Persembahan di Gereja: Mana Baiknya, Transparan atau Tertutup? Satu Kali atau Berapa Kali?
SAYA sempat beribadah Minggu di beberapa gereja/jemaat. Dan dari pengalaman beribadah bersama, saya melihat ada perbedaan cara mengumpulkan persembahan. Ada yang menggunakan kotak persembahan tertutup dan ada yang transparan (kotak kaca).
Selain itu ada juga perbedaan dalam hal berapa kali memberi persembahan. Ada yang hanya satu kali, ada yang dua kali, ada yang tiga kali dan ada yang empat kali atau lima kali.
Saya tidak memahami kenapa gereja tidak memiliki aturan yang sama dalam hal memberi persembahan.
Secara pribadi saya lebih suka memilih kotak persembahan tertutup daripada transparan. Karena kalau orang memberi tertutup akan lebih terasa tanpa beban. Artinya kita bebas memberi menurut ukuran kemampuan. Dan biar Tuhan saja yang tahu.
Sedangkan kotak transparan, akan terasa janggal, karena akan terlihat besar kecilnya persembahan kita. Dan seakan-akan kalau kita memberi persembahan yang besar, maka kita akan dilihat lebih “beriman”. Sementara yang memberi dengan nilai uang yang kecil akan jadi sorotan. Harus disadari ada banyak jemaat yang juga ingin ke gereja, tapi terhambat karena persembahan. Mereka malu kalau terlihat memberi persembahan yang nilainya “kecil”. Meskipun besar kecilnya persembahan tidak jadi ukuran. Sama seperti kisah persembahan Janda Miskin, yang oleh Yesus sangat dihargai, karena sang Janda ini memberi dari kekurangannya. Kalau kisah ini dijadikan landasan teologis membawa persembahan terbuka (transparan), kita tentu salah fokus. Konteks kisah ini adalah Yesus mendambakan persembahan yang tulus dan terbaik.
Karena ada ayat lain yang menyebutkan, kalau engkau mempersembahkan sesuatu janganlah diketahui orang lain. Apa yang diberikan tangan kananmu jangan diketahui tangan kiri. Matius 6:3, “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.”
Jadi menurut saya persembahan dengan kotak kaca (transparan) tidak mendidik dan membawa beban.
Kemudian soal berapa kali membawa persembahan? Saya setuju sekali dengan cara yang dipakai Gereja GMIM Sion Tomohon. Di gereja ini persembahannya diisi dalam sampul khusus yang tertutup. Jadi persembahan itu dimasukkan dalam sampul yang sudah disediakan gereja, kemudian membawanya di kotak tertutup juga. Dan persembahan di GMIM Sion Tomohon juga hanya satu kali saja.
Apa yang dilakukan Gereja GMIM Sion Tomohon ini sudah lama saya usulkan agar dilakukan di Gereja GMIM Sion Noongan, ketika saya melayani di jemaat ini. Waktu itu di GMIM Sion Noongan sampai 5 kali bawa persembahan. Dua kali lewat pundi-pundi, tiga kali bawa di kotak persembahan. Tapi usul saya ini awalnya mendapat penolakan. Namun setelah ada pergantian ketua jemaat, akhirnya disetujui 2 kali persembahan. Satu kali lewat pundi, satu kali bawa di kotak persembahan.
Kalau kita ingin diseragamkan, maka saya usulkan memilih cara yang digunakan GMIM Sion Tomohon. Dengan cara 1 kali persembahan dan dilakukan tertutup sangat memberi kelegaan. Karena besar kecil yang kita beri, itu hanya Tuhan yang tahu.
Dengan sekali memberi persembahan akan sangat efektif dan efisien. Efektif karena jemaat tidak perlu menukar uang jadi recehan. Efisien, karena menghitungnya mudah. Dan untuk mengatur persembahan itu akan diapakan saja, apa untuk diakonia, pembangunan, atau untuk tunjangan pelayan, tinggal diatur dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat (RAPBJ). Semoga tulisan ini bermanfaat. Tuhan memberkati. (Jeffry Pay)