Analisis Makna Ungkapan “Yarimorai” dalam bahasa Jepang, dan Ungkapan kata “Akang” dalam Bahasa Melayu Manado Bermakna ” Beri – Terima”.


Oleh Stanly Manoarfa. S.Pd.M.Si

(Dosen pada Ilmu Budaya Universitas Sam Ratulangi)

Dalam Kajian Bahasa/Linguistik dan Budaya Jepang KWJ (UI) Memuat Judul Artikel Ilmiah : Analisis makna ungkapan “yarimorai” dalam bahasa Jepang dan ungkapan kata “akang” dalam bahasa melayu Manado bermakna “beri-terima”.

Penulisan karya tulis ini membahas perbedaan dan persamaan makna antara bahasa melayu Manado dan bahasa Jepang yang menitikberatkan pada penggunaan ungkapan
“yarimorai” yaitu: ‘ageru, morau & kureru dalam bahasa Jepang dengan ungkapan kata “akang” dalam bahasa melayu Manado yang bermakna: memberi & menerima.

Menurut Manoarfa Bahasa Jepang biasanya menggunakan ungkapan “ageru, morau, kureru” yang mengandung makna beri-terima baik barang maupun jasa, yang adalah
merupakan kata kerja dan biasa dipakai dalam kalimat percakapan dalam bahasa Jepang.

Perbandingan dengan penggunaan ungkapan kata “akang” dalam bahasa melayu Manado yang merupakan sebuah kata yang merangkai atau melekat pada kalimat dan bermakna beriterima, diharapkan akan didapati persamaan maupun berbedaan makna-nya.
Kata kunci: kontrastif, ungkapan, makna

PENDAHULUAN
Bahasa merupakan pola pikir sekaligus identitas suatu masyarakat. Bahasa juga
diperlakukan manusia sebagai alat untuk berkomunikasi, bekerjasama dengan manusia lain dalam kegiatan harian mereka. Analisis makna penggunaan ungkapan “yarimorai” dalam bahasa Jepang dan ungkapan “akang” dalam bahasa melayu Manado ini dikategorikan sebagai penelitian mandiri dalam bentuk karya ilmiah.

Penulisan ini merupakan kajian multi
disipliner yang tediri dari dua bahasa yaitu kajian bahasa Jepang dan kajian bahasa Melayu Manado. Karya ini merupakan penelitian linguistik terapan (応用言語学) yang berlandaskan
pada teori terjemahan yang berhubungan langsung dengan metode analisis kontrastif dua buah bahasa yang dikontraskan adalah bahasa Jepang dan bahasa melayu Manado.
Ungkapan (menurut kamus besar bahasa Indonesia:) adalah: kelompok kata atau
gabungan kata yang menyatakan makna/bermakna khusus yang menggambarkan suatu perasaan hati; maksud pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu
bentuk kebahasaan. Jadi ungkapan dapat di-artikan: bentuk bahasa yang merupakan gabungan kata yang bermakna atau menyatakan makna khusus yang menyatakan perasaan
hati manusia terhadap sesama saat berkomunikasi, (makna unsur yang menbentuknya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan, ungkapan yang dalam bahasa Jepang disebut “hyoogen”
(表現) atau dalam bahasa Inggris disebut “phrase”.
Masyarakat Indonesia pada umumnya tergolong sebagai masyarakat dwibahasa. Dalam pengertian dimana masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang pluralistik dengan tendensi budaya yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Berkenaan dengan itu pula bahasa sebagai alat
komunikasi antar masyarakat merupakan hasil budaya daerah yang masing-masing berbeda ragam antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Keraf (1998) mengemukakan fungsi bahasa sebagai alat (a) untuk menyatakan ekpresi diri, (b) sebagai alat komunikasi, (c) sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi
sosial, dan (d) sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial.
Keraf mendefinisikan fungsi bahasa tersebut sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, berarti bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam pikiran kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Salah satu di antaranya agar menarik perhatian orang lain terhadap kita dan mengekpresikan keinginan untuk.

