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus. Penampilanya menggambarkan pakaiannya sangat mahal, sebab jubah ungu hanya dipakai oleh para raja atau bangsawan. Begitu juga dengan kain halus (sejenis bahan sutra) yang harganya mahal. Kedua, setiap hari ia berpesta pora, bergembira dan bersenang-senang dengan teman-temannya. Hidupnya diwarnai dengan kesenangan duniawi.

Pada pihak lain dijelaskan bahwa ada seorang miskin yang bernama Lazarus badannya penuh borok (Yun. Helko: penyakit bisul yang memenuhi hampir seluruh badan). Ia tidak dapat bergerak banyak sehingga hanya mampu untuk berbaring. Ia berupaya mencari makan dengan duduk di depan pintu rumah orang kaya tersebut. Lazarus si miskin hanya berharap dapat menikmati sisa-sisa makanan dari pesta yang diadakan si orang kaya. Ia tak mampu berbuat apa-apa, bahkan anjing-anjing peliharaan orang kaya datang mengerumuninya. Sungguh pemandangan yang tidak manusiawi, bahwa anjing-anjing peliharaan orang kaya lebih “sejahtera” mendapat makanan yang baik dan bergizi daripada Lazarus yang hanya mencari sisa-sisa makanan saja. Kekayaan dan kemiskinan tidak dapat menghalangi kematian, pada akhirnya orang kaya dan Lazarus yang miskin mati.

Setelah kematian ditulis bahwa Lazarus dibawa malaikat ke pangkuan Abraham, sedangkan si orang kaya dibawa ke tempat yang penuh penderitaan dan sengsara di alam maut. Gambaran situasi ini berbeda selama mereka hidup di dunia ini, yakni orang kaya menikmati kebahagiaan dengan segala kemewahannya, tetapi setelah ia mati, ia menderita. Sebaliknya Lazarus, semasa hidupnya sangat menderita lahir dan batin, tetapi setelah ia mati, ia mengalami kebahagiaan boleh duduk di pangkuan Abraham.

Orang kaya dalam bacaan ini menikmati kehidupannya dengan cara berpakaian mewah dan berpesta pora, ia hanya ingin berteman dan mengundang orang-orang yang status sosialnya setara dengannya. Kekayaan yang ada padanya hanya untuk diri sendiri, ia tidak peduli dengan orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan sikapnya ketika ada orang miskin di depan pintu rumahnya, ia tidak peduli apalagi membantu baik itu memberi uang atau makanan. Sisa makanan saja sulit untuk diberikan kepada Lazarus yang miskin dan menderita kelaparan. Hidupnya melimpah, tetapi hati nuraninya “miskin” untuk peduli apalagi memberi untuk orang lain. Dampaknya ketika ia mati ia sangat menderita bahkan penuh kesakitan dalam nyala api yang tak pernah padam. Sebaliknya Lazarus dalam kemiskinan dan penderitaan sakitnya tidak dapat berbuat apa-apa, ia hanya bisa pasrah dengan keadaannya.

Orang kaya ini sangat menderita, tetapi ia masih mengingat lima saudaranya yang masih hidup supaya mereka tidak masuk ke tempat yang penuh siksaan seperti dirinya. Ia meminta kepada Abraham supaya mengutus Lazarus untuk memperingatkan mereka, sebab dalam pemikirannya mungkin kalau ada orang yang bangkit dari antara orang mati yang memberitakan tentang Firman Tuhan saudara-saudaranya akan langsung percaya, tetapi permintaannya tidak dikabulkan oleh Abraham. Alasannya karena di dunia masih ada orang-orang yang memberitakan tentang Tuhan Allah (tercantum dalam kesaksian Musa dan para nabi). Sehingga hendaknya saudara-saudara orang kaya itu mendengarnya dan percaya. Sebab kalau mereka tidak mau mendengarnya sekalipun ada orang yang bangkit dari antara orang mati memberitakannya, mereka tidak akan percaya.

Hal ini juga menegaskan bahwa pemberitaan mengenai kebenaran firman Tuhan tidak selalu harus menuntut disertai dengan “mujizat yang luar biasa” kemudian seseorang itu percaya, tetapi percaya itu timbul dari pendengaran mengenai firman Tuhan yang benar.

