Pembangunan Kota dan Perebutan Ruang: Studi Sejarah Tentang Pemukiman Liar di Kota Manado


Oleh: Dra. Fientje Thomas, M.Si
(Dosen Prodi Sejarah FIB UNSRAT)

LAJU pertambahan penduduk kota yang berlangsung cepat sangat sulit diimbangi oleh ketersediaan ruang secara layak. Ruang yang dalam arti daya dukung lahan yang sangat terbatas ini pun segera menimbulkan dampak berantai antara lain ditandai oleh munculnya pemukiman-pemukiman liar.

Sebagai suatu gejala umum, fenomena demikian berlaku juga di Kota Manado, dimana diperuntukkan ruang untuk warga miskin tidak mendapat perhatian secara serius sehingga berimbas pada munculnya pemukiman-pemukiman kumuh. Malah
dalam dekade terakhir kasus-kasus penyerobotan tanah atas tanah-tanah milik negara maupun perorangan menunjukkan tren yang terus meningkat; dilakukan misalnya dengan menduduki, membangun rumah atau melakukan kegiatan ekonomi dengan tidak meminta ijin terlebih
dahulu; yang dari sini telah memunculkan istilah ‘pemukiman liar’.

Padahal sebagaimana diketahui persoalan pemukiman liar inilah sampai sekarang
senantiasa ditempatkan pada urutan teratas dalam hal penanganan permasalahnnya, meski untuk itu kerap pemerintah kota mengalami kesulitas untuk mencari solusinya.

Hartson (1980) mengatakan bahwa tekanan arus urbanisasi yang melonjak begitu cepat
membawa akibat terhadap pengaruh tata ruang kota, yang pada umumnya kurang
menguntungkan kelompok masyarakat marjinal.

Dekolonisasi telah melahirkan kebebasan menentukan pilihan untuk bermukim.
Namun pilihan demikian lazimnya dilatari oleh faktor ekonomi, sosial dan juga keamanan.

Faktor keamanan adalah yang utama di Kota Manado. Kemajuan fisik yang dicapai Kota Manado ditambah terbukanya dunia usaha dengan berbagai alternatif secara langsung berpengaruh terhadap naiknya tingkat urbanisasi. Periode depresi ekonomi yang berlarut-larut tampaknya tidak juga cukup mampu menghentikan perputaran ekonomi di kota ini. Daya tarik Manado stelah tahun 2000-an terasa signifikan terutama setelah pesisir pantai yang
direklamasi berubah fungsi menjadi daerah pertokoan mewah yang dipenuhi berbagai
fasilitas. Tempat-tempat hiburan yang menyebar dan tingginya angka perderana uang menyebabkan pedagang informal dan kaki lima terus bertambah dari waktu ke waktu. Akibatnya pemukiman liar dengan menempati lahan-lahan kosong yang sempit terus bermunculan.

Ada sekitar 20 tahun lamanya pemerintah kota Manado menunjukkan kinerja yang
baik dalam pembangunan infrastruktur. Kota Manado yang kemudian berubah drastis menjadi tempat perputaran ekonomi telah mengundang pendatang-pendatang baru terutama dari Gorontalo, Ternate, Sangihe dan Jawa untuk mengadu peruntungan di kota ini.

Akibatnya selain munculnya pemukiman liar dan menyebar secara cepat terutama merambah ke bantaran-bantaran sungai, sela-sela pertokoan dan pasar-pasar serta dimana saja tempat bernaung dapat didirikan meskipun status pemilikan tidak dipunya akibatnya kekumuhan pun
selalu menghiasi wajah kota Manado.

Menata Kota Manado ke depan dengan demikian menjadi sulit dilakukan, sekali lagi karena semua berhubungan dengan aspek yuridis pada bagian-bagian tertentu lahan perkotaan yabg tidak dimiliki para penghuninya. (**)

Berita Terkait

Top