Redefinisi Misi Market Place dalam Dunia Sekuler Berbasis Sentralitas Kristus


(Sebuah Refleksi Misiologis Dalam Implementasi Pelayanan Market Place Di Tengah Era Modernisasi)

Oleh:
Ev. Jerry F. G. Bambuta
(VICTORIOUS GOSPEL BROADCAST)

Gereja hadir di bumi sejatinya adalah sebagai representasi Kristus yang dewasa dan berotoritas di bumi. Di hadapan Tuhan, gereja menerima kehidupan Ilahi. Tapi di hadapan sesama, gereja menjadi penyalur kehidupan ilahi dari Tuhan. Dengan demikian, secara alami, kehadiran gereja di setiap lokalitas akan selalu berdampak pada tumbuhnya sebuah “ekosistem ilahi” yang membawa transformasi secara holistik dan membumi. Itu artinya, arus transformasi holistik tak hanya bermuara pada hal yang sifatnya spiritual tapi akan berdampak secara universal ke setiap sendi kehidupan sosial masyarakat.

Sehingga tak heran jika peran gereja di sebut sebagai “garam dan terang dunia” (Mat.5:16), gereja hadir di tengah dunia yang sarat dengan sekularisme yg penuh dengan kultur individualistik, materialistik, hedonik, transaksional bahkan atheistik. Secara organik, gereja hadir dengan pengaruh alamiah secara ilahi untuk menggarami kultur sekularisme tersebut dengan warna perubahan Ilahi secara nyata dan holistik.

Dalam beberapa pengalaman lapangan, saya menemukan ironisme yang memprihatinkan. Gereja yg harusnya secara “powerfull” memiliki ketajaman penetrasi mengubah dunia malah terpasung dengan formalitas, rutinitas dan relligiusitas yang kaku.

Akibatnya, gereja malah terasing dengan lingkungan lokalitas yang harusnya di garami oleh gereja. Kita lupa bahwa sebagian besar jantung kehidupan sosial masyarakat di bangun oleh realitas sekularisme. Jika gereja jaga jarak dengan lingkungan sekuler hanya karena alasan menjaga kesalehan agamawi yang ekslusif, maka gereja hanya akan menjadi “alien” di tengah lingkungan sekularisme yg harusnya terpapar dengan dampak transformasi ilahi dari gereja.

Tanpa sadar, gereja di penjara pada posisi “bertahan” daripada “menyerbu” dunia sekuler untuk membangun koloni mesianik yang kuat. Gereja tanpa sadar telah “di bonsaikan” melalui beragam liturgi yang kelihatan religius tapi sebenarnya lumpuh. Rasa-rasanya, iblis masih lebih mahir mengekspor segala kebobrokan ke dalam gereja daripada gereja mengutus duta pembawa terang ke dalam dunia.

Gereja terdistorsi menjadi organisasi religius yang mati suri tapi lupa perannya sebagai “organisme ilahi yang dinamis”. Utopisme spiritualitas menjadi opium yang membius jemaat untuk lebih betah berhalusinasi rohani. Tanpa sadar, jemaat keracunan dengan egoisme berbalut kesalehan palsu yang enggan merangkul yang terhilang di luar gereja.

Betapa situasi di atas telah memasung jemaat tidak bedanya seperti ikan hias dalam akuarium, kelihatnya menarik tapi sayangnya hanya pajangan belaka. Seharusnya, Gereja memiliki roh rasuli yang kuat untuk merombak pondasi kejahatan dan membangun bangunan sorgawi. Kenyataannya, Para gembala dan jemaat tanpa sadar terlena dengan padatnya “fellowship” tapi sudah kehilangan “relationship” secara vertikal dan horizontal.

Oleh karena itu, kita perlu lakukan redefenisi tentang konstekstualisasi pelayanan injil melalui gereja ke dalam lingkungan sekuler. Redefenisi artinya memaknai kembali untuk kembali ke defenisi sejati dari identitas dan panggilan gereja. Jadi, bukan berupaya menciptakan “defenisi” yang baru, dengan alasan adaptif mengikuti tren modernisasi. Yang sebenarnya adalah, dalam lentera pewahyuan ilahi, gereja menemukan dan kembali pada defenisi sejati-nya akan identitas, otoritas dan kapasitas ilahi yang di tentukan Tuhan.