Makna dan Implikasi Firman

Mengakhiri bulan Januari dan memasuki bulan Februari tahun 2025 ini dalam sorotan tema “Saat Hidup Berdiakonilah” kita orang percaya diingatkan:

• Diakonia adalah salah satu dari tiga tugas Gereja, yakni: bersekutu, bersaksi dan melayani (diakonia). Berdiakonia berarti mempunyai hati yang rela memberi untuk orang lain. Kerelaan yang muncul dari sikap kepedulian kepada sesama kita, bukan nanti ketika kita berkecukupan atau kaya baru memberi bagi orang lain. Kita ingat akan cerita seorang janda di Sarfat yang hanya mempunyai tepung dan minyak yang sedikit, namun dengan ketulusan hatinya ia membuat bagi Elia roti dan Tuhan Allah memberkati janda tersebut. Sehingga tepung dalam tempayan dan minyak dalam buli-buli tidak pernah habis (1 Raj. 17:7-16). Hati yang rela memberi sebagaimana Yesus Kristus juga yang rela memberi hidup-Nya untuk menyelamatkan umat manusia (Yoh. 3:16).

• Kekayaan adalah anugerah Tuhan Allah. Harta yang diperoleh baik itu dari warisan atau karena kerja dan usaha kita janganlah membuat kita sombong dan hanya mementingkan diri sendiri. Tetapi pakailah itu juga untuk berdiakonia bagi orang lain. Ada begitu banyak orang yang ada di sekitar kita yang berkekurangan, seperti: janda, anak-anak yatim piatu, orang miskin, sakit menahun, terlantar dan terpinggirkan, mereka membutuhkan uluran tangan. Bantulah mereka dengan kekayaan dan harta yang kita miliki, sebab ketika kita memberi untuk mereka yang membutuhkan, berarti kita sudah memuliakan Tuhan Allah yang menganugerahkan berkat-Nya bagi kita. Tuhan Allah kita mahakaya, sebab Ia adalah Pencipta alam semesta, tetapi Ia rela datang ke dalam dunia ini melalui Yesus Kristus. Ia menjadi miskin karena kita, supaya kita yang miskin menjadi kaya di dalam Dia (2 Kor. 8:9).

• Kemiskinan dalam tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan akan selalu ada. Orang miskin adalah mereka yang tidak mempunyai apa-apa atau berkekurangan untuk makan atau minum. Tinggal di tempat-tempat yang tidak layak bahkan sampai menjual dirinya ke dalam perbudakan (2 Raj 4:1; Amos 2:6-7). Alkitab mencatat bahwa kemiskinan juga disebabkan karena kemalasan dan mabuk (Amsal 30:13; 23:21). Atau disebabkan oleh ketidakadilan sosial.

• Hidup yang Tuhan Allah anugerahkan haruslah diisi dengan melakukan apa yang baik dan berkenan kepada-Nya. Sebab akan tiba waktunya kita akan kembali kepada Dia, Sang Pemilik kehidupan. Kita akan mempertanggungjawabkan secara pribadi apa yang sudah kita lakukan semasa hidup, apakah hidup sesuai dengan kehendak-Nya atau tidak. Ingat tidak ada seorangpun dalam dunia ini yang tidak akan mati, baik ia miskin atau kaya raya, kekayaan manusia tidak akan bisa menghalangi kematian. Kehidupan kekal bersama dengan Bapa di sorga atau sengsara di alam maut hanya Dia yang berhak untuk menentukannya.

• Tuhan Allah memberi kepada kita Kitab Suci (Alkitab) untuk dipahami, dihayati dan dilaksanakan. Ia juga memberi kepada kita para pengajar mengenai firman-Nya, yakni: Diaken, Penatua, Guru Agama dan Pendeta. Hargailah pelayanan mereka dan dengarkanlah kesaksian mereka tentang Yesus Kristus yang adalah Tuhan dan Juruselamat. Tetaplah setia dan lakukanlah kehendak-Nya, maka suasana kedamaian, ketentraman, damai sorgawi bagaikan berada “dipangkuan Abraham” pasti akan kita alami. (mtpjgmim)

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top