Renungan Minggu: 2 – 8 Februari 2025 – Yesaya 28 : 23- 29 – Tuhan itu Ajaib dalam Keputusan dan Agung dalam Kebijaksanaan


ALASAN PEMILIHAN TEMA
Setiap manusia memiliki masalahnya masing-masing. Demikian pula, permasalahan yang dihadapi oleh warga jemaat juga beragam bentuknya, antara lain masalah keluarga yang berkaitan dengan ekonomi, relasi antar anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, kehidupan sosial, dan sebagainya. Di dalam konteks ini, Gereja dituntut untuk memberikan pelayanan pengajaran dan penggembalaan secara bijaksana, yang tujuannya adalah untuk membangun kehidupan yang lebih baik dan diberkati. Namun, kita juga harus mengakui bahwa gereja masih menghadapi tantangan dan pergumulan dalam bentuk-bentuk pelayanan ini. Masih ada yang berpendapat bahwa pelayanan pengajaran hanya ada dalam bentuk pelayanan ibadah dan katekisasi. Pelayanan penggembalaan pun hanya jika ada yang bersedia berbagi masalahnya. Lebih miris lagi, ada warga jemaat yang kemudian memilih untuk keluar/pindah denominasi karena merasa dihakimi dan ditolak. Padahal, gereja telah dipanggil dan dilengkapi dengan hikmat oleh Tuhan untuk dapat mengerjakan pekerjaan pelayanan-Nya, termasuk pelayanan penggembalaan dan pengajaran, untuk menolong warganya bertumbuh dalam iman kepada Tuhan Allah. Oleh karena itu, menarik untuk merenungkan teks Yesaya 28:23–29 yang berbicara tentang hikmat yang dikaruniakan Tuhan kepada seorang petani dalam mengelola tanah dan hasil panennya. Suatu perumpamaan yang sebenarnya berbicara tentang bagaimana Tuhan memperlakukan umat-Nya.  Segala hal dirancangkan dan dilakukan-Nya dalam kasih karunia-Nya untuk mendatangkan kebaikan kepada mereka. Teks bacaan ini dianalisa dalam terang tema: Tuhan itu ajaib dalam keputusan dan agung dalam kebijaksanaan.

PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Nama Yesaya (Ibrani: yesya‘yahu) artinya: Yahweh adalah keselamatan. Nabi Yesaya bin Amos bernubuat pada masa pemerintahan raja Uzia; Yotam; Ahas; dan Hizkia pada abad ke-8 SM.

Para ahli Perjanjian Lama membagi kitab Yesaya ke dalam tiga bagian: pasal 1-39, pasal 40-55, dan pasal 56-66. Pasal 1-39 atau Proto-Yesaya (Yesaya Pertama) berasal dari abad ke-8 SM pada masa krisis pre-exilic (sebelum pembuangan) di Yerusalem.

Teks ini menyangkut pengakuan tentang komitmen YHWH kepada umat, bahwa penghukuman bukanlah kata akhir, tetapi YHWH akan membawa syalom bagi mereka.

Teks Yesaya 28:23–29 menjelaskan tentang bagaimana seorang petani mempersiapkan tanahnya untuk ditanam dan bagaimana ia mengolah hasil panennya.

Setelah pengantar dalam ayat 23 yang menegaskan perintah kepada seluruh Israel untuk mendengar baik-baik, memperhatikan, mengerti, dan

melakukan apa yang didengar, sang nabi menjelaskan tentang pekerjaan sang petani. Ia tidak mengerjakan tanahnya setiap hari, hanya pada waktu tertentu, yaitu pada musim menanam. Lahan disiapkan dengan cara: membajak, mencangkul, dan menyisir tanah.

Proses ini dilakukan untuk membersihkan lahan dari sisa panen musim tanam yang lalu, kayu, ranting, dan batu.

Kemudian bedeng dibuat dan tanah dilobangi untuk menjadi tempat bibit ditanam. Semua proses tersebut membuat lahan siap ditanami.

Pekerjaan ini membutuhkan hikmat, sebab petani harus menentukan waktu untuk mulai bekerja dan bagaimana urutan pekerjaan yang akan dilakukan hingga tanah siap ditanami.

Ia juga harus mengetahui apa yang akan ditanam sehingga ia mempersiapkan tanah tersebut sesuai dengan jenis bibit yang akan ditanam.

Setelah itu, ia akan menanami tanahnya. Bibit/benih ditebar sesuai jenisnya dan tertata rapi, tidak ditebar secara bersama melainkan terpisah sesuai jenisnya. Ada lima jenis bibit yang disebut: jintan hitam, jintan putih, gandum, jelai, dan sekoi.

Ada tanaman yang ditanam di bagian tengah dan ada di bagian pinggir, masing-masing pada tempatnya.

Ini dilakukan untuk melindungi beberapa jenis tanaman yang dipandang lebih berharga, dari gangguan binatang liar atau ternak yang tersesat.