Selama konsep identitas gereja masih kabur maka peran gereja pun akan melenceng dari originalitasnya. Gereja adalah “Tubuh Kristus” di bumi di mana Kristus adalah “Sang kepala”. Tubuh mutlak berjalan ke mana kepala menuntun. Ketika tubuh berjalan tanpa kepala, maka itu adalah sosok horor, dan pastinya membuat tubuh kehilangan arah navigasi yang benar. Para pemimpin harus melihat jemaat bukan sebagai “asset peliharaan” tapi harus menjadi “potensi rasuli” untuk di bangun dan di dewasakan dalam Kritsus. Selanjutnya, mereka di utus sebagai pionir-pionir ilahi membangun koloni mesianik dalam domain sekuler.

Gereja jangan lagi menjadi “aquarium rohani” untuk mengoleksi jemaat yang imut tapi prematur. Gereja harus menjadi “inkubator strategis” melahirkan para pemimpin yang siap di utus ke dalam dunia sekular. Berbekal akar pengenalan akan Tuhan yang kuat serta integritas dan kecakapan profesionalitas, maka mereka yang akan menjadi “giant killer” yang akan menggorok kepala Goliath dalam dunia sekular. Mereka adalah orang2 yang penuh dengan Roh takut akan Tuhan yang akan menjadi “light carrier” (pembawa terang) dalam gelapnya dunia sekular.

Mereka akan bangkit dalam peran profesi mereka sebagai politisi, wirausaha, pengacara, dosen, guru, petani, nelayan dan profesi lainnya. Tapi itu semua hanya selaput luar mereka, nukleus kehidupan mereka adalah INJIL YESUS KRISTUS (Gal.2:20, Yoh.12:32). Mereka memiliki anugerah “insting ilahi” yang tajam bukan hanya untuk membangun “lumbung kelimpahan” tapi juga merintis “koloni mesianik” yang kokoh.

Saya menulis ini karena di gelitik dengan sebuah keprihatinan, apakah Sulawesi Utara dan Manado memiliki entitas umat rasuli yang demikian? Saya rasa akan sangat sulit terwujud selama ego dan pembuktian diri dalam pelayanan masih menjadi jerat yang tidak kita sadari. Proyeksi visi kerajaan surga ini hanya akan membumi ketika ego pribadi kita sudah menjadi mayat dalam keranda penyaliban daging.

Sejak masa pandemi COVID 19, berlakunya kebijakan global “social distance” membuat ruang gerak pelayanan secara tatap muka terhambat. Karena mobilisasi pelayanan harus berjalan secara online. Hampir 2 tahun, semua pelayanan seminar kampus, harus saya layani secara online. Bahkan, pekerjaan jasa konstruksi yang bersumber dari APBD harus kena imbasnya. Kegiatan pekerjaan harus di pangkas karena adanya kebijakan “refocussing” dari APBN dari pemerintah pusat.

Secara kasat mata, dengan kondisi demikian, kita seperti mengalami situasi terjepit dari berbagai situasi. Pasca pandemi COVID 19, situasi ekonomi global melambat untuk kembali pada posisi normal. Ekonomi global di landa dengan “stagflasi”, sebuah keadaan stagnasi ekonomi dan inflasi ekonomi yang terjadi secara bersamaan. Stagnasi ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi global cenderung melambat. Dan , inflasi ekonomi adalah terjadinya kenaikan harga pangan dan energi dunia memicu resesi ekonomi global.

Kondisi ekonomi global makin di perparah dengan adanya perang Rusia-Ukraina. Rusia adalah suplier gas bumi terbesar ke Eropa. Rusia dan Ukraina adalah suplier gandum terbesar dunia. Amerika dan Eropa yang tergabung dalam NATO menunggangi Ukraina untuk melumpuhkan Rusia. Ukraina menekan Rusia melalui perlawanan militer (simetric war), sedangkan Amerika/Eropa melakukan embargo ekonomi beruntun ke Rusia. Termasuk membekukan “swift code” yang membatasi transaksi global dari mata uang Rusia.

Rusia pun membalas melakukan embargo ke Eropa dengan memotong pasokan gas bumi dan nikel. Akibatnya, kawasan Eropa di landa krisis energi dan industri baja mereka kolaps (karena tak lagi dapat pasokan nikel). Bukan hanya itu, Rusia juga mengunci semua akses pelabuhannya, termasuk akses pelabuhan Ukraina. Akibatnya, jalur pasokan gandum macet total. Harga gandum dunia melonjak drastis! Amerika, Eropa dan Asia pun terdampak dengan dua serangan balik Rusia terhadap Ukraina, Amerika dan Eropa.

Saya tersadar, bahwa kondisi dunia sekarang seperti medan magnet yang saling tarik menarik atau juga tolak menolak. Radius dari resesi ekonomi global kian meluas menembus ruang hidup masyarakat yang paling tradisional. Polarisasi kekuatan global lagi di belah, bukan lagi bersifat uni polar yang di dominasi oleh Amerika dan sekutunya. Kekuatan ekonomI global selain poros sentral tersebut mulai bermunculan, seperti China, Rusia, India dan Perancis. Bahkan, ada prediksi dalam dua dekade ke depan, Indonesia berpotensi menjadi salah satu “raksasa ekonomi” terbesar di kawasan Indo Pasifik dan dunia.