Menurut Manoarfa, penulis baik dari buku bahasa Jepang, bahasa Indonesia dan bahasa melayu Manado antara
lain:
1. Japanese For Young People (AJALT) (1998)
2. Minna no Nihongo 1 (Surienettowaku) (2004)
3. Buku jurnal kumpulan karya ilmiah “Duta Budaya” no.73 – 2011 Fakultas
Sastra Universitas Sam Ratulangi
4. Percakapan-percapakan orang
PEMBAHASAN DAN HASIL
Penggunaan ungkapan “yarimorai” dalam bahasa Jepang dan ungkapan “akang”
dalam bahasa Melayu Manado bermakna “memberi & menerima”.

Baik bahasa Jepang maupun bahasa melayu Manado sama-sama dapat
mengandung pengertiannya memberi/menerima baik barang maupun jasa.

Kalimat:
1. 私は彼女に靴をあげる (watashiwa kanojo ni kutsu wo ageru) (bahasa Jepang)
qta ada kase akang capatu pa dia (bahasa melayu Manado)
arti: (saya memberikan sepatu kepada dia)
2. 私は彼に靴をもらう
(watashi wa kare ni kutsu wo morau) (bahasa Jepang)
dia da kase akang capatu pa qta (bahasa melayu Manado)
arti: saya menerima/diberikan sepatu oleh/dari dia
3. 彼は私に靴をくれる(kare wa watashi ni kutsu wo kureru) (bahasa Jepang)
dia da kase akang capatu pa qta (bahasa melayu Manado)
arti: saya diberikan sepatu dari dia
4. 彼は私に靴を買ってくれた(kare wa watashi ni kutsu wokatte kureta) (bahasa
Jepang)
dia da beli akang capatu pa qta (bahasa melayu Manado)
arti: saya dibelikan sepatu oleh dia
5. 私は彼に車を買ってあげた(Watashiha wa kareni kuruma wo katte agerta)
(bahasa Jepang)
Qta da beli akang oto pa dia (bahasa melayu Manado)
arti: saya membelikan dia mobil
1. Makna:
Persamaannya: dari segi makna kalimat pemakaian ungkapan “ageru, morau,
kureru” dalam bahasa Jepang dan ungkapan “akang” dalam bahasa melayu Manado (bagi orang yang menerima sepatu, mobil/sesuatu barang) disini kedua kalimat tersebut sama-sama mengungkapkan perasaan hati yaitu “merasa senang, merasa bersyukur, merasa berterima kasih, merasa tertolong dan sejenisnya” karena
menerima pemberian sesuatu barang dalam hal ini „sepatu, mobil‟ oleh
seseorang/orang lain.
Perbedaannya: dari segi struktur jika bahata Jepang menggunakan kelas kata kerja yang terdiri dari 3 buah yaitu “ageru, morau & kureru”, maka bahasa melayu Manado hanya menggunakan 1 kelas kata ungkapan yaitu “akang” .

Perbedaan
Adapun perbedaan yang didapati antara lain:
1. Kalau bahasa Jepang menggunakan kelas kata kerja, maka bahasa
melayu Manado tidak demikian.
2. Kalau bahasa Jepang menggunakan tiga jenis kata kerja, maka bahasa
Melayu manado hanya menggunakan 1 ungkapan yakni „akang‟
3. Kalau bahasa Jepang membedakan penggunaaan subjek-nya, maka
bahasa melayu manado tidak tergantung sunjek.
4. Kalau bahasa Jepang memiliki tenses/bentuk waktu, maka bahasa
Melayu Manado tidak demikian.

REFERENSI
Alwi,Hasan dan Moeliono Anton.dkk. (2010). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
• Buku jurnal kumpulan karya ilmiah “Duta Budaya” no.73 – 2011 Fakultas Sastra
Universitas Sam Ratulangi
• Buku jurnal kumpulan karya ilmiah “Duta Budaya” no.70-01 thn ke-43 – 2009
Fakultas Sastra Universitas Sam Ratulangi
• Buku jurnal kumpulan karya ilmiah “Faedah” no.19 – 2008 Buletin Kebudayaan dan
Sain
• Hidemi Makino. Japanese For Young People (1998) Kodansha Internasional, Tokyo
• Japanese For Young People (AJALT) (1998)
• Minna no Nihongo 1 (Surienettowaku) (2004)
• Percakapan orang Manado
• Sato, Naoko. (2004) minna no nihongo, Surienettowaku, Japan (**)

Berita Terkait

Top