Biografi Pdt DR AO Supit: Saya Tidak Pernah Kampanye untuk Jadi Ketua Sinode GMIM


NAMA Pdt Dr Albert Obethnego, STM dikenal sebagai mantan Rektor UKIT (Universitas Kristen Indonesia Tomohon) dan juga Ketua Sinode GMIM periode 2005-2010.
Ia dilahirkan di Pulau Buruh, Maluku 8 November 1951, sebagai anak seorang polisi. Pdt Dr Albert Obethnego Supit, STM di masa kecil sempat berpindah-pindah tempat.

Awalnya ia menjalani masa kecil di Pulau Buruh, Ambon. Karena bertugas di Maluku, Ayahnya menikah dengan putri Ambon. Ayahnya bernama Eduard Supit dan ibunya Mariam Dina Rahakbauw.
Dari Pulau Buruh, keluarganya kemudian pindah ke Makassar di tahun 1960-an. Setelah dari Makassar, mereka kemudian pindah ke Manado. Saat itu Polda Sulut pertama kali dibuka, dan ayahnya pindah tugas ke Manado.

Meskipun dibesarkan dalam lingkungan keluarga Polisi, namun Albert Supit memilih jalan hidupnya menjadi Pendeta.
Dari Manado, Albert Supit kemudian melanjutkan studinya di STT Jakarta. Salah satu teman kuliahnya adalah Pdt Dr Richard Siwu PhD. “Saya dengan Pdt Siwu berteman baik semenjak kuliah bersama di STT Jakarta, maupun ketika sama-sama menempuh studi S2 dan S3 di Amerika Serikat,” jelasnya.

Menceritakan jalan hidupnya, Pdt Supit mengatakan, ia hanya menjalankan panggilan Tuhan. Dan ia juga tidak berpikir untuk mendapatkan jabatan-jabatan gerejawi. “Semua itu pemberian Tuhan. Pelan-pelan Tuhan berikan kepada saya mulai saat saya menjalani masa vikaris di Jemaat Kaweng, Kakas, sampai menjadi Ketua Sinode,” tuturnya lagi.

Di saat pelaksanàan pemilihan Ketua Sinode tahun 2005, ia mengatakan, tidak pernah berkampanye untuk menjadi ketua Sinode. “Saya hanya hadir di Sidang Sinode. Dan ternyata saya terpilih jadi ketua Sinode. Saya tidak pernah berkampanye. Tapi Tuhan memilih saya melalui hamba-hambaNya.

FILOSOFI
Berkaitan dengan masa pelayanannya, Pdt Supit menambahkan, sudah cukup banyak pengalaman yang ia hadapi. Tapi bagi dia semua itu karena kemurahan dan pemberian dari Tuhan. “Bagi saya ketua-ketua sinode dan BPMS itu tidak ada apa-apanya. Kalau Tuhan tidak pakai semuanya sia-sia. Jadi bagi kami, semua jabatan yang kita peroleh hanya karunia Tuhan untuk dijalankan dan dilaksanakan.

Dalam menjalani hidup, Pdt Supit mempunyai filosofi yang jadi pedoman bagi dia. Ia kemudian memaparkan filosofi : “Tidak salah memihak kepada lawan yang berbuat salah. Tapi akan lebih salah lagi, kalau tidak memihak kepada teman yang berbuat kebenaran.

Kemudian ia menambahkan, kebenaran itu adalah Yesus Kristus. Karena Dialah Jalan, Kebenaran dan Hidup.
Yesuslah yang mengajarkan kepada kita untuk mengasihi musuh kita. Jadi kalau kita sudah mengasihi musuh, barulah kasih itu sempurna. Sebab kalau kita hanya mengasihi teman kita sendiri, itu belum kasih yang sempurna.

Kalau kita sudah mengasihi teman dan musuh kita, maka kita mempunyai kawan yang sejati. “Siapa kawan yang sejati itu, Dialah Tuhan kita Yesus Kristus,” tuturnya lagi.