Pakar ekonomi global mulai kehabisan akal, masa depan ekonomi global makin kabur untuk di baca. Meski perangkat analisis yang mereka gunakan tergolong sangat akurat. Tapi, tetap aja meleset dari proyeksi. Contohnya, demi mengantisipasi stagflasi yang ikut di picu perang Rusia/Ukraina, bank sentral Amerika menaikan suku bunga untuk menekan angka inflasi yang telah menyentuh angka di atas 10% (angka inflasi terbesar selama 10 tahun terakhir). Bukannya angka inflasi turun, Amerika kian terperosok dalam jurang resesi membuat sekian banyak bank Amerika kolaps.

Menyimak rentetan fenomena global ini, sebenarnya mengulangi kondisi yang sama saat Tuhan memunculkan Yusuf sebagai perdana menteri di Mesir. Ancaman krisis pangan selama 7 tahun di Mesir membuat Firaun kian tak berkutik. Bahkan, para pakar politik dan ekonomi Mesir kala itu pun tak berkutik. Hikmat dunia yang paling jenius menjadi sampah kebodohan di hadapan misteri kedaulatan Tuhan. Nah, yang bisa membuka tabir misteri ilahi ini adalah YUSUF yang sudah di tempa tangan Tuhan selama 13 tahun lamanya. Resesi dam krisis ekonomi Mesir adalah rahim yang akan Tuhan gunakan membangkitkan Yusuf sebagai “representasiNya” di hadapan Firaun dan pembesar serta bangsawan Mesir.

Para “Firaun” dari dunia ini (termasuk Indonesia), sementara terpojok tak berkutik menangami dinamika resesi global. Yusuf mewakili generasi ilahi yang mengalami kepenuhan dan kedewasaan Kristus, ini adalah umat yang telah di tempa oleh Tuhan menjadi “HUIOS” atau anak-anak Allah yang dewasa (Roma 8:29, Galatia 4:19, Wahyu 12:5). Umat dewasa ilahi ini telah melalui proses “sunat Kristus” yang tuntas mematikan ego mereka (Yohanes 3:30, Kolose 2:11, Galatia 2:20).

Perlu di garis bawahi, bahwa Yusuf muncul di hadapan Firaun bukan karena peran publikasi diri. Bukan karena faktor koneksi dan nepotisme politik. Yusuf di munculkan Tuhan karena Yusuf telah mencapai tingkat kedewasaan penun dalam Tuhan. Promosi ilahi itu bukan supaya kita dapat jabatan mentereng sehingga memuaskan libido ego manusia yang serakah! Bukan supaya bisa mendapatkan akses dan kemudahan fasilitas demi dukungan donasi pelayanan!

[*] Mazmur 146:3 (ITB) –> Janganlah percaya kepada para bangsawan, kepada anak manusia yang tidak dapat memberikan keselamatan.

[*] Ibrani 1:3 (ITB) –> …….dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan.

[*] Ayub 27:3 (ITB) –> selama nafasku masih ada padaku, dan roh Allah masih di dalam lubang hidungku,

Yang menopang totalitas hidup kita bukan kepintaran, kecakapan kerja, modal investasi atau relasi kerja kita tapi Tuhan melalui Firman dan RohNya yang hidup dan penuh keperkasaan! Kuasa Firman dan Roh-Nya yang akan mengubah setiap sel hidup kita mencapai kepenuhan kedewasaan Kristus. Pada tingkatan spiritual inilah membuat kita siap membawa “suara Tuhan” dalam setiap sel-sel hidup kita.

[*] Mazmur 29:9 (ITB) –> Suara TUHAN membuat beranak rusa betina yang mengandung, bahkan, hutan digundulinya; dan di dalam bait-Nya setiap orang berseru: “Hormat!”

Sayangnya, Selama aksi rebutan mimbar dan panggung pelayanan masih menjadi eforia penuh candu, maka perubahan apapun hanya akan jadi macan kertas dan retorika teologis yang mandul. Gereja masih sulit bergerak dalam dimensi ilahi di atas, selama gereja masih merasa terganggu dengan pelayanan “sunat Kristus” yang siap membantai ego manusia tanpa ampun! Gereja harus jadi “rumah jagal” yang steril memotong habis setiap kulit khatan rohani dengan belati Sunat Kristus!

Salam Kegelisahan Ilahi!

Berita Terkait

Top