Reka Cipta Budaya Terhadap Seni Pertunjukkan Barongsai dalam Menunjang Pariwisata di Kota Manado


Tarian Barongsai merupakan seni pertunjukkan tradisional Cina sebagai symbol untuk menandai tanggal kunci kesuksesan seperti tahun baru, atau pembukaan usaha baru.

Oleh Dra. Fientje Thomas, M.Si

(Dosen Prodi Sejarah FIB Unsrat)

SENI pertunjukkan sebagai salah satu paket penyelenggaraan industry wisata mempunyai porsi sebagai salah satu pendukung keberhasilan industry pariwisata. Disamping objek-objek pariwisata lain, kehadirannya ikut memperkaya dan menyemarakkan suasana kunjungan wisata itu sendiri. Barongsai sebagai bentuk seni pertunjukkan yang khusus dikemas untuk wisatawan, seni pertunjukkan seperti ini sering disebut seni wisata (tourist art atau tourist performance, Soedharsono, 1989). Keunikan daya tarik penampilan inilah yang menyebabkan hamper setiap paket wisata selalu dihadirkan dalam program wisata pementasan suatu seni pertunjukkan. Kehadirannya dinilai mampu memberi nilai tambah ekonomis. Sebagai suatu perkembangan seni, diciptakannya bentuk baru seni pertunjukkan bagi pariwisata ini merupakan suatu yang berdampak positif. Hal ini mengisyarakatkan adanya pertumbuhan yang menjawab tantangan untuk berkreasi bagi para seniman yang ada termasuk etnis Tionghoa dalam mengemas tradisi barongsainya.
Pengembangan pariwisata di kota Manado menggunakan konsepsi pariwisata budaya yang dirumuskan dalam Undang-Undang Pariwisata nomor 09 tahun 1994. Pariwisata budaya merupakan salah satu jenis kepariwisataan yang dikembangkan bertumpu pada kebudayaan. Setiap langkah dan gerak dalam kerangka pengembangan pariwisata secara normatif diharapkan tetap bertumpu pada kebudayaan bangsa, dengan demikian segala aspek yang terkait dengan pariwisata seperti promosi, atraksi, arsitektur, etika, organisasi, pola manajemen, diharapkan sedapat mungkin menggunakan potensi kebudayaan.
Kedudukan seni dan kebudayaan dalam pengembangan pariwisata daerah tidak saja sebagai media pendukung , tetapi juga sebagai pemberi identitas kepada masyarakat itu sendiri. Pengembangan pariwisata di daerah diperlukan berbagai upaya pengembangannya dengan menekankan pada penampilan unsur-unsur budaya seperti aset utama untuk menarik para wisatawan yang berkunjung ke daerah ini.
Kota Manado, ibu kota dari Provinsi Sulawesi Utara merupakan sebuah kota
yang strategis bukan saja sebagai pintu gerbang Asia Pasifik tapi juga merupakan melting pot (tempat berbaur) dari berbagai sub kultur. Untuk dapat disebut sebagai daerah tujuan wisata, Kota Manado haruslah merupakan suatu area yang dipilih untuk dijual kepada wisatawan (actual maupun potensial) dengan sejumlah karakteristik yang menunjangnya; (1) merupakan pilihan yang menarik bagi calon konsumennya, (2) tersedia fasilitas dan atraksi, (3) memiliki lokasi geografis dan kondisi iklim menarik/menyenangkan, (4) keramahtamahan masyarakatnya, (5) situasi politik yang stabil dan damai. Berkembangnya pariwisata sebagi suatu industry akan menciptakan kesempatan berusaha bagi para seniman dan pegiat seni dalam mengembangkan produk budaya bagi wisatawan. Demikian juga dengan tarian Barongsai yang merupakan seni pertunjukkan tradisional Cina sebagai symbol untuk menandai tanggal kunci kesuksesan seperti tahun baru, atau pembukaan usaha baru.
Sejak beberapa tahun terakhir ini, pariwisata di Sulawesi Utara telah menjadi sektor andalan dalam pembangunan. Sejalan dengan pertumbuhan kunjungan wisata di Sulawesi Utara maka perlu persiapan dan pembenahan baik pengembangan sarana dan prasarana maupun pengembangan infrastruktur budaya berupa seni tradisi serta seni pertunjukkan. Dalam penerapan konsep seni wisata oleh Tomars (1964) yang dikemukakan Kembali oleh Soedharsono (1996) mengatakan bahwa pengembangan konsep seni wisata harus dilakukan secara benar, dalam kaitan ini terdapat ciri seni wisata yang baik yaitu harus singkat dan padat, penuh dengan variasi, telah dihilangkan unsur ritual, merupakan tiruan bentuk asli. Konsep ini dapat digunakan dalam mengembangkan seni tradisi untuk dikemas sebagai seni pertunjukkan wisata.
Aspek rekacipta seni-budaya merupakan bagian terpenting dan sebagai modal dasar dalam pengembangan pariwisata. Demikian juga adanya proses komodifikasi terhadap berbagai seni tradisi termasukbarongsai menjadi seni pertunjukkan wisata akan berdampak pada otensitas dalam kebudayaan local masyarakat. Dalam menghadapi pariwisata, kebudayaan memangselalu beradaptasi dan dalam proses tersebut tidak berarti makna atau otentisitasnya akan hilang. Akulturasi merupakan proses yang wajar dalam setiap pertemuan antar budaya, namun demikian harus diakui juga adanya komoditisasi dari berbagai aspek keagamaan yang memunculkan konflik karena pengaruh pariwisata. Pendapat ini didukung oleh Burns and Holden (1995), yang melihat perubahan fungsi kebudayaan, karena kebudayaan dipandang sebagai sumber daya komersial.
Pariwisata memaksa masyarakat dan budaya lokal kita harus menjadi warga yang multibudaya dan menjadi a tourist society. Konsekuensinya dari pengembangan pariwisata budaya secara tidak sadar membawa masyarakat kita terjepit antara dua kekuatan. Disatu pihak mereka diwajibkan memelihara tradisi dan adat budayanya yang merupakan komoditas yang dapat dikomersilkan, sementara disisi lain tuntutan global melalui jaringan pariwisata berarti membenturkan seni budaya tersebut dengan dunia modern.
Aspek reka cipta seni-budaya merupakan bagian terpenting dan sebagai modal dasar dalam pengembangan pariwisata khususnya di destinasi-destinasi wisata. Demikian juga adanya proses komodifikasi terhadap berbagai seni tradisi termasuk barongsai menjadi seni untuk pertunjukkan wisata akan berdampak pada otensitas dalam kebudayaanlokal masyarakat. Proses rekacipta perlu dilakukan dan dikembangkan karena seni tradisi ini bukan semata-mata hanya dipentaskan pada acara ritual keagamaan saja akan tetapi untuk kepentingan pariwisata sebagai aset pertunjukkan seni-wisata yang sekarang sedang digalakkan dalam rangka peningkatan devisa negara. (**)

Berita Terkait

Top