Selain itu ada juga filosofi hidupnya, yaitu, “Hidup Bersama untuk Bersama Hidup”.
Dijelaskannya, kita bisa saja hidup bersama. Tapi belum tentu bersama-sama hidup. Oleh karena itu, kalau kita hidup bersama, maka kita harus berupaya bersama’-sama hidup.
Filosofi ini hampir sama dengan filosofi Sam Ratulangi, yaitu Si Tou Timou Tumou Tou.
Ia mengisahkan, filosofi Hidup Bersama untuk Bersama Hidup, sudah lama ia ajarkan dalam khotbah-khotbahnya.

Bahkan mantan Ketua Golkar Sulut yang juga mantan Gubernur Sulut Drs AJ Sondakh sangat tertarik dengan filosofi itu, saat ia membawakan khotbahnya di salah satu acara.
Berdasarkan filosofi ini, Pdt Supit telah mengangkatnya menjadi judul buku yang ia tulis, dimana dalam waktu dekat akan diterbitkan oleh BPK (Badan Penerbit Kristen).

Sebelum ini, ia juga telah menulis buku dengan judul “Beban yang Menyenangkan” dengan penerbit yang sama, yaitu BPK.
Menurut Pdt Supit, menuliskan profil ketua-ketua Sinode, bukan berarti menuliskan kehebatan atau kemampuan tokoh-tokoh gerejanya. Tapi di dalamnya menceritakan tentang karya Allah melalui hamba-hamba yang dipilihnya untuk menyampaikan karya Allah itu sendiri.

Oleh karena itu ia sangat mendukung terbitnya buku Profil Ketua Sinode GMIM dari Masa ke Masa. Karena di dalamnya berisikan sejarah dan pengalaman kepemimpinan gereja. “Karena dengan mempelajari kepemimpinan gereja dari masa ke masa, berarti mempelajarai kehadiran Kerajaan Allah itu sendiri,” ujarnya.

Pdt Dr Albert O Supit adalah Ketua Sinode GMIM periode 2005-2010. Ia menyelesaikan program S1 di Sekolah Tinggi Theologi (STT) Jakarta, S2 di Christian Theology Seminary Indianapolis, Indiana, Amerika Serikat, dan S3 di Westminster Theological Seminary Philadelphia, Pennyslvania, Amerika Serikat.

Ia memulai masa pelayanannya sebagai vikaris di Jemaat Kaweng, Kakas. Kemudian menjadi Ketua Jemaat di Kaweng Kakas, Ketua Badan Pekerja Wilayah Tondano, dan Ketua Badan Pekerja Wilayah Amurang.
Dalam dunia pendidikan, ia pernah menjadi Sekretaris Jurusan Fakultas Theologi UKIT, Ketua Jurusan Fakultas Theologi UKIT, Dekan Fakultas Theologi UKIT, Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan UKIT, Pembantu Rektor 1 Bidang Akademik, Pjs Rektor, dan selanjutnya menjadi Rektor UKIT.

Saat ini Pdt AO Supit menjabat sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Agama Kristen pada Program Pascasarjana UKIT.
Pdt Supit menikah dengan Essih Kurniasih Kaidun, dan dikaruniai empat orang anak, yaitu Libertinia Supit, MTh (menikah dengan Benget Berghauser Tambunan, STh), dr Lidya Cleverly Supit (menikah dengan Kapten TNI AU Hetly Brenet Kawet), Frank Karel Martel Supit, SE, dan dr. Timothy Eduard Absalom.

Pdt Supit juga punya pengalaman di luar negeri. Antara lain, Tenaga Utusan Gereja di Belanda, mengikuti pertemuan para rektor se Asia Pasifik di Jepang, ikut terlibat dalam pertemuan Dewan Gereja-gereja se Asia di Thailand, menjadi utusan gereja sebagai peserta Dewan Gereja se Dunia di Brasil. Juga mengikuti berbagai pertemuan dan aktivitas gereja di Australia, Amerika Serikat, Korea, China, dan negara lainnya.

(Penulis: Jeffry Pay)

Berita Terkait

Top