Hasil panen pun diolah sesuai jenisnya: jintan hitam ditebah dengan galah; jintan putih dengan tongkat; gandum tidak diirik sampai hancur dengan eretan pengirik atau pun jentera gerobak dengan kudanya. Sebab tujuannya bukan untuk menghancurkan melainkan supaya mendapatkan hasil panen yang baik.

Pengetahuan sang petani dalam mengelola tanahnya berasal dari Tuhan. Ia bijaksana dalam mengatur pekerjaannya, karena telah diajari oleh Tuhannya.

Sumber hikmat sang petani adalah Tuhan sendiri. Tuhan adalah Guru hikmat yang mengajar dan memberi petunjuk.

Hal yang diajarkan dan dilatih oleh Tuhan adalah cara yang tepat. Kata yang digunakan adalah lammispat dari! mispat, artinya: peraturan, keadilan.

Tuhan, Sumber hikmat atau Guru hikmat itu telah mengajari keadilan, kebenaran, dan hikmat kepada umat-Nya. Kepada Tuhan itulah, pujian dalam ayat 29 diberikan: Ia ajaib dalam keputusan dan agung dalam kebijaksanaan.

Sebab, jika sang petani saja dapat sedemikian bijaksana dalam bekerja, bayangkan bagaimana bijaksananya Tuhan, Sumber hikmat itu sendiri yang mengaruniakan hikmat kepada si petani.

Tuhan ajaib dan agung dalam keputusan-Nya dan tindakan-Nya kepada umat-Nya, termasuk dalam tindakan untuk menghukum umat-Nya yang bebal dan tidak mau hidup sesuai dengan kehendak firman-Nya.

Sekilas membaca ayat 23–29 sepertinya tidak memiliki hubungan dengan ayat 1–22, sebab memiliki nada yang berbeda.

Ayat 1–22 berbicara tentang nubuat penghukuman bagi umat, sedangkan ayat 23–29 merupakan perumpamaan tentang bagaimana seorang petani mengelola tanahnya.

Namun, jika kita memahami teks ini dalam konteks nabi Yesaya, maka dapat dikatakan bahwa teks ini berbicara tentang bagaimana perlakuan Tuhan kepada umat-Nya.

Tuhan telah melakukan banyak hal tetapi mereka lebih memilih untuk melakukan kehendak sendiri dan mengandalkan bangsa-bangsa lain yang menurut mereka mampu menyelamatkan. Oleh karena itulah, maka Tuhan menghukum mereka.

Jadi, teks ini menyatakan bahwa Tuhan adalah Allah yang bijaksana dan adil. Ia telah membawa mereka keluar dari Mesir dan memberikan tanah Kanaan, telah memberikan firman/perintah-Nya, memelihara dan memberkati kehidupan mereka, namun mereka menolak-Nya.

Jika kemudian Tuhan menghukum, itu adalah bentuk kebijaksanaan-Nya dalam mendidik, mengajar, dan menggembalakan umat-Nya. Bahkan ketika Ia menghukum pun, Ia tidak menghancurkan kehidupan mereka.

Tujuan penghukuman Allah bukanlah kehancuran dan kematian, melainkan kehidupan yang diberkati. Ia menghendaki umat-Nya untuk berbalik kepada-Nya dan hidup taat dan setia agar mereka menikmati berkat-Nya yang berlimpah.

Makna dan Implikasi Firman

1. Tuhan adalah Sumber hikmat yang mengajar dan memberi petunjuk tentang bagaimana orang percaya harus hidup.

Gereja juga harus percaya bahwa Tuhan mengaruniakan hikmat kepadanya untuk bekerja dan melayani, untuk mengajar dan menggembalakan domba Allah (jemaat) sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.

2. Jika gereja adalah petani yang diberi hikmat oleh Tuhan Allah untuk mengerjakan pekerjaan-Nya, maka gereja pun telah diajari/diperlengkapi dengan hikmat untuk bijaksana dalam mengerjakan tugas pelayanannya.

Tugas mengajar dan menggembalakan itu harus dilakukan oleh gereja dengan bijaksana sebagaimana telah diajar dan diberi petunjuk oleh Tuhan.

Sehingga gereja melayani, mengajar dan menggembalakan sesuai konteks kehidupan warganya, baik konteks sosial, pendidikan, ekonomi, politik, dan sebagainya. Gereja harus menciptakan dan menggunakan metode-metode yang kreatif untuk menolong warganya bertobat/berbalik ke arah yang baik, bertumbuh dalam iman, dan menjadi bijaksana.

3. Tujuan pelayanan pengajaran dan penggembalaan yang dilaksanakan oleh gereja bukan untuk menghancurkan (menghakimi dan mengusir) tetapi untuk menjangkau, merangkul, membentuk, menciptakan dan memelihara kehidupan yang berkenan di hadapan Tuhan. (mtpjgmim)

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top