PAX CHRISTI >< PAX ROMANA: Damai dari Allah Berbeda dengan Damai dari Dunia

Pdt. Meiva Salindeho Lintang, MTh
Damai sejahtera dapat diperoleh dengan 2 cara. Pertama dengan Pax Christy; damai Sejahtera yang diperjuangkan dengan keadilan dan kasih yang telah diteladankan oleh Yesus Kristus sang Putera Natal yang kelahirannya kita sedang rayakan. Kedua damai Sejahtera yang didapatkan dengan kekerasan dan kekuasaan yang dilakukan oleh penguasa Romawi.
Dua kekuasaan ini mewarani cerita kelahiran Yesus Kristus menurut Injil
Lukas. Kaisar Agustus menciptakan damai Sejahtera tetapi dengan pedang dan menerapkan idiologi imperium; Idiologi yang menitikberatkan pada keinginan berkuasa seluas luasnya tanpa akhir dan tanpa batas, mau jadi tirani yang berkuasa selamanya. Kaisar Agustus menawarkan damai Sejahtera dengan metode seperti itu. Dia telah membuat mulut rakyat diam, tak bisa bersuara, patuh pada perintah
kaisar. Cara ini cukup membuat damai, rakyat jelata tidak bisa punya kuasa dan
ruang untuk menyatakan pendapat apalagi berselisih dengan sang penguasa.
Damai sejahetra ala kaisar Agustus adalah sebuah perjuangan untuk memperkokoh kekuasaannya dengan cara Sensus Penduduk. Sensus Penduduk dilakukan untuk mengetahui jumlah kekuatan militer yang mereka miliki di daerah-daerah jajahan Romawi. Tetapi juga untuk mengetahui kekuatan ekonomi dengan membebankan
wajib pajak kepada masyarakat non Romawi di daerah-daerah kekuasaannya.
Hegomoni sang Kaisar Agustus dan kaisar-kaisar lainnya bagaikan cengkraman elang, sang predator yang mencengkram mangsanya.
Dalam kondisi seperti itu, dari langit para Malaikat menjumpai para gembala untuk menyampaikan suatu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir, Kristus Yesus di Kota Daud. Dia yang lahir bukan di Yerusalem, tetapi di desa kecil di pinggiran kota Betlehem, di padang tempat para gembala menjaga dan memelihara kawanan domba untuk dipersembahkan di Bait Allah sebagai korban persembahan. Domba yang akan dipersembahkan di bait Allah tidak bisa di suplay dari tempat lain selain dari Migdal Eder, suatu kawasan khusus memlihara domba untuk persembahan korban di bait Allah. Berita Natal disampaikan dipadang kepada
para gembala sedang menjaga kawanan dombanya, hendak menyatakan bahwa
Kelahiran Yesus sebagai tanda lahirnya era baru yang menggeser Kesombongan
Yerusalem. Yerusalem sebagai pusat perekonomian, perdagangan dan ritual
keyahudian, telah bergeser di Padang gembalaan, Yerusalem yang selama ini telah mengikat Tuhan dan umat dengan tembok tembok dan pilar pilar bait Allah, secara radikal bergeser dengan kelahiran Yesus Kristus. Umat Allah harus terbuka dan menerima bentuk baru dari kasih Allah, bahwa kasih Allah tidak bisa terpenjara di Bait Allah Yerusalem, tetapi kasih Allah harus menjadi berita sukacita di dunia
seperti di padang yang terbuka luas.
Para gembala disuruh untuk menjumpai sang bayi kudus itu yang dibungkus dengan lampin dan terbaring di palungan. Para gembala disatu sisi adalah pekerja rendahan yang tidak dipergitungkan, mereka tidak bisa untuk menjadi SAKSI dalam sebuah
perkara, tapi sisi lain Gembala adalah simbolisasi dari Gembala Agung yang menjadi role model dari Raja yang diimpikan oleh Daud dalam Mazmur 23. Tuhan adalah raja yang ideal menurut Daud karena faktor kegembalaannya dan bayi Yesus yang baru dilahirkan itu akan menjadi gembala yang agung. Karena itu Para gembala
dalam injil Lukas disatu sisi menjadi simbolisasi dari semua penguasa dunia harus tunduk dan menyembah sang Gembala Agung yang baru dilahirkan itu, tetapi juga disisi lain para Gembala adalah orang orang yang disisihkan oleh dunia tetapi dipilih Allah untuk menjadi orang yang diperkenankanNya menjadi SAKSI tentang berita besar dan Agung itu. Para gembala bagaikan kain lampin yang menyatu dengan tubuh Yesus.
Keterbelakangan, kemiskinan dan dosa telah membuat Yesus Gerah dan harus berjuang supaya yang lampin itu bisa berubah menjadi jubah kebesaran
yang layak juga digunakan oleh orang orang terpinggirkan bukan hanya digunakan oleh kaum Yahudi dan kaisar.
Para gembala adalah saksi mata pertama tentang Yesus yang lahir di palungan.
Palungan bukan simbol tempat yang kotor dan hina, tetapi menurut Lukas palungan adalah simbol dari tempat sumber kehidupan. Dipalungan para domba mendapatkan makanannya (bnd. Yes 1:3). Bayi Yesus itu akan menjadi sumber hidup dan kehidupan sejati umat manusia.
Di padang gembalaan yang luas itu terjadilah penyatuan puji-pujian antara sorga dan Bumi. Antara Malaikat dan para gembala. Para Malaikat bagaikan sejumlah bala tantara sorga memuji Allah: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi, dan damai Sejahtera di bumi dianatara manusia yang berkenan kepadaNya”.
Berita sukacita dari Malaikta dan puji pujian para tantara sorga telah mendorong mereka dengan cepat cepat pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang teradi disana.
Sehebat hebatnya kaisar Romawi yang berkuasa pada waktu itu, kuasa hanya
berasal dari bumi, sementara bayi yang lahir tanpa istana itu adalah bayi yang akan menjadi Raja dan kuasaNya berasal dari Sorga. Bayi kudus itu memiliki kemuliaan dari sorga bukan kemuliaan dari manusia yang penuh ambisi. Natal tanpa Istana, karena istana tidak lagi menjadi penjamin kesejahteraan rakyat, Istana tidak lagi menjadi sumber makanan dan damai, tetapi istana telah menjadi sumber tirani dan oligarki, karena itu Istana digantikan oleh Palungan dan palungan sebagai simbol
sumber makanan, kehidupan dan damai.
Lukas meproklamasikan Pax Christy
melalui palungan di Betlehem dan Pax Christy sanggup menggeser oligarki Pax
Romana.
Menjadi pertanyaan bagi kita saat ini, diperayaan Natal agung Yesus Kristus, apakah Gereja membangun kerajaanNya denga Pax Christy atau dengan Pax Romana? Amin (